Home / Rumah Tangga / Suami Janda Paling Setia / BAB 8. PELUKAN DI PINGGANG

Share

BAB 8. PELUKAN DI PINGGANG

Author: Viala La
last update Last Updated: 2023-08-03 11:52:45

Setelah selesai berpamitan, kami pun keluar dari rumah itu. Tidak ada satu kado pun yang kami bawa dari hajatan kemaren, padahal teman-teman sepermainanku dulu, turut hadir dan membawakan aku kado. Tapi tidak satu pun yang aku buka, apa lagi aku bawa. Biarlah menjadi milik bapak dan ibu.

Aku telah selesai memanaskan mesin motor maticku, lalu mengeluarkannya dari teras rumah. Pangkalan ojek beberapa meter dari rumahku. Aku rasa lebih baik berbonceng empat dari pada mereka berjalan kaki.

"Yura bisa di depan!" titahku. Anak itu nurut, ia naik di depan dan Mixi di belakang. Sempit sekali motor ini. Aku bahkan mepet ke depan. "Semoga suatu saat bisa beli mobil," batinku.

Sampai di pangkalan ojek, sudah ada seorang tukang ojek, langsung saja aku merentalnya untuk dua jam perjalanan. Mixi dan Yura berboncengan dengan tukang ojek, aku mengiringi mereka tepat di belakang hanya berbonceng dengan Kinanti.

"Yang! Pegangan. Nanti jatuh!" Aku menarik tangannya agar melingkar di pinggangku.

Sebelum menikah aku dan dia hanya PDKT ala kadarnya, kami baru beberapa kali berboncengan berdua. Tidak seperti anak muda pada umumnya yang menjalani siklus pacaran. Walaupun begitu kami juga tidak bisa dikatakan ta'aruf. Entahlah yang jelas kami sudah berjodoh.

Kinanti melingkarkan tangan di pinggangku, lalu ditariknya kembali. Aku rasa ia malu, karena ada kedua anaknya di depan.

"Kenapa?" tanyaku sambil melihat pantulan wajahnya di sepion.

"Malu, Bang!" jawabnya singkat.

Berarti dugaanku benar. Aku berpikir apa yang membuatnya malu, aku suami sahnya, cuma berpegangan saja tidak akan berdosa. Semalam tidur di lenganku sangat nyenyak, sekarang pegangan di pinggangku dibilangnya malu.

Aku jadi ingin menggodanya, "Awas kalau nanti peluk Abang," sungutku dengan wajah cemberut. Sepertinya ia tidak peduli.

Aku langsung memblayer motorku, Kinanti berteriak dan refleks memegang pundakku. Ia seperti berpegangan pada tukang ojek saja. "Ini menyebalkan," gerutuku yang dapat di dengar olehnya.

"Kenapa, Bang?" tanyanya, ia mungkin tidak mengira aku sengaja, karena kebetulan ada lubang yang aku hindari. Aku mencoba sekali lagi memblayer motorku, dengan sigap aku langsung menangkap dan mengarahkan tangannya agar berpegangan di pinggangku. Aku berhasil membuatnya memelukku.

Kinanti akhirnya mengerti, ia tidak lagi melepaskan pelukan tangannya di pinggangku. Waktu dua jam terasa sangat cepat, sekarang kami sudah sampai di rumah peninggalan mantan suami Kinanti. Aku membayar sejumlah uang pada tukang ojek dan ia pun berlalu.

Baru membuka gerbang, Mixi dan Yura berhenti di depan gerbang yang telah di buka Kinanti itu. "Kalian kenapa? Tidak mau masuk?" tanya Kinanti pada anak-anaknya.

"Bu, kami pengen ayam goreng!" Mixi menyampaikan keinginannya. Di bantu dengan anggukan Yura. Mereka begitu kompak.

Aku juga merasa lapar, tapi jika masak ayam goreng dulu baru makan, sakit maghku bisa kambuh.

Kinanti memandangku, mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu. Tatapannya seperti minta tolong. Biar aku tebak pasti tidak ada ayam di rumah.

"Kita beli sarapan dulu ya! Makan siang nanti, baru makan ayam goreng!" saranku pada mereka.

Aku senang Kinanti menatapku seperti itu, seperti ia membutuhkan aku. Apa pun akan aku lakukan untuk Kinantiku.

"Nah ... Ayah benar! Ibu belikan bubur ayam dulu ya buat kalian! Nanti siang ibu akan masak ayam goreng yang banyak," imbuh Kinanti menjanjikan menu ayam goreng pada mereka untuk makan siang nanti.

"Baik, Ibu! Siang nanti kami akan makan yang banyak!" Kedua anak itu terlihat bahagia sekali. Aku jadi berpikir apa Kinanti jarang membelikan mereka ayam, hingga di rumah ibu tadi mereka bahkan nekat mencuri ayam goreng saat ibu sedang lengah.

"Bang, aku ke sana sebentar ya!" pamitnya padaku.

Apa ini? cobalah lihat. Padahal aku masih di atas motor, tapi ia memilih berjalan kaki. Sebegitu mandirinya ia selama ini, butuh waktu bagi Kinanti untuk merubah kebiasaan kecil seperti ini. Aku harus memberitahunya lagi, jika sekarang ia harus melibatkan aku.

"Kamu tidak lihat? Abang masih di atas motor?" sarkasku, "sudah Abang bilang, kau punya sandaran sekarang, libatkanlah Abang dalam setiap ke adaan."

"Iya, maksudku. Abang bisa antar aku ke depan?" Ia meralat ucapannya tadi.

"Ayo, naik, Sayang!" ajakku dengan lembut. Aku tidak ingin ia takut padaku.

Kinanti tersenyum dan bergegas naik ke boncengan motor. Anak-anak sudah masuk ke dalam rumah. Aku pun melajukan motor dengan pelan. Sampai di dekat penjual bubur ayam, kami langsung disambut ucapan selamat dari beberapa pembeli di situ. Aku memang sudah kenal dengan warga di sini, bahkan aku juga sudah sangat dekat dengan mereka.

"Eihh .. ada pengantin baru. Selamat ya buat kalian! Maaf ya, FA, Nti, kami tidak bisa datang, kampungmu lumayan jauh!" ujar ibu penjual bubur ayam.

Aku memakhlumi ketidak hadiran mereka, dari kampung sini hanya Mang Ardhan serta keluarganya yang datang. Itu tidak masalah, karena mereka juga tidak punya mobil. Naik motor pun berbahaya bagi ibu dan anak-anak.

"Tidak apa-apa kok, Bu!" sahut Kinanti. "Bubur ayamnya empat ya, Bu!"

Ibu penjual bubur ayam langsung mengambilkan pesanan kami. Aku masih duduk di atas motor sambil menunggu. Tak lama seorang pria yang baru datang dari arah kiri mendekati Kinanti. Aku rasa Bang Panji tidak menyadari aku ada di sini.

"Eh ... ada Neng Kinan. Sendiri, Neng? Suami mudanya kemana? Nggak mau ikut ke sini ya? Ganti sama Abang aja!" selorohnya dengan tak tahu malu.

Aku bergegas turun dari motor, enak saja bicara seperti itu. Ia adalah salah satu dari sekian banyak sainganku mendapatkan hati Kinanti kemarin. Setelah aku dan Kinanti resmi menikah, mengapa dia masih berani? Aku segera turun dari motor.

"Apa, Bang? Coba ulangi!" tantangku begitu aku sampai di dekatnya. Aku memanggilnya dengan sebutan Abang karena ia lebih tua beberapa tahun dariku.

Pria itu diam seribu bahasa, wajahnya seperti memendam amarah. Aku rasa ia juga enggan mencari keributan denganku di saat suasana sedang seperti ini. Pria itu memilih melangkah menjauh dan tidak jadi membeli sarapan. Beberapa pasang mata mengamati kami mungkin sedang menunggu adegan baku hantam.

"Sudah! Duduk dulu, Bang!" Kinanti menenangkanku. Aku masih melihat punggung pria itu sampai menghilang dari pandangan. Hampir saja aku memukul pria tak tahu malu itu, berani sekali menawarkan diri pada bunga yang sudah bertuan.

Beberapa saat, pesanan Kinanti sudah selesai. Aku membayar uang dua puluh ribu pada ibu penjual.

Kami menaiki motor kembali hendak pulang ke rumah. Aku diam dengan wajah jutekku.

"Abang, marah?" tegur Kinanti. Ia memeluk pinggangku seperti yang tadi aku ajarkan di jalan saat pulang dari rumah ibu.

Aku masih diam beberapa saat.

"Bang!" tegurnya lagi, kali ini terdengar lebih keras.

"Kamu jangan pernah dekat lagi dengan Bang Panji. Kalau dia datang kamu harus langsung pergi!" geramku pada perangai Bang Panji, malah Kinanti yang jadi sasaran kecemburuanku.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
aku cemburu ...
goodnovel comment avatar
Roro Halus
aduhhh aku yang melting ini lo, hihihi bunga yang sudah bertuan, tuannya marah...
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
cemburu banget ya si alfa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 9. AKSIKU GAGAL

    Kami sampai di rumah, Kinanti menyiapkan piring untuk kami sarapan. Setelah sarapan, aku pamit mau ke bengkel Mang Ardhan untuk mengambil pakaianku. Selama ini aku tinggal di bengkel, aku dan Mang Ardhan selalu bekerja bersama."Yang, Abang ambil baju di bengkel ya," teriakku. Kinanti sudah berada di dapur setelah membereskan piring kami tadi. Mungkin ia mau bersih-bersih rumah dulu setelah ini, biarlah aku pergi sendiri, jaraknya juga tidak terlalu jauh."I-iya, Bang!" sahutnya yang juga berteriak.Aku mengendarai motor dengan pelan, di perjalanan aku ingin membeli rokok. Aku pun mengarahkan motor ke sebuah warung di pinggir jalan. Aku tadi tidak tahu di situ ada Bang Panji, andai aku tahu tak akan aku mampir di sini. Bang Panji terlihat sedang ngobrol dengan teman-temannya. Begitu aku turun dari motor, aku merasa mereka semua melihat sinis padaku. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.Aku tidak ingin peduli dengan tatapan mereka, mungkin itu hanya perasaan aku saja. Ya sudah, aku

    Last Updated : 2023-08-04
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 10. PAKAIAN DINAS

    "Eh ... kalian sudah pulang? Ibu baru mau ke pasar beli ayam buat kalian!" sambut Kinanti dengan lembut. Sangat lembut ia bicara pada anak-anak, jiwa keibuannya begitu kental terlihat.Ia melirik ke arahku, aku mengalihkan pandangan. Kepalaku terasa berat saat sudah di ujung begini. Arghh ... ini bocah berdua menggangguku saja."Kalian tunggu di luar ya, Ibu membereskan ini dulu," sambung Kinanti sambil menunjuk kantong kresek yang tadi aku bawa. Ia meminta anaknya ke luar."Baik, Bu!" Mereka keluar begitu saja tanpa menyapaku, mungkin mereka dapat melihat wajahku yang sedang kesal."Jangan ganggu Ibu dulu ya!" teriaknya setelah Mixi dan Yura berlalu dari kamar.Kinanti melihatku kembali lalu berjalan ke arah pintu. "Maaf ya, Bang! Biar aku kunci dulu pintunya."Ia pasti tahu hukumnya melayani suami. Hanya saja hasratku sudah hilang untuk saat ini. Aku menetralkan perasaanku, rasanya aku ingin marah pada dua bocah ajaib yang tiba-tiba datang mengganggu. Aku mulai kesal, tapi tetap aka

    Last Updated : 2023-08-05
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 11. WARNA UNGU

    Lidahku kelu, aku tak kunjung menjawab. Pelayan muda itu kembali bicara padaku, "Silahkan lihat-lihat dulu, Mas!"Ada beberapa ibu-ibu, semua melihat ke arahku. Rasanya aku ingin mundur saja, tapi barang yang aku cari tersusun indah di patung bagian atas. Sedikit lagi aku akan mendapatkannya. Aku putuskan untuk menegakkan kepala berjalan santai mendekati patung, tidak aku hiraukan lagi tatapan aneh mereka."Mbak! Aku mau yang ungu sama merah!" putusku.Gadis itu pun langsung menurunkan patung dan melepasnya di depanku. Aku segera berbalik badan, seketika aku teringat dengan warna ungu. Entah mengapa warna ungu identik dengan status janda. Rasanya tidak pantas aku membelikan Kinanti warna ungu, nanti ia berpikiran lain."Mbak, yang ungu ganti warna lain aja," ucapku sambil terus berjalan ke kasir tanpa memastikan barang yang ia ganti.Aku menunggu beberapa saat pesanan ku selesai dibungkus."Berapa, Mbak?" Aku menerima kantong kresek dan mengeluarkan dompetku."Seratus enam puluh ribu,

    Last Updated : 2023-08-06
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 12. TERIMAKASIH, SAYANG!

    Aku melotot, melihat Kinanti masih memakai pakaian yang tadi, sedangkan ia juga melotot dan langsung menyalakku, "Maksud Abang apa? Kenapa belinya warna ungu?"Aku spontan melihat ke tangannya, ia memegang dua buah pakaian dinas dengan warna ungu. Aku menepuk dahiku, merutuki kebodohan gadis yang membantuku di toko tadi. Tapi sudah terjadi, Kinanti sudah terlanjur melihatnya, aku harus membujuk wanitaku, jangan sampai malam ini gagal lagi.Aku segera berjalan ke arahnya. Kugenggam kedua tangan isteriku sambil duduk di lantai sedangkan ia duduk di atas ranjang. Aku pun coba meyakinnya, "Maaf, Sayang! Ini sebuah kesalahan! Tadi Abang pilih merah dan hitam."Ia masih melotot ke arahku, mungkin ia merasa aku sengaja membelikannya warna ungu, karena statusnya yang seorang janda. Padahal tadi aku sudah minta ganti sama penjualnya, eh ... malah di ganti jadi ungu semua. "Masih muda sudah budek," gerutuku dalam hati untuk gadis tadi."Yang merah dan hitam itu kreseknya, Bang! Nih lihat!" Ia m

    Last Updated : 2023-08-07
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 13. USAHA SAMPINGAN

    "Sudah! Cepat kalian berwudhu, ini handuknya." Kinanti datang memotong pertanyaan Yura dengan membawakan mereka handuk.Aku pergi ke kamar terlebih dahulu, ini lebih baik dari pada anak-anak itu bertanya lagi. Sampai di kamar aku menunggu isteriku untuk sholat berjamaah. Sekitar lima belas menit ia datang sudah lengkap dengan mukena."Ibu, kok subuh sudah mandi? Apa nggak dingin?" godaku menirukan suara Yura."Iya, Bang! Dingin banget! Makanya aku langsung pakai mukena, supaya anak-anak tidak bertanya," ia mengaku.Kami pun sholat berjamaah, setelah selesai aku teringat dengan perkataan Mang Ardhan kemaren tentang gajiku. Aku harus mendiskusikannya dengan Kinanti.Aku menariknya agar bersandar di bahuku, lalu ku genggam tangannya yang masih dalam mukena."Yang! Gimana, ya, pekerjaan Abang di bengkel? Gaji segitu ... cukup nggak buat kebutuhan kita? Atau Abang cari pekerjaan lain aja?" Aku serius meminta pendapatnya."Cukup, Bang! Kalau kita pakai untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan

    Last Updated : 2023-08-08
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 14. KINANTI HAMIL

    Enam bulan berlalu, sekarang usaha laundry kami semakin berkembang."Alhamdulillah, ya, Sayang! Ibu-ibu sudah semakin malas nyeterika baju." Aku terkekeh sambil menyelipkan sejumlah uang untuk ditabung ke bank besok hari."Sudah berapa sih tabungan kita, Bang?" Ia menarik lembut buku tabung yang ada di tanganku untuk melihat nominalnya."Alhamdulillah sudah banyak," jawabku. Jujur saja tabungan kami sudah cukup untuk membeli lima ekor sapi bujang.Semenjak kami membuka usaha laundry, Kinanti tidak pernah lagi berjualan. Ia di rumah mengurus usaha laundry bersama seorang karyawan yang bernama Kak Emi. Mereka yang mengerjakan semuanya, aku yang bertugas antar jemput orderan.Biasanya orderan cukup aku bawa dengan motor matic biasa, sekarang aku sudah merubah motorku menjadi becak motor karena orderan sudah semakin banyak.Uang hasil usaha laundry kami tabung seutuhnya, sedangkan kebutuhan dapur aku penuhi dengan bekerja di bengkel, rasanya masih enggan meninggalkan Mang Ardhan. Seperti

    Last Updated : 2023-08-09
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 15. ADA APA?

    Aku langsung menyambutnya, beruntung aku masih muda dan gerak refleksku berfungsi dengan baik. Sedetik saja aku terlambat isteriku akan mendarat di lantai. Seandainya itu terjadi aku tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi dengan calon anakku.Ini pengalaman pertamaku menjaga ibu hamil, aku harus siap siaga. Aku sering baca di artikel dan juga lihat di YouTube tentang kehamilan. Ada banyak pelajaran yang bisa aku ambil, aku tidak mau kehamilan isteriku bermasalah."Hati-hati, Sayang! Berarti benar kita harus nambah karyawan," putusku. Kali ini tidak ada protes lagi dari isteriku."Ya sudah, nanti ku tanya Kak Emi, mungkin dia punya teman yang mau bekerja di laundry kita." Kinanti tidak jadi pergi membuatkan aku teh, dia duduk kembali di atas ranjang.Kak Emi adalah satu-satunya karyawan kami saat ini. Dia lebih tua dari Kinanti, makanya kami memanggilnya dengan kak.Keesokan harinya aku bekerja seperti biasa, saat baru sampai di bengkel pesan singkat dari Kinanti masuk. [Bang, kita

    Last Updated : 2023-08-10
  • Suami Janda Paling Setia   BAB 16. DAHSYATNYA FITNAH

    "Halahh ... mentang-mentang sudah kaya, seenaknya kau siksa Siska!" Salah seorang tetangga bicara dengan keras. Dari nada suaranya saja aku tahu mereka benar-benar emosi. Masih banyak suara memojokkan lainnya yang dapat aku dengar. Aku mencoba menenangkan mereka bertiga sekarang."Tenang ya! Ada ayah," ucapku sambil terus memeluk mereka.Sore yang aku harapkan menjadi sore yang indah seperti biasa, berubah menjadi sore yang sungguh mencekam. Hati kepala keluarga mana yang tidak sakit melihat keluarganya dipojokkan di depan mata."Bang, Siska fitnah aku!" adunya padaku, Kinanti Terus mengusap air matanya.Siska mendekati kami, lalu bicara dengan lantang, "Mbak Kinanti cemburu padaku, ia berpikir aku akan merebut Mas Al! Tadi sore ia marah dan merendam tanganku ke air setrika uap. Ini buktinya."Gadis itu mengangkat tangannya yang sudah memerah. Pengakuannya terlihat sangat meyakinkan. Jika aku tidak mengenal isteriku, aku juga pasti percaya pada Siska. Begitu pun semua tetangga di sek

    Last Updated : 2023-08-11

Latest chapter

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 106. TAMAT

    Aku telah sampai di rumah, sama seperti tadi, Mixi masih tertinggal di belakang. Aku segera memarkirkan motor dan masuk ke dalam rumah. Aku tidak sabar ingin menyampaikan berita ini pada Kinanti."Assalamualaikum, Sayang!" Aku mengucap salam dan langsung mencari keberadaan istriku.Beberapa saat ia belum juga muncul, aku bergegas mencarinya ke dapur, eh malah tidak ada!"Sayang!" panggilku lagi.Tak lama suaranya muncul dari dalam kamar. "Iya, Bang!"Aku langsung menyusulnya, kami hampir bertabrakan di sekat pembatas ruang tengah dan dapur. "Astaghfirullah!" Aku terlonjak kaget."Hei, Abang ada berita bagus buat kamu!" Aku melangkah semakin mendekatinya dan menarik tangan istriku untuk duduk di sofa ruang tamu.Begitu panjang cerita yang akan aku sampaikan hingga kami harus duduk. Aku begitu bahagia mengetahui kalau benda itu bukanlah milik Mixi.Kami baru saja mendaratkan bokong di sofa, terdengar salam Mixi dari pintu, "Assalamualaikum!"Kami menoleh bersamaan dan menjawab salam jug

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 105. SEBUAH KEBENARAN

    Pagi ini aku ingin pergi ke sekolah Mixi, apa yang dilakukan anak itu harus aku selesaikan. Dia harus tetap bersekolah hingga ujian akhir walaupun semalam telah resmi menikah.Setelah sarapan aku sudah siap untuk pergi, tapi anak itu sama sekali belum bersiap. Aku lupa memberitahu Mixi kalau aku akan ke sekolahnya hari ini. Al hasil aku harus menunggunya bersiap dan kami berangkat agak siang dengan motor masing-masing.Aku telah sampai dan melihat jam di pergelangan tanganku. "Sudah pukul 09.00," gumamku.Aku memarkirkan motor lalu memandang ke belakang mencari keberadaan Mixi. Beberapa menit aku menunggu, akhirnya anak itu sampai juga."Cepatlah!" desisku.Aku berjalan terlebih dahulu, gadis itu berjalan pelan di belakangku terdengar kakinya seperti diseret. Aku memutar badan dan bicara padanya."Kau, cepatlah sedikit, dasar anak bandel!" Aku masih terus menghardiknya karena aku tak habis pikir dengan kelakuan anakku itu.Mixi tak berani menatapku, ia terus menunduk sepanjang jalan. A

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 104. PERNIKAHAN MIXI

    "Kenapa?" sentak Erhan."Karena kau non muslim!" tunjukku.Seketika aku merasa menemukan jalan buntu. Aku tidak mau Mixi menikah dengan seseorang yang beda keyakinan. Di satu sisi aku tidak mungkin diam saja saat mereka sudah melakukan hal di luar batas.Erhan berdehem, "Hmm, kalau itu Abang tidak perlu khawatir, aku sudah mualaf kok!" ungkapnya sambil cengengesan.Pemuda ini benar-benar ajaib, sama sekali tidak ada risau di wajahnya, walaupun babak belur ia tetap terlihat happy. Hal itu berbanding terbalik dengan gadis yang duduk di sampingnya, Mixi hanya menunduk, sama sekali tidak happy."Kapan?" tanyaku singkat."Dua bulan yang lalu! Kalau Abang tidak percaya silahkan telpon Ustad Habibi, beliau yang sampai saat ini masih membimbing saya," tutur Erhan.Pemuda itu mengeluarkan ponsel dari saku celana. Ia mengulurkan padaku memintaku menelepon ustad yang ia maksud.Aku sungguh tidak kenal dengan ustad Habibi itu, dari pada aku menghubungi orang yang tidak aku kenal, lebih baik aku te

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 103. TERTANGKAP BASAH

    Pikiranku mendadak kacau, aku ingin segera berbicara dengan Mixi. Aku langsung mengendarai motor dengan kecepatan maksimal. Aku tidak jadi menjemput Kinanti, acara jalan-jalan berdua terpaksa batal, lain kali saja!Sampai di rumah aku melihat motor yang tidak aku kenali terparkir di depan teras. Namun, suasana rumah terlihat sangat sepi dan pintu rumah juga masih ditutup."Motor siapa, ya?" tanyaku dalam hati. Siapa yang sudah pulang? Apa salah satu dari anak-anak?Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. Aku langsung teringat dengan cerita Bu Er tentang pemuda ganteng yang diajak Mixi ke sekolah, mungkinkah itu—. Berarti Mixi di dalam dengan pemuda itu? Berdua saja? Aku harus selidiki, aku tidak ingin diperbodoh.Aku langsung membuka pintu perlahan agar mereka tidak mengetahui aku pulang. Rencana menyergap mereka diam-diam sudah tersusun di otakku. Begitu pintu terbuka aku terbelalak terkejut dengan apa yang aku lihat."Astaghfirullah, ternyata ini kelakuan kalian?" teriakku yang lang

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 102. KARET PENGAMAN

    Hari sudah pukul empat sore. Tinggal satu motor saja yang belum dibenarkan, biarlah menjadi tugas Parto buat nambah gaji karyawanku itu. Eh iya, Parto bukan hanya karyawanku, ia juga adalah suami Tiani.Aku memilih pulang ke rumah."To, Abang pulang dulu, ya! Yang ini masih amankan?" pamitku sambil menunjuk motor yang masih belum dibenarkan."Aman, Bang! Sebentar saja siap tu!" balasnya.Sampai di rumah ternyata sangat sepi tidak ada siapa-siapa, aku lupa kalau sedari pagi isteriku di tempat tetangga yang sedang hajatan. Sedangkan Mixi, Yura dan Uwais belum pulang, pasti mereka masih belum selesai les. Aku duduk di depan teras tanpa membuka pintu, malas masuk rumah kalau tidak ada siapa pun begini.Aku teringat sudah lama tidak jalan-jalan berdua dengan isteriku. Akhirnya aku mengirim pesan singkat untuk menjemputnya, "Yang, sudah selesai? Abang jemput sekarang?"Beberapa saat menunggu, tidak ada balasan dari Kinanti. Mungkin ia sedang sibuk dan tidak menyadari aku mengirim pesan. "Ya

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 101. LIMA TAHUN BERLALU

    Aku mengambil sertifikat itu lalu bicara pada Miko, "Sudah terbayar 'kan nazar lo?"Miko mengangguk, ia terlihat tersenyum puas setelah berhasil membuatku menerima sertifikat pemberiannya.Miko bahkan memeluk ku. "Lo emang teman gue dunia akhirat, Al! Lo nggak hanya menyelamatkan harta gue di dunia tapi juga di akhir kelak. Makasih ya, Bro!!!"Ia lalu menepuk-nepuk pelan punggungku. Ya, ya, biarkan saja begini untuk beberapa menit ke depan. Begitu bahagianya Miko telah berhasil membayar nazarnya. Aku menikmati momen ini, aku juga bahagia melihat temanku bahagia.Setelahnya aku mengambil tangan Miko dan meletakkan kembali sertifikat itu. "Sekarang gue mau nitip sertifikat ini lagi sama lo!""Eh, apaan? Nggak bisa gitu, Al!" protesnya. Miko tidak mau memegang surat berharga itu hingga jatuh ke lantai begitu saja.Turun sudah harga diri sertifikat sebagai barang berharga karena ulah kami yang saling menolak keberadaannya. Padahal ia begitu sangat berharga, disaat yang lain rela membunuh s

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 100. RUMAH KARDUS

    "Nggak apa-apa, biarkan dia makan telur," selaku. "Kebetulan Kinanti tadi goreng telur juga untuk Uwais."Aku heran dengan sikap Tiani, padahal nggak apa-apa Cia makan di rumah kami. Apa dia masih menganggap kami orang asing?"Sebentar ya, Cia!" Kinanti melanjutkan langkahnya ke dapur.Tak lama ia kembali membawa sebakul nasi, sepiring sambal dan sebuah telur dadar. "Kita makan bersama, ya!""Kakak ambil piring dan minum dulu!" Ia izin kembali lagi ke dapur, lalu balik dengan piring dan juga air minum di tangannya.Kinanti telah duduk kembali, ia mengulurkan piring sebagai alas nasi bungkus yang sedang dimakan Cia. Ia juga meletakkan telur dadar di atas nasi itu. "Makan yang banyak, Sayang!"Bocah itu tersenyum cerah. "Makacih, Ante! Cia cuka."Sekarang nasi itu sudah memiliki lauk, tidak hanya nasi putih saja seperti tadi. Aku masih terus memperhatikan bocah itu, senyum dan tingkahnya lebih mirip Yura.Cia memandang ibunya, tangan mungil itu mencoba menggeser piring lebih dekat denga

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 99. PERTEMUAN HARU

    Keesokan paginya, aku dan Miko langsung menuju bank tempat aku menitipkan surat berharganya. Tak lupa aku membawa kunci SDB. Kami berangkat berboncengan dengan si Jack Blue.Sampai di bank tidak perlu proses yang lama, petugas bank langsung mengembalikan surat-surat itu padaku. Aku menyerahkannya pada Miko."Al, makasih ya sudah menjaganya. Kalau nggak ada lo, mungkin setelah bebas dari penjara gue akan menjadi gembel," tutur Miko saat surat-surat berharga sudah di tangannya.Aku mengangguk dan tersenyum, rasanya lega sekali melihat surat itu telah berhasil aku kembalikan pada pemiliknya. Beban amanah dari Miko di pundakku hilang seketika.Kami melanjutkan langkah ke luar dari bank setelah berterima kasih dan pamit pada petugas bank. Kami berjalan beriringan, aku sangat bersyukur sahabatku ini akhirnya berada di sisiku lagi artinya ia telah melewati masa-masa sulit."Kita cari makan dulu, Al! Lapar gue."Mendadak langkahku berhenti mendengar ajakan Miko. "Gue masih kenyang Kokot. Apa

  • Suami Janda Paling Setia   BAB 98. KEHEBOHAN DI SORE HARI

    "Gue kira lo bakal nikah sama si dokter itu!" Suara Miko begitu keras, aku takut Kinanti mendengar dari dalam dan ia akan salah paham jika hanya mendengar sepenggal saja.Mataku langsung beralih melihat ke dalam ruko, benar saja aku melihat siluet istriku baru masuk ke dalam kamar. Aku yakin Kinanti dapat mendengar percakapan kami, apa lagi suara Miko yang sangat keras ditambah ruko ini yang hanya seluas telapak tangan. Setelah ini Kinanti akan menuntut membahas Melda padaku."Ya, nggaklah! Gue setia ama bini gue, Ko! Lo 'kan tau gue setiap hari sibuk bengkel sama ngurus anak bayi, mana pernah terniat nikah lagi." Sengaja aku menjawab dengan suara yang juga cukup keras. Aku harap jawabanku barusan bisa membuat istriku tidak marah nantinya. Aku harus bersiap menceritakan tentang Melda setelah ini. Aduh Miko cari masalah buatku aja, hanya berharap Kinanti tidak salah paham.Selama ini bukan aku bermaksud menyembunyikan tentang Melda dari Kinanti, hanya saja aku menunggu waktu yang tepa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status