"Mas, apa nggak capek sih ngegenjot melulu?" tanya Thalita yang terbaring lemas di atas ranjang menatap suami barunya yang sudah beberapa ronde bertarung dengannya dan masih belum K.O juga."Wajar dong kang becak asli Tanah Abang nih, Tha! Masa sih nggak kenal sama laki lo sendiri?" goda Indra sableng sambil senyum-senyum sendiri. "Aiihh ... pantesan kuat ngegenjot. Ganteng bingits pula si abang! Kasi kiss dong ... muaaaacchh!" jawab Thalita mengimbangi kekonyolan suaminya. Mana ada tukang becak tanda tangan proyek 2.5 Triliyun, pikirnya geli.Usai menyemburkan magmanya sekali lagi ke rahim istrinya yang masih berusia belia itu, Indra ambruk mendekap tubuh sexy Thalita. Dia menata napasnya yang terengah-engah sembari berpikir dalam diam. Sebenarnya pertemuannya dengan Thalita yang sangat kebetulan tanpa direncanakan itu nampak seperti sebuah takdir."Tha, lo sebelum gue ajakin nikah aslinya udah punya pacar belum sih?" tanya Indra kepo dengan kehidupan pribadi adik rivalnya itu.Telu
Musik techno yang dimainkan DJ Ramsey di Hard Rock Cafe malam itu membuat seisi lantai dansa bergoyang. Kebetulan rombongan Carlos cs langsung menikmati makan malam di lantai 2 saat mereka datang tadi. Band legendaris tanah air yaitu Dewa 19 tadi sedang manggung di sana karena masih belum larut malam. Namun, selepas jam 10 malam suasana Hard Rock Cafe mulai berubah semakin seru dengan nuansa dugem musik yang dimainkan oleh House DJ tempat hiburan terkenal di Kuta tersebut.Dua pasang kekasih itu duduk mengitari meja bar sambil menyesap minuman pesanan masing-masing. Ketika Thalita usai mengosongkan gelasnya, Carlos berseru, "Tha, kau mau pesan apa lagi? Aku yang traktir malam ini!"Mendengar tawaran Carlos, perempuan itu pun menoleh ke arah suaminya. "Boleh nambah minum?" tanya Thalita yang ditanggapi anggukan oleh Indra."Apple Mojito satu, Bli!" pesan Thalita kepada bartender yang sedang meracik minuman di balik meja untuk para tamu cafe yang seolah sedang kehausan. Segelas minuma
Karena proyek yang diambil oleh Indra Gustavo untuk mengerjakan pembangunan resort Mister Rodrigo berada di Uluwatu. Maka dia memutuskan untuk survey lokasi sekaligus mengajak Thalita berkunjung ke obyek wisata yang ada di daerah itu.Memang ada obyek wisata terkenal di sana yaitu Garuda Wisnu Kencana atau GWK. Patung Hindu terbesar di dunia itu memang banyak mendapat perhatian wisatawan dalam dan luar negeri. Ada atraksi tarian yang memang dipentaskan setiap beberapa jam di sana. Indra mengajak Thalita untuk berkunjung dan menonton pentas seni tersebut. Dia pun baru sekali ini mengunjungi GWK. Intinya dia sering ke Bali hanya untuk melakukan pekerjaannya bukan sekadar berwisata."Mas Indra, memangnya suka nonton pagelaran seni ya?" tanya Thalita yang dirangkul bahunya oleh suaminya saat menonton Tari Barong.Pria itu menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Baru sama kamu aja aku bisa santai healing begini, Tha. Biasanya mah tancap gass kerja melulu.""Ya nggakpapa sih, Mas. Sekali-s
"Halo, Tha. Lo ada di mana sekarang? Abang di Jakarta sudah empat hari nggak juga ketemu lo di rumah. Apa sudah lupa alamat rumah lo?" cecar Brian di telepon tepat ketika adiknya baru saja landing pesawat yang ditumpanginya dari Bali."Halo, Bang Brian. Emm ... ini mau balik ke rumah kok. Emang Abang nggak kerja ke kantor hari ini?" tanya balik Thalita mencoba berkelit dengan alasannya yang tiba-tiba menghilang dari rumah begitu lama."Nggak usah ngeles mulu lo kayak bajaj. Pokoknya Abang tunggu lo di rumah! Butuh dikuliahin 3 SKS nih bocah!" sembur Brian di teleponnya ke Thalita."Ampun dong, Bang. Ini Thalita udah otewe kok, tunggu ya. Sabaarrr!" jawab perempuan cantik itu lalu menggandeng lengan suaminya menuju ke pintu keluar bandara.Mobil dengan sopir pribadi Indra Gustavo sudah menunggu mereka di depan lobi keluar bandara dan menyambut pasangan pengantin baru yang pulang berbulan madu tersebut."Selamat datang lagi di Jekardah, Mas Indra!" sambut Pak Marno seraya mengambil alih
"Lo emang ya, didiemin malah ngelunjak. Nggak sudi gue jadi kakak ipar lo!" teriak Brian mencak-mencak menunjuk muka Indra dengan mata melotot sarat amarah.Thalita yang pusing mengetahui abang dan suaminya ternyata rival bisnis yang berseberangan, sama sekali tidak rukun mencoba melerai kedua pria bertubuh besar itu bersama Suzy. Para wanita itu memegangi suami mereka masing-masing agar tidak rusuh berkelahi secara fisik."Mas Indra, kayaknya kita pergi aja deh dari sini. Bang Brian nggak terima kehadiran kamu di rumah ini," ujar Thalita mencari solusi sementara untuk situasi konflik tersebut.Setelah melirik tajam ke wajah kakak iparnya, Indra Gustavo pun menganggukkan kepalanya kepada Thalita. Dia merangkul bahu istrinya lalu membalik badan untuk meninggalkan rumah keluarga Teja Kusuma. Namun, suara menggelegar Brian terdengar dari belakang punggung mereka."THALITA, KALO LO PERGI DARI RUMAH INI, JANGAN BERANI LO BALIK LAGI KE MARI!" teriak Brian emosional dengan dada yang kembang
Di dalam mobil yang tengah membelah hiruk pikuk jalan raya ibu kota, Indra Gustavo mencoba menghibur istrinya yang bermuram durja dan mengomel sedari mereka naik ke mobil. Semua itu dikarenakan Thalita diusir dari rumah keluarga Teja Kusuma oleh kakak kandungnya sendiri."Kamu jangan sedih terus dong, Tha. Kali aja abangmu itu cuma terbawa emosi sesaat makanya galak sama kamu," ujar Indra mengusap-usap puncak kepala Thalita sembari memeluknya di bangku belakang mobil.Sopir pribadi Indra melirik dari kaca spion tengah, dia tahu bosnya yang mantan playboy menikahi kilat gadis cantik bernama Thalita tersebut tanpa persetujuan dari keluarganya. Memang nekad pemuda blasteran Indo-Cekoslowakia itu! Tapi kembali lagi ke slogan populer 'sultan mah bebas', Indra Gustavo memang tajir melintir di usia yang masih kepala 3."Mas Indra sengaja ya ngelakuin semuanya karena tahu aku adiknya Bang Brian?!" tuduh Thalita dengan nada menggerutu."Ehh—nggak gitu juga sih, Tha!" kelit Indra sekalipun mema
"Tha, malam ini kita terakhir bobo bareng ya ... besok pagi Mas Indra terbang lagi ke Bali buat mulai proyek Mister Rodrigo!" ujar Indra usai makan malam di apartmentnya.Dia tak menyangka istri belianya itu bisa memasak juga. Thalita membuat nasi uduk dengan ayam panggang oven yang bercita rasa manis pedas ditemani dengan acar mentimun dan wortel segar. Sekalipun terkesan hidangan itu sederhana, tetapi cocok di lidah Indra. Thalita yang sedang sibuk mencuci bekas perkakas dapur dan alat makan malam tadi pun menyahut, "Berapa lama tuh Mas Indra menetap di Bali?" "Kuusahaain dua minggu sekali buat balik ke Jakarta. Kalau seumpama sibuknya pake banget, please kamu yang ke Bali ya buat nengokin suami kamu yang ganteng ini!" jawab Indra yang ditanggapi kenarsisannya dengan tawa cekikikan oleh Thalita."Siaaap deh. Deket kali kalau naik pesawat dari Jakarta ke Bali, Mas. Nggeeeng gitu aja sampe deh!" ujar Thalita sembari mengeringkan tangannya dengan serbet bersih di dapur. Mengetahui i
Pagi itu Brian dilepas kepergiannya ke Bali di bandara oleh istrinya. Suzy menemaninya menunggu panggilan boarding yang dijadwalkan keberangkatannya 30 menit lagi."Suz, kamu kalau ada sesuatu yang nggak beres di Jakarta langsung telepon aku ya!" pesan Brian sembari menggenggam tangan wanita cantik beriris mata cokelat karamel di sampingnya. Sebuah anggukan patuh disertai senyuman manis membuat hati Brian lega. Dia sangat menyukai istri kontraknya yang anggun dan berhati lembut. Sayang sekali Suzy masih sibuk dengan kuliah tingkat akhirnya dan juga pentas kabaret di The Glam Expat Night Club. Jadi Brian tak dapat mengajaknya tinggal di Bali. Sekalipun perusahaan induk milik Grup Teja Kusuma berlokasi di Jakarta, tetapi mega proyek milik Mister Rodrigo ada di Bali. Brian memutuskan untuk lebih banyak mengurusi langsung proyek pembangunan resort di Candi Dasa tersebut."Lho Bang Brian juga berangkat ke Bali ya?" Suara perempuan yang terdengar mendekati bangku Brian dan Suzy di ruang t
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran