“Kau yang merawatku?” Mula-mula Richard menajamkan pandangannya ke arah Logan sembari mencabut jarum-jarum akupuntur yang masih menancap di tubuhnya. “Terima kasih, jika umurmu panjang, aku akan membalas budi baikmu ini,” imbuh Richard tanpa menunggu jawaban dari Logan.Menyaksikan pasiennya yang nyaris sekarat kini tampak sehat dan baik-baik saja, Logan menyadari betapa jauhnya level kekuatan Richard dengan semua orang yang pernah ditemuinya.“Logan,” Hazelle King memanggil anak buahnya seraya maju selangkah untuk berada lebih dekat dengan Richard. “Tinggalkan kami berdua. Aku ingin berbicara empat mata dengan adikku.”Logan mengangguk, “Baik, Boss.”Hal pertama yang dilakukan Hazelle adalah menempeleng kepala Richard. “Kupikir aku tak akan melihatmu bernapas lagi. Sial!”Richard menggosok kepalanya, di dalam rasa nyeri yang diakibatkan oleh pukulan Hazelle King, Richard menyadari ada kekhawatiran besar di sana. Tak bisa dipungkiri lagi jika Hazelle dari dulu hingga saat ini memang m
Ketika Richard mendengar prediksi Hazelle tentang kematian Daisy, kepalan tangan Richard nyaris menghantam mulut Hazelle. Meski hanya sebuah prediksi, hal itu membuat jantung Richard seperti disiram air mendidih.Melihat bagaimana perubahan ekspresi yang tampak di wajah Richard, Hammer bergerak cepat dan hendak memberi tendangan tepat ke lengan Richard. Hammer tak sudi andai tuannya dipukul oleh seorang Richard Forger.“Berani-beraninya kau menatap Tuan Mudaku seperti itu?!” Hammer meneriakkan kekesalan seraya mengayunkan kakinya dengan kecepatan yang mustahil bisa ditangkis oleh manusia pada umumnya.Sedetik sebelum tendangan itu mendarat di titik sasaran, tangan kanan Richard telah terlebih dahulu mencengkeram kaki Hammer.“Paman Hammer, jika tendanganmu mengenai pundakku, bisa jadi Hazelle akan menghabisi nyawamu saat ini juga. Untung saja seranganmu masih terlalu lamban dan mudah ditangkis.”Mendengar kalimat Richard, harga diri Hammer seperti sedang diinjak-injak. Ia ingin membal
Hammer tersenyum tipis setelah mendengar tudingan dari Richard. Sejenak ia menatap mata Hazelle lalu dengan suara serak ia bergumam, “Semua orang memiliki hak untuk membuat tuduhan, termasuk adik anda, Tuan Muda. Bahkan, Tuan Muda juga berhak untuk mempercayai ucapannya. Aku tak keberatan andai harus tewas di tangan pemuda yang sedari kecil kurawat seperti anakku sendiri.” Richard tersenyum masam, tak menduga jika kalimat seperti itu yang akan Hammer ucapkan kepada Hazelle. Richard cukup mengenal sang kakak, Hazelle merupakan pria dengan isi kepala yang rumit. Hazelle bisa menjadi pembunuh berdarah dingin sekaligus di waktu yang sama, ia adalah pria setia yang penuh belas kasih. “Jangan terpengaruh ucapannya, Hazelle. Berpikirlah dengan jernih. Apakah kau sempat melihat Paman Hammer melakukan aktivitas mencurigakan atau semacamnya? Ingat, bersikap waspada bukanlah sebuah dosa.” Hazelle King mulai merasakan kepalanya dipenuhi kebimbangan. Jika benar Hammer adalah sosok yang memerinta
Pohon-pohon Rosewood raksasa yang bertebaran di hutan Sangorufu membuat sinar matahari gagal menembus ke bagian dalam hutan. Tak heran, suasana siang itu masih terlihat remang-remang dan hawa dingin tetap mendominasi seluruh sisi hutan.Hanya saja, Richard Forger merasakan ada hawa dingin lain yang perlahan-lahan merayap menusuk-nusuk hingga membuat ngilu tulang belulangnya. Perkara hawa dingin yang menusuk itu, Richard cukup mampu untuk mentoleransi. Tetapi, ada hal lain yang membuat jantungnya berdebar kencang. Potongan-potongan ingatan tiba-tiba muncul di kepala Richard, datang silih berganti. Suara tangisan menggema ditambah dengan suara teriakan yang memekakkan telinga.Itu semua adalah suara Richard sendiri saat ia berusia tujuh tahun.***Kastil Naga Langit, Manoko.Richard King sedang berlari menyusuri lorong kastil demi mendatangi ruang latihan sang kakak, Hazelle King.“Hazelle, kau sudah berjam-jam berlatih. Sekarang waktunya kita bermain…”Richard King yang saat itu masih
Baik Richard kecil maupun Hazelle kecil sama-sama tak memiliki gambaran apapun tentang insiden apa yang sedang terjadi di malam itu. Yang jelas, kedua ibu mereka masih tetap menangis, meski kali itu tidak menyuarakan isakannya sekeras beberapa waktu sebelumnya. “Ayah, apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Hazelle bertanya pada Alexander King mengingat ibunya hanya bisa menangis bahkan ketika Hazelle mengajukan pertanyaan. Alexander King menggelengkan kepala lalu mendongakkan dagunya ke depan. “Sebentar lagi kita akan tiba di aula, bersabarlah sedikit.” Richard diam membisu, beberapa hari terakhir, ayah dan ibunya memang teramat sibuk mengurusi ‘pekerjaan’ mereka. Bahkan ketika Richard menyebut ingin kedua orangtuanya hadir merayakan ulang tahunnya, si kepala pelayan memberi tahu bahwa Alexander King dan Lyssa Forger sedang menangani perkara yang genting. Ketika tempo hari Richard menanyai kepala pelayan tentang urusan apa yang bisa membuat orang tuanya mengabaikan hari ulang tahun s
Tak ada yang berani menjawab pertanyaan Hazelle. Bahkan, hingga keesokan harinya Hazelle dan Richard dimasukkan ke dalam laboratorium Naga Langit, baik Lumine maupun Lyssa tak ada yang berniat memberi jawaban. Rasanya, terlalu menyakitkan bagi seorang ibu untuk mengatakan bahwa putra mereka sedang berada dalam perjalanan menjemput kematian. “Kita akan baik-baik saja kan, Hazelle? Ingat, kau sendiri yang mengatakan itu padaku…” Richard merengek saat keduanya telah berada di dalam ruangan laboratorium. Berbeda dengan respon Hazelle yang menenangkan di malam sebelumnya, kali itu Hazelle menangkis tangan Richard dengan ekspresi marah. Dan, sejak hari itu Richard benar-benar tak pernah mendengar Hazelle berbicara. “Hai, aku Neil yang akan mendampingi kalian di sini,” sapa seorang pria muda yang merupakan kepala ilmuan di laboratorium Naga Langit. Neil menyambut Richard dan Hazelle dengan senyuman yang terkesan dipaksakan. Bagaimanapun, Neil sebenarnya tak tega karena keberhasilan uji co
Laboratorium Red Skull menjadi sangat sibuk ketika kabar bangkitnya kekuatan Richard Forger telah terjadi. Akhirnya, apa yang menjadi harapan besar Hammer Moriarty akan segera terwujud.Setelah sekian lama Hammer Moriarty menjadikan dirinya sendiri serupa sampah di dalam keluarga Alexander King, saat ini ia memiliki peluang untuk membalikkan keadaan. Jika rencananya kali ini berhasil, Naga Langit bisa ia hancurkan dengan sangat mudah.“Tuan Muda Hazelle, mengingat keberadaan kita di pulau Sangorufu ini telah ditolak oleh adik anda, bagaimana jika kita pergi ke suatu tempat? Saya ingin mempertemukan anda dengan Jack Marshal.” Hammer Moriarty yang masih berada di tepian pulau Sangorufu tampak mengajukan penawaran kepada Hazelle.Saat mendengar nama Jack Marshal disebut oleh Hammer, Hazelle menganggukkan kepala tanpa ragu. Jack Marshal adalah mantan ilmuan termuda yang dimiliki oleh Naga Langit dan menjadi satu-satunya murid Neil yang selamat pasca kehancuran laboratorium Naga Langit. Pa
Ancaman yang baru saja diucapkan oleh Richard telah membuat Jack Marshal merasa terhina. Jack menggebrak pintu ruangannya dan bersiap pergi ke pantai selatan Sangorufu. Hanya saja, ketika ia baru saja melangkah keluar dari ruangannya, salah seorang anggota Red Skull menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. “Boss, kami menemukan sesuatu yang tidak beres…” ucap Chena, anak buah Jack yang bertugas memantau hutan Sangorufu dari jarak jauh. Jack yang tadinya telah menumpuk kemarahan, saat itu mencoba untuk mengendalikan amarahnya tepat saat ia melihat layar tablet yang ditunjukkan oleh Chena. Nyatanya, ada yang tidak beres di sana. “Tidak ada aktivitas getaran apa-apa di sekitar danau lumpur bahkan beberapa waktu setelah Ginny Torres memancing amarah Richard, Boss,” ucap Chena lagi seraya menunjuk ke arah layar tabletnya. Jack Marshal menelan ludah, menurut jurnal milik Neil yang telah dicuri oleh Jack, Neil menyebutkan ada beberapa tanda jika seorang mutant telah membuka gerbang awakening