Email susulan masuk ke inbox Thalita dan kali ini berasal dari papanya. "Thalita, apa-apaan ini? Kata mama kamu sudah dihamili pria tak dikenal, apa benar?! Besok kalau sudah di Jakarta, Papa mau ngomong sama kamu dan juga Brian!"Mendadak Thalita panik, ternyata respon papanya lebih keras bila dibanding mamanya tadi. "Mampus deh aku! Aduh ... gimana dong? Mana berani aku hadapin papa mama sendirian?!" Perempuan muda yang sedang hamil besar itu berjalan mondar-mandir sambil bergumam kebingungan."Aku mesti minta Mas Indra ke Jakarta deh buat ketemu papa mama!" putusnya lalu segera menelepon suaminya dalam fitur videocall.Nada sambung itu terdengar tiga kali sebelum wajah Indra Gustavo muncul di layar ponsel Thalita. "Halo, Cayangku, kenapa kok VC aku, kangen ya?" jawab pria itu dengan seringai lebar di wajah tampan bercambangnya."Halo, Mas Indra. Ini gawat, Mas. Papa ngamuk ke aku tadi di email. Beliau sama mama mau balik ke Jakarta naik yacht paling lambat sampai di rumah lusa, kat
Sepulang dari kuliah, Thalita makan siang lalu duduk di teras depan rumahnya memandangi ayam-ayam kalkun peliharaan kesayangan abangnya yang berjalan-jalan di halaman taman depan. Dia selalu terhibur melihat penampilan hewan unggas bertubuh besar yang gerakannya menurutnya agak kikuk itu. Jarang dia perhatikan ternyata piaraan Brian tersebut telah beranak pinak begitu banyak. Thalita pun tersenyum sambil bergumam sendiri, "Waktunya makan kalkun panggang nih kayaknya. Banyak amat keluarga kalkun piaraan si abang udah kayak se-RW aja tuh!"Sebuah taksi berwarna biru memasuki halaman kediaman Teja Kusuma yang luas lalu berhenti tepat di depan teras di mana Talitha sedang duduk bersantai di sofa. Jantungnya berdegub kencang, Thalita bangkit berdiri sembari terdiam memerhatikan tamu siang itu. "Thalita Sayangnya Mama!" seru Vanessa Teja Kusuma sambil berlari menaiki undakan teras depan menghampiri puteri kesayangannya.Ibu dan anak itu saling berpelukan serta berciuman pipi. "Apa kabar,
Pak Kevin menjabat tangan Indra yang genggamannya kokoh itu sembari menilai menantu barunya dalam hati. Dia berkata, "Jadi kamu yang namanya Indra Gustavo ya? Tahu nggak kalau menikahi anak orang butuh persetujuan orang tua si gadis?"Kedua pria beda generasi yang sama-sama tegap dan jangkung itu berdiri saling berhadapan. Dan Indra tetap bersikap percaya diri dan juga sopan. Dia menjawab, "Iya, benar. Maafkan keterlambatan saya menemui Om dan Tante sebagai orang tua Thalita, yang sekarang sudah sah menjadi istri saya.""Lantas orang tua kamu gimana, Indra? Sudah tahu belum pernikahan kilat kalian ini? Apa Thalita sudah kamu pertemukan dengan mertuanya atau jangan-jangan malah belum sama sekali?!" cecar Pak Kevin bersedekap dengan nada bicara penuh penghakiman.Tubuh Indra bermandikan keringat dingin di balik setelan jas Armani yang dikenakannya. Ternyata papa Thalita lebih galak dibanding abangnya mirip Herder. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab dengan tenang, "Sebenarnya
"Suz, kamu nggakpapa 'kan kutinggal di Jakarta sendirian? Aku mesti balik ke Bali buat meeting bareng anak buahku ngebahas proyek baru Mister Rodrigo di Tanah Lot itu!" ujar Brian kepada Suzy di dalam kamar tidur mereka.Hari masih agak gelap sekalipun sudah pagi, memang sudah masuk bulan-bulan musim penghujan. Awan mendung menghalangi sinar matahari pagi dari fajar yang seharusnya telah merekah.Suzy yang masih memeluk tubuh telanjang suaminya di bawah selimut pun menjawab, "Aku nggakpapa kok, Mas. Tenang aja, kita juga sudah biasa LDR-an bukan?" "Hmm ... ya sudah kalau begitu. Kamu jangan cerita ke papa mama tentang pekerjaan kamu di The Glam Expat ya, Suz. Aku kuatir mereka akan salah paham, dikira kamu jual diri di sana bisa runyam ntar!" pesan Brian yang gelisah dengan kehadiran orang tuanya di Jakarta serumah dengan Suzy.Sejenak wanita itu berpikir kenapa runyam? Lalu dia paham dan mengangguk patuh. "Mas, aku nanti malam ada pentas kabaret, gimana dong?" tanya Suzy ragu. Peker
"Tumben dateng awal, Suz?" sapa Pak Hendrik, manager tempat kerja Suzy di meja bar The Glam Expat Night Club."Iya kebetulan lagi nggak ada kerjaan lain, Pak. Permisi ya, saya mau ke ruang rias artis dulu!" jawab Suzy tak ingin terlalu akrab dengan atasannya yang terkadang tatapannya membuat dia risih.Dengan langkah kakinya yang cepat Suzy bergegas masuk ke ruang di backstage. "SUZY, tumbeen kok udah nongol kamu di mari?! Yuk dirias dulu sama eike!" seru Jeng Rita, MUA yang menangani semua make up penari kabaret dan juga hostes girl di The Glam Expat."Yuk yuk ... aku padamu, Jeng!" sahut Suzy cekikikan karena kehebohan transgender bertangan dingin itu. Dia cocok dengan hasil riasan tangan Jeng Rita selama ini yang ekspresif kesannya dan mampu menonjolkan kelebihan dari setiap wajah yang diriasnya.Suzy segera duduk di kursi depan cermin rias. Dia diam berpasrah ketika wajahnya dibersihkan dengan cleanser lalu diolesi moisturiser, primer, foundation, lalu bedak tebal yang membuat waj
"Hai Mas Brian!" sapa Bella ketika ikut menjemput bosnya di Bandara Ngurah Rai siang itu.Kening Brian berkerut dalam melihat mantan kekasihnya yang menjemput dirinya di bandara, sedangkan Hendrawan tak nampak di mana pun. "Lho, kok kamu yang jemput sih, Bell. Di mana Hendrawan?" balasnya sembari celingukan mengedarkan pandangannya di gerbang kedatangan penumpang pesawat dalam negeri."Hmm ... dia sakit perut, Mas. Jadi yang jemput sopir aja makanya aku gantiin dia di sini. Yuk kita ke parkiran mobil!" jawab Bella lalu menggandeng lengan pria bertubuh atletis dan jangkung itu."Eits ... tolong ya, jangan pegang-pegang. Kamu itu cuma sekadar karyawatiku bukan pacar apa lagi istri. Aku sudah nikah!" tegur Brian menepis tangan Bella yang melingkari lengannya. Setelah itu dia menyeret kopernya dan melangkah cepat menuju ke pintu keluar bandara.Sopirnya, Bli Restu telah menunggu Brian dengan Pajero Sport hitam di depan pintu keluar Bandara Ngurah Rai. Dari arah belakang, Bella berlari-lar
"Ayo jawab, kenapa kok kayak kebingungan gitu sih? Kami butuh tahu ke mana menantu kami pergi sejak sore sampai jam satu pagi," desak Pak Kevin Teja Kusuma sembari menatap curiga ke arah Suzy. Kali ini Nyonya Vanessa enggan untuk membela menantunya karena dia juga penasaran dengan jawaban Suzy. Dia hanya terdiam tanpa berniat menambah tekanan untuk perempuan muda yang seumuran dengan puteri bungsunya itu."A—aku ... aku pulang kerja, Pa, Ma," jawab Suzy terbata-bata. Dia tak tahu bagaimana harus berbohong ketika berada dalam kondisi terdesak seperti saat ini. Seandainya menjawab dugem, orang tua suaminya pasti berpikir dia telah selingkuh ketika Brian tak ada di Jakarta. Jadi mungkin kejujuran lebih diterima dengan baik, pikir Suzy."Kerja? Pekerjaan apa yang dilakukan di malam hari sampai harus pulang dini hari? JAWAB!" cecar Pak Kevin dengan suara nyaring hingga membuat Suzy memejamkan matanya ketakutan.Sebenarnya Nyonya Vanessa yang lembut hatinya tak tega melihat Suzy dihardik o
Bunyi getaran ponsel Brian membangunkan Bella yang kelelahan melayani Brian beberapa ronde nonstop. Sementara pria jantan yang staminanya tak perlu diragukan lagi itu lelap beristirahat pasca bergulat bersama Bella di atas ranjang tadi, diam-diam Bella membuka ponsel Brian.'Huhh, sialan. Ada pesan dari sainganku ternyata. Kubuka deh apa isi pesannya sekalian kuhapus aja biar Mas Brian nggak keinget sama Suzy!' batin Bella seraya menbaca pesan dari istei sah Brian. Dia tersenyum licik setelah mengetahui apa yang tertulis dalam pesan itu.Dengan segera Bella menghapus pesan dari Suzy bahkan memblokir nomor wanita itu di HP Brian. Tadi rupanya saat dia dan Brian asik indehoy, ada beberapa kali missed calls dari istrinya. Namanya lagi seru bertarung panas masa sih peduli dengan ponsel yang sekadar bergetar saja di nakas.'Ohh, jadi kerjaan si Suzy itu aslinya penari kabaret tho?! Syukurin ortunya Mas Brian mergokin pulang dini hari, rasain akibatnya! Emang enak jadi gelandangan ... diusi
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran