Paviliun di resort milik Mister Rodrigo sangat nyaman dan menyatu dengan suasana alam di tengah hamparan sawah yang berlokasi di daerah Ubud, Bali.Malam itu suara binatang malam seperti simfoni nan merdu yang mengiringi kedua insan yang sedang terbakar gairah bercinta. "Mass ...," desah Suzy dengan mata berkabut hasrat menatap wajah ganteng suaminya yang berpeluh. Kedua tangannya mengalungi leher Brian yang tengah menindihnya sembari memacu badan kekarnya tanpa kenal lelah ke dalam tubuh molek Suzy.Bibir Brian melumat bibir Suzy hingga membengkak saking bernapsunya dia. "Apa, Suzz? Kok panggil-panggil?" balas Brian menyeringai sambil menggeram sesekali."Apa Mas Brian nggak capek? Suzy lemes banget deh, udah lewat tengah malam ... aahh!" Wanita itu mendesah kencang ketika dibawa ke puncak sekali lagi oleh suaminya. Brian tak lama setelahnya menyusul menuju ke puncak kenikmatan yang sama dengan istrinya lalu dia ambruk mendekap wanita itu, napasnya terengah-engah nyaris putus.Tela
Brian menjatuhkan kecupannya di pipi halus istrinya lalu berbisik di tepi daun telinga Suzy Malika, "Cantik, ayo bangun ... sudah pagi!"Rasa dingin basah di pipinya membuat mimpi indah Suzy menghilang dan dia kembali ke alam nyata. Kelopak matanya masih terasa berat, tetapi dia memaksa dirinya untuk terbangun. "Pagi, Mas Brian. Kita mau kemana pagi ini?" balasnya bersitatap dengan suaminya."Lihat sunrise yuk ke pantai dekat sini, Suz?" ajak Brian duduk di tepi tempat tidur. "Ayo aja kalo aku, Mas. Mandi dulu nggak nih?" balas Suzy beranjak bangkit dari kasur yang berantakan akibat pergulatan panas mereka semalam."Nggak usah, baru beberapa jam lalu juga mandinya. Cuci muka sama gosok gigi aja ya? Kubantuin buat beresin kopermu, sana ke kamar mandi, Suz!" ujar Brian lalu berjalan ke tempat dimana koper mereka berdua tergeletak bersebelahan dekat meja rias bercermin lebar.Suzy menuruti perintah suaminya lalu bergegas masuk ke kamar mandi. Dia berseru, "Mas, ambilin baju ganti buat p
Ketika kembali ke villa milik Brian di tepi Pantai Pabean untuk sarapan pagi, Suzy dibuat takjub. Komplek villa yang megah yang dimiliki oleh suaminya sangat luas. Rasanya dia bisa tersesat bila tidak diantarkan oleh karyawan Brian ke unit yang akan mereka tempati."Wow, keren sekali lho villa punya Mas Brian!" puji Suzy dengan kekaguman yang tak dapat ditutupi.Penataan villa yang diberi nama Bali Heavenly Bliss Villa itu sungguh menarik. Ada kesan homy dan juga asri menyatu dengan alam yang memang indah bak surga dunia. Pohon-pohon Frangipani yang sedang berbunga rimbun menguarkan aroma wangi manis di sekitar jalan setapak yang juga ditanami rumpun bunga mawar Perancis yang juga sedang berbunga dan pohon bonsai berbentuk unik.Sebuah kolam renang yang tersedia sebagai fasilitas tamu villa tersebut membentang luas berair jernih kebiruan tertimpa sinar matahari pagi. Suzy yang berjalan di tepi kolam renang menggandeng lekuk lengan suaminya pun berkata, "Aku jadi pengin berenang deh M
"Anda pastinya belum sarapan bukan, Mister Carlos?" tanya Brian berpura-pura ramah sekalipun merasa terganggu dengan tamu tak diundangnya pagi itu.Seringai kesombongan muncul di wajah Carlos Albruch, dia merasa berada di atas angin karena Brian masih memerlukan megaproject dari papanya. Dia pun menjawab santai, "Tentu saja belum, aku bangun jauh lebih awal dibanding biasanya hanya demi bertemu kembali dengan idolaku, Suzy Malika. Kenapa? Apa kau ingin mengajakku sarapan pagi, Sir?" "Baiklah kalau begitu saya akan minta asisten saya untuk menyiapkan sarapan untuk kita bertiga di villa ini," sahut Brian tanpa memedulikan perkataan pria berdarah Italia itu mengenai Suzy. Dia bergegas masuk ke kamar tidur lalu meraih ponsel di nakas samping ranjang dan menelepon Hendrawan. "Halo, Hen. Suruh chef villa gue menyiapkan sarapan untuk 3 orang, kirim ke unit yang kami tempati. Jangan lama-lama! Ohh iya, setelah itu kemarilah untuk menjaga Suzy, gue perlu mandi karena ada Carlos Albruch di si
"Kami mau mengunjungi Pantai Keramas untuk menghabiskan siang hingga sore nanti, Mister Carlos," tutur Brian usai mereka bertiga sarapan bersama. Niatnya ingin mengusir putera dari klien kelas kakapnya itu agar tidak merecoki bulan madunya bersama Suzy."Ohh, aku akan ikut ke mana kalian akan berjalan-jalan hari ini," sahut Carlos tanpa jengah. Dia tersenyum simpul menatap Suzy dan Brian bergantian.Tangan Brian menggenggam tangan Suzy di bawah meja di pahanya. Dia merasa perlu menjauhkan Suzy dari pria yang tak tahu diri itu. Dia pun bertanya, "Apa Anda suka surfing di atas ombak, Sir?""Tentu saja. Itu hal yang mengasikkan di Pulau Bali ini, aku jago surfing!" sahut pria berdarah Italia itu dengan antusias sekaligus narsis."Baguslah kalau begitu, mari kita berselancar bersama di Pantai Keramas nanti. Ayo kita berangkat saja kalau begitu sebelum tengah hari dan ombak terlampau besar," ajak Brian lalu menyuruh Hendrawan menyiapkan mobil fasilitas villa miliknya untuk mengantar mereka
Setelah puas berselancar menaklukkan ombak di Pantai Keramas, kedua pria beda suku bangsa itu berjalan membawa papan surfing menghampiri bangku berjemur tempat Suzy duduk berselonjor.Memang Suzy mengenakan kaca mata hitam untuk melindungi matanya dari silaunya mentari siang hari di tepi pantai. Namun, dia bisa melihat dengan jelas bahwa Carlos menatap dirinya penuh birahi. Tanpa menampilkan ekspresi berlebihan, Suzy tetap tenang lalu bangkit berdiri membawakan handuk kering untuk suaminya karena Brian melepaskan bagian atas baju selancarnya yang basah."Mas kedinginan ya? Lama banget sih main airnya!" ujar Suzy mesra sembari membantu mengeringkan sisa-sisa air laut di badan berotot padat yang bagaikan roti sobek itu dengan handuk putih lebar di tangannya.Brian pun mengecup pipi halus istrinya seraya menggodanya berkata, "Kenapa emang? Sudah kangen ya baru ditinggal sebentar saja, Sayang?" Melihat kemesraan pasangan pengantin baru itu, Carlos menahan kekesalannya dan duduk di bangku
"Maaf, kami bukan pasangan dengan orientasi seksual bebas seperti itu, Mister Carlos!" jawab Brian tegas. Dia tak peduli dibilang kolot atau sejenisnya. Namun, baginya berhubungan intim harus satu lawan satu supaya tidak seperti binatang yang tak berakhlak.Tawa Carlos pun terdengar nyaring di restoran Irama Laut tersebut. Dia memang hanya bermaksud menguji Brian tadinya, ternyata pria tersebut menampik tawarannya yang kontroversial. "Jangan dimasukkan ke hati, Mister Brian. Aku hargai pendirianmu itu! Baiklah, nanti aku akan hubungi saja manager villamu itu agar dia mencarikanku wanita lokal yang bisa menghangatkan ranjangku malam ini."Mendengar kedua pria tersebut berakhir damai tanpa menyetujui tawaran threesome tadi, Suzy pun menghela napas lega. Dia pun mengajak Brian kembali ke Bali Heavenly Bliss Villa seusai suaminya membayar tagihan makan siang mereka.Di parkiran mobil obyek wisata Pantai Keramas, Brian pun berpamitan dengan Carlos sebelum naik ke mobil dari villa miliknya,
(Part -Thalita Teja Kusuma dan Indra Gustavo)"Pokoknya lo mesti nikah sama gue hari ini, Tha!" desak Indra Gustavo masih mendekap tubuh polos yang baru saja digumulinya di atas ranjang. Hari sudah pagi jelang siang, tetapi kedua anak manusia itu abai akan aktivitas rutin mereka masing-masing. Thalita bolos kuliah dan belum pulang ke rumahnya sejak semalam, sedangkan Indra tidak berangkat ke kantornya juga. Namun, bukan masalah bagi Indra karena dia sendiri bos di tempat kerjanya. Perusahaan kontraktor dan properti itu milik keluarga Gustavo yang diwariskan mutlak kepadanya karena dia anak tunggal tanpa saudara kandung."Lo ini beneran sedeng deh, Ndra!" tukas Thalita yang sontak mendapat jitakan di kepalanya oleh kepalan tangan Indra."Jangan asal panggil gue pake nama! Lo tuh jauh lebih muda dibanding gue keleus. Panggil Mas Indra Sayaaang gitu kek!" tegur Indra sambil mencubiti pipi Thalita dengan gemas hingga jadi kemerahan.Wajah Thalita mencebik menatap pria itu. "Emang lo siap
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran