Nada memutuskan untuk pulang, hari sudah sore dan ia sama sekali belum mendapatkan apa-apa. Terlalu fokus mencari jejak keberadaan suaminya membuat ia melupakan Nazril, seharian ini ia harus rela tanpa Nazril. Di saat ia hendak menghubungi Bi idah, Nada dikejutkan dengan tiga puluh panggilan tak terjawab dari nomor yang sama Akbar.Ya, dia lupa jika handphone miliknya memakai mode silent. Buru-buru Nada menghubungi balik Akbar. Ia takut ada sesuatu hal yang penting hingga Akbar melakukan panggilan sebanyak itu.Baru saja ia ingin menghubungi Akbar, Akbar sudah terlebih dulu menghubungi dirinya. Nada pun langsung mengangkat panggilan tersebut."Halo, assalamualaikum," sapa Nada pada Akbar."Waalaikumsalam, Mbak akhirnya teleponku diangkat juga. Akbar khawatir Mbak, ini sudah sore tapi belum juga pulang. Mbak sekarang di mana?"Serentetan pertanyaan Akbar layangkan untuk Nada, membuat Nada bingung sendiri pertanyaan mana yang harus dijawab terlebih dahulu."Maaf sudah buat kamu khawati
Nada tidak merasakan sentuhan apapun selain terpaan air hujan. Mata yang semula terpejam perlahan ia buka dan terlihat tiga orang pria tengah bertengkar. Dalam benaknya terus bertanya-tanya siapa sosok yang menghajar dua pria yang mengganggunya dirinya. Nada sungguh akan berterima kasih sebab orang tersebut sudah sudi menolong dirinya.Pria yang menolongnya itu terlihat memukul dengan keras dan tanpa ampun. Dua pria itu pun terkapar tak berdaya di atas jalanan. Samar, Nada tampak mengerutkan keningnya saat pria yang menolongnya itu membalikkan tubuh dan berjalan mendekat padanya. Ia seperti pernah melihatnya, entah mungkin hanya perasaanya saja. "Mbak baik-baik saja bukan?" Ucap pria itu seraya berjongkok mensejajarkan tubuhnya.Setelah saling berhadapan, Nada semakin yakin jika orang yang menolongnya adalah orang yang tadi ia temui. Orang yang hendak menolong dirinya."Kau..." Nada menggantung perkataanyaSeolah mengerti dengan maksud Nada, pria itu tersenyum. "Ya, ini aku. Ilha
Akbar semakin gelisah, pasalnya Nada tidak kunjung pulang. Di luar pun tengah hujan lebat. Akbar menyesal karena tidak ikut nada. Harusnya meskipun Nada bersikukuh ingin mencari sendiri, ia punya harus bersikukuh juga. Nada masih asing dengan kota Jakarta.Akbar kembali menghubungi nomor, Nada. Kali ini justru tidak aktif. Akbar dibuat semakin gelisah."Om, bunda belum pulang, ya? Ini sudah sore." Tiba-tiba saja Nazril datang dan berkata seperti itu membuat Akbar terkejut. Handphone di tangannya pun hampir terjatuh."Astaghfirullah!" Keluh Akbar."Maaf," sesal Nazril. Ia peka karena dirinya Akbar terkejut.Akbar tersenyum, ia lalu berjongkok. "Jangan meminta maaf. Om nya saja tengah melamun.""Bunda belum pulang, ya, om?" Nazril kembali berbicara seperti itu.Akbar menggeleng dengan begitu lemahnya."Belum. Om khawatir sekali dengan Bunda mu. Handphone miliknya pun sekarang gak aktif. Diluar hujan lagi."Tak ada raut sedih sedikit pun diwajahnya Nazril. Ia terlihat tenang."Nazril ya
Ilham terus menatap kepergian Nada. Sebenarnya, sejak pertama bertemu Ilham sudah merasakan sesuatu yang berbeda pada Nada. Namun, semuanya tiba-tiba hancur saat tahu Nada sudah memiliki anak. Itu artinya ia sudah menikah dan memiliki keluarga. Tentunya harapan dirinya hilang bukan?Ilham membuang napas kasar. Ia tidak menyangka saat hatinya merasa menemukan seseorang yang begitu mirip dengan mendiang istrinya, kini harus kandas karena dipukul keadaan. Keadaa yang membuat ia tidak mungkin bisa memiliki Nada."Oh Tuhan! Kenapa ini bisa terjadi? Kau mempertemukan aku dengan orang yang salah." Gumam Ilham. Lalu ia kembali masuk menuju apartemennya.Di dalam apartemen, Ilham sudah disambut sang putri. Dengan pandangan Lidya seperti mencari sesuatu."Kamu cari apa, Nak?" Tanya Ilham pada Lidya."Tante tadi mana, Yah?" Tanya Lidya."Sudah pulang, Baru saja ayah anterin sampai depan." Jawab Ilham."Ayah kok gak kenalin ke Lidya? Padahal Lidya mau kenalan.""Tantenya buru-buru. Anaknya nunggu
Saat ini Nada berada di dalam kamar. Terlalu khusu bermain membuat Nazril tak menyadari kedatangan dirinya.Nada terus menatap ke arah Nazril. Hatinya nenceos sedih. Sepertinya janji dan harapan yang dulu pernah ia katakan tidak bisa ia tepati. Ia tidak bisa menemukan keberadaan suaminya. Tak terasa air mata Nada pun terjatuh. Sungguh rasanya itu terlalu sakit. Saking sakitnya tidak mampu ia ucapkan dengan kata-kata. Hanya air mata menjadi pertanda betapa ia ingin secepatnya keluar dari masa sulit sekali ini.Nazril yang asyik sendiri, kini ia mulai menyadari kehadiran seseorang. Ia yang membelakangi kini perlahan berbaliknya dan melihat Nada berdirinya dengan menangis.Tentunya bocah itu pun bertanya-tanya, kenapa dengan bundanya? Tanpa banyak pikiran, Nazril langsung berlari menghampiri Nada. Lalu ia langsung memeluk pinggang Nada. Sebab tinggi Nazril memanggil sebatas pinggang."Bunda kenapa menangis? Apa ada orang yang menyakitimu Bunda? Mana? Biar Nazril pukul!" Ujar Nazril.Nad
Sekitar pukul sepuluh pagi, Nada dan Nazril pergi ke sekolah yang diberikan oleh Akbar. Nada begitu terkejut saat tahu jika alamat sekolah yang ia tuju adalah sekolah elit. Rasanya Nada serasa jadi orang yang paling rendah saja. Nada menatap pada Nazril yang ternyata saat ini begitu berbinar melihat kemegahan gedung berlantai dua itu. Nada menarik napas pelan, ia takut. Jika Nazril sekolah di tempat elit seperti ini , ia justru akan jadi bahan rundungan.Di era sekarang, lagi menyebar luas virus perundungan. Meksipun Nad tahu mereka masih kecil. Tapi... Jika melihat pengalaman di Lampung. Bukan tidak mungkin hal serupa akan terjadi."Kamu suka kalau sekolah di sini?" Tanya Nada pada Nazril.Nazril mendongak dan tersenyum seolah senyuman itu mengisyaratkan, jika apa yang Nada tanyakan adalah benar. Dirinya senang jika bisa sekolah di tempat elit seperti itu."Suka Bunda. Sekolah nya besar. Berbeda dengan sekolah Nazril yang dulu. Nazril mau sekolah di sini, Bunda," Ujarnya dengan ber
"Maaf, aku masih mampu membiayai sekolah Nazril. Aku tidak mau jika Anda memberikan beasiswa itu hanya karena rasa belas kasihan. Meskipun aku tahu aku memang tidak memiliki apapun. Tapi aku menolak tawarannya. Satu alasan pula jika aku menerima beasiswa itu bukan tidak mungkin aku malah berleha-leha. Setidaknya jika aku biayai sendiri, aku memiliki semangat untuk terus bekerja karena ada anakku yang harus aku nafkahi." Nada menolak tawaran Ilham, Ilham pun tidak memiliki alasan untuk memaksakan Nada. Ia sadar diri, dirinya hanyalah orang lain yang baru saja Nada kenali."Baiklah. Aku tidak akan memaksa. Maaf jika perkataan ku membuat kamu tersinggung." Ujar Ilham yang merasa tidak enak hati."Aku tahu maksud Anda baik. Tapi maaf aku bisa mengatasi sendiri."Di dalam pikirannya, Nada terus berdebat sendiri. Untuk sekarang dirinya tidak memiliki uang, tapi di dalam dompetnya ada black card milik Akbar.Akbar memintanya untuk menggunakan kartu tersebut. Namun, ia berpikir ulang untuk t
Nada berhenti tertawa, ia teringat akan tujuannya menemui Akbar. Bukan untuk menangis di depan Akbar melainkan untuk mengembalikan black card milik Akbar. Yang tidak ia pakai sama sekali, ia tidak ingin merepotkan."Mbak hampir lupa," tutur Nada. Ia menjeda perkataannya lalu terlihat seperti sedang mengambil sesuatu dari tasnya."Ini," Nada menyerahkan black card pada Akbar.Akbar mengerut kan keningnya. Kenapa Nada malah memberikan padanya? Bukankah dirinya sudah bilang untuk Nada pakai. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah Nazril.Karena tak kunjung diambil, Nada pun meletakkan black card tersebut di atas meja. Di samping laptopnya." Kenapa di kembalikan? Akbar kan sudah bilang. Agar Mbak pakai kartu ini untuk memenuhi kebutuhan Nazril. Terutama kebutuhan sekolah " tutur Akbar.Nada menghela napas, lalu ia mulai berbicara. "Mbak tidak mau menyusahkan kamu Akbar. Lagi pula setelah Mbak pikir kita samasekali tidak memiliki hubungan apapun. Kamu bukan adikku, atau saudara atau apa pun. Ki
Satu tahun kemudian....kehidupan Nada begitu penuh warna, keputusannya untuk menikah dengan Akbar adalah sesuatu yang tepat. Bagaimana tidak Akbar begitu sangat mencintainya, sangat menyayanginya sampai-sampai Nada serasa diratukan oleh Akbar.Tepat satu tahun pernikahan mereka dan penantian lama mereka berdua akhirnya Nada dan Akbar mendapatkan berita bahagia. Di mana dokter mengatakan jika saat ini nada Tengah mengandung 4 Minggu, kebahagiaan itu tentunya terasa berkali-kali lipat.Di usianya yang mungkin menurut orang sudah tak mudah lagi, ia harus kembali merasakan mengandung dan melahirkan. Bagi Nada itu bukan suatu persoalan. karena anak adalah rezeki, anak adalah titipan yang tidak mungkin ia tolak.Selain kehidupan Nada yang penuh dengan warna dan kebahagiaan. kehidupan Sofie pun perlahan membaik, dia kini sudah mantap untuk berhijab menggunakan gamis panjang sama seperti Nada.Hubungan dengan orang tuanya pun masih sama hanya saja tidak renggang seperti dulu. sesekali Sofi s
Keesokan paginyaHari ini adalah pagi pertama Nada memerankan perannya sebagai seorang istri yang baik. Setelah tadi melakukan salat bersama sang suami, nada langsung turun dan memasak untuk sarapan keluarga kecilnya tak lupa Sofi ikut turun membantu Nada.Biasanya Kayla dan asisten rumah tangga yang melakukannya. Namun karena Nada sudah kembali maka ia melakukannya sendiri. sedangkan Kayla dia pulang begitu juga dengan Ilham dan Lidya.Mengingat kejadian semalam, Nada berharap semoga Kayla dan Ilham diberikan jalan yang terbaik. Nada begitu yakin jika Kayla bisa mengatasinya."Kenapa malah turun? Tetaplah di kamar. Jika sudah selesai Mbak panggil kamu." Titah Nada pada Sofi. Saat wanita itu tiba-tiba ada di dekatnya.Sofi menggeleng, ia malah membawa pisau dan mulai membantu Nada memotong sayuran. "Aku bukan tamu, Mbak. Jadi biarkan aku membantu. "Nada tertawa kecil, "Baiklah lakukan yang kamu mau. Mbak justru senang jika kamu seperti ini. Tidak merasa seperti tamu. Bersikaplah seola
Saat ini Akbar berada di dalam kamar dia dan nada. kamar yang harusnya menjadi saksi penyatuan mereka dan terpaksa harus tertunda karena sebuah insiden yang sama sekali tidak mereka duga.Kelopak bunga mawar berbentuk hati menghiasi kasur pengantin baru yang tertunda itu l. kelopak bunga mawar yang kemarin diganti karena yang dulu sudah mengering.Hiasan ornamen pengantin baru saja masih terpasang indah di sana. Lampu kelap kelip-tirai cantik dan juga kelopak bunga mawar segar pemandangan indah di kamar pengantin baru yang tertunda itu.Entah kenapa Akbar merasa nervous saat ingin menyambut nada, dia berulang kali menelan salivanya, berulang kali memegangi telapak tangan yang terasa dingin. Ia bingung apa yang harus mereka lakukan setelah berada di dalam kamar berdua saja?Jika boleh jujur Akbar sama sekali tidak memiliki pemikiran untuk meminta haknya yang seharusnya satu minggu lalu ia terima. Iya nervous dan bingung hanya karena untuk pertama kalinya mereka akan berada di dalam sat
Karena waktu semakin malam, Nada pun membawa Sofi ke kamar yang akan menjadi miliknya. Kamar tersebut berada di samping kamar Nazril."Ikut Mbak ya. Mbak akan tunjukkan kamar milikmu." tutur Nada "Aku malu Mbak," ucap Sofi "Kenapa harus malu? Tidak ada yang mempermalukan kamu." seru Nada karena pada dasarnya memang iya. "Aku sepertinya menyusahkan kamu, Mbak. mungkin aku lebih baik tinggal di rumah orang tuaku saja." Mendengar hal itu membuat Nada menatap Sofi dengan tatapan penuh tanda tanya.."Tinggal di rumah orang tuamu yang sama sekali gak pernah menganggap kehadiranmu. Orang tua yang selalu menyakiti perasaanmu, bukankah Mbak sudah bilang, Mbak rela kamu kembali ke orang tuamu asalkan mereka benar-benar mau menerima kamu. karena walau bagaimanapun yang namanya ikatan anak dan orang tua nggak ada yang bisa terputus. Enggak ada yang namanya mantan anak apalagi mantan orang tua. Orang tua kamu aja yang terlalu egois. pokoknya kamu tenang Mbak akan urus masalah ini. Bukan berarti
"Bagaimana, kau mendengarnya sendiri bukan? apa yang diinginkan oleh Lidya." tanya Nada kepada Kayla saat obrolannya dengan Lidya berakhir.Kayla mengganggukan kepalanya dengan posisi masih menyendirikan punggungnya pada dinding. Tubuhnya mendadak terasa lemas."Lalu apa yang harus aku lakukan? Sedangkan aku sendiri saja bingung, bagaimana caranya menyayangi dia. Ayahnya saja tidak aku cintai tidak aku sukai. Bagaimana dengan anaknya?" tanya Kayla pada Nada."Cobalah posisikan dirimu sebagai Lidya. Bagaimana posisi kamu Jika kamu seperti Lidya, orang tua salah satunya sudah meninggal, lalu salah satunya harus menikah lagi." tanya balik Nada pada Kayla ."Cobalah untuk memperbaiki diri, ya. Aku tahu, aku sendiri saja bukan manusia yang sempurna. Bukan manusia yang baik, tapi setidaknya aku selalu ingin membuat diri ini ada gunanya di mata orang lain. kandang aku selalu berpikir hidupku ingin bermanfaat bagi orang lain. Tidak apa-apa jika aku terluka yang penting orang lain bahagia, kar
Nada menatap Lidya yang baru saja pergi, bahkan menabrak dirinya tanpa mengucapkan maaf. Nada merasa telah terjadi sesuatu antara ayah dan anak itu. Hingga membuat gadis tujuh tahun itu tidak sedikitpun meminta maaf. Padahal, Lidya begitu dekat dengannya dan Lidya begitu hormat padanya.Melihat hal ini, Nada harus turun tangan. Ia harus bisa mengatasi masalah yang terjadi antara ayah dan anak ini."Ada apa dengan Lidya? Kenapa dia terlihat begitu marah?" tanya nada kepada Ilham saat ia baru saja sampai di hadapan Ilham.Ilham yang kalau itu Tengah terduduk lemas, seraya menyenderkan punggungnya pada senderan kursi, hanya bisa membalas pertanyaan Nada dengan sebuah helaan nafas yang sangat panjang. sepertinya dia belum siap untuk bercerita.Lama terdiam, akhirnya Ilham buka suara."Apa yang harus aku lakukan? Lidya marah padaku gara-gara aku akan menikah lagi. Dia enggak suka pada Kayla." Ucap Ilham dengan lemesnya dan tak bertenaga.Sudah Nada duga, jika terjadi sesuatu dengan Ilham d
"Lidya tunggu jangan lari, nak!" teriak Ilham pada Lidya yang pergi meninggalkan sang Ayah.."Jangan mengikuti Lidya, yah! Pergi urus saja wanita itu!" teriak lagi Lidya dia masih terus berjalan."Dengerin Ayah, nak, jangan seperti ini. Ayah mohon," pinta Ilham. Ilham sedih karena anak seusia sang anak bisa memberontak seperti ini.Lidya berhenti, dia tidak lari lagi. Dia membelakangi sang ayah, sementara sang ayah terengah-engah Karena kelelahan mengejar dirinya.."Tolong dengarkan dulu perkataan ayah. Jangan seperti ini," pinta lagi Ilham.Lidya membalikkan tubuhnya hingga ia bisa bersitatap dengan sang ayah. Yang mana kala ini Tengah berjongkok, Karena kelelahan dan hampir kehabisan napas."Dengerin apa, Yah? Meskipun Ayah tidak memberitahu Lidya, tapi Lidya tahu yang namanya ibu tiri itu jahat. Contohnya teman Lidya di sekolah. Dia sering bilang kalau dia sering dipukul sama ibu tirinya. Dia juga suka bilang perhatian ayahnya hilang, lalu apa bedanya sama Lidya. Ayah sendi
Sekitar pukul tujuh malam mereka sampai di rumah Nada. Nada kini bisa menginjakkan lagi kakinya di rumahnya, setelah seminggu lebih ia di Bogor.Di depan pintu sudah ada Nazril. Ia langsung berlari dan memeluk Nada. Kedua menangis bahagia."Bunda, Nazril rindu bunda. Bunda tidak apa-apa kan? Bunda enggak akan pergi-pergi lagi kan?" Ujar Nazril dalam pelukan Nada."Bunda janji, tidak akan ke mana-mana lagi. Bunda akan selalu bersama Nazril." Ucap Nada seraya mengecup kening Nazril. "Nazril apa kabar, sehatkan? Selama bunda gak ada Nazril kuat kan? Bunda Percaya kamu pasti selalu mendoakan Bunda. Dan qodarullah inilah kekuatan doamu. Bunda bisa pulang dan bertemu kembali dengan Nazril," lanjut lagi Nada dengan tidak hentinya membanjiri pipi Nazril dengan ciuman kerinduan. Antara bunda dan anaknya.Pelukan mereka terurai, Nada mengusap-usap kepala dan pipi Nazril. Ia tengah meyakinkan dirinya jika ini bukanlah mimpi tapi sungguhan."Apakah Nazril hanya merindukan bunda? Ayah enggak?" Uca
Nada, Akbar dan Sofi berjalan beriringan. Jika Nada digenggam oleh Akbar. Maka Sofi digenggam oleh Nada. Sofi merasa sedang diperhatikan oleh seorang kakak. Ia menyukainya.Dari kejauhan Ilham melihat tiga orang ini berjalan ke arahnya. Namun,. Ilham tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada itu. Ilham pikir mungkin itu temannya Nada. Tapi.... teman yang mana? Inikan di Bogor. Mana mungkin Nada memiliki teman di sini selain Sofi.Saking memikirkan karena tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada. Ilham sampai tidak menyadari kedatangannya mereka. Lalu tepukan di bahu Ilham mampu menyadarkan dirinya.Rupanya itu Akbar, yang menepuk pundak Ilham lalu berbisik " Jaga mata, jaga hati. Ingat di Jakarta ada yang menunggu."Bugh...Ilham memukul punggung Akbar. Karena sang adik sudah lancang berkata seperti itu. Lalu Akbar kembali berbisik. "Dia Sofi, gadis yang tadi. Cantik kan?" Akbar malah semakin menggoda sang kakak.Akbar menyukainya saat menggoda Sang kakak, ia bahkan selal