Hallo... Blue Ice di sini! Maaf ya, sepertinya Mimin akan merevesi Novel ini. Mimin sudah membaca ulang novel ini dan merasa tidak puas. Sampe mimin mikir kenapa bisa sejelek ini? Untuk itu, Mimin mulai perbaikan dari BAB 7 dengan beberapa penambahan untuk memperjelas alur dan konflik cerita. Tapi mimin jamin alurnya masih sama sampai di BAB tebaru ini. Maaf ya Readers...
Langit sudah mulai gelap ketika Abizar tiba di kafe tempat Keyra bekerja. Hari ini jadwalnya padat untuk kegiatan sekolah. Makanya dia pulang terlambat.Abizar memarkir motornya dengan cepat dan berjalan masuk. Pandangannya langsung menyapu ruangan, mencari sosok gadis yang seharusnya berada di balik meja kasir atau sibuk mengantarkan pesanan pelanggan.Tapi tidak ada! Keyra tidak ada di sana. Perasaan tidak enak mulai menjalar di dadanya.Abizar melangkah cepat ke arah seorang wanita berambut sebahu yang sedang membersihkan meja. "Permisi Kak!" panggilnya, suaranya sedikit terburu-buru.Kak Devina menoleh dan terbelalak. Dia cukup kaget melihat kedatangan Abizar."Eh, kamu yang kemarin datang bareng Keyra, kan? Ada apa? Mau pesan sesuatu?" tanya Kak Devina.Abizar menggeleng. "Keyra mana? Kok aku nggak lihat dia di sini?"Devina tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Keyra? Aku juga nggak tahu, dia nggak masuk kerja hari ini. Katanya ada urusan, tapi dia nggak bilang apa."Ab
Keyra berdiri di ambang pintu rumah barunya, menghirup udara malam yang segar. Rumah ini jauh lebih sederhana dibanding rumah Abizar, tetapi tetap terasa megah dengan desain klasik yang elegan.Dindingnya berwarna krem lembut, berpadu dengan perabotan kayu yang memberi kesan hangat. Jendela-jendela besar menghadap taman belakang yang ditumbuhi berbagai bunga, sementara pepohonan rindang mengelilingi halaman, menciptakan suasana damai yang begitu didambakannya.“Ibumu pasti akan menyukai rumah seperti ini. Dia selalu bilang, tempat terbaik untuk tinggal adalah tempat yang bisa membuat hati tenang,” ucap Nenek tiba-tiba.Keyra menoleh dengan cepat. Lagi-lagi Nenek membahas soal ibunya. Rasa penasaran Keyra kembali memenuhi pikirannya. Pasalnya, Sang Ibu seperti menghindar jika ditanyai mengenai keluarga Bimantara.“Emnnt..., Nek. Sebenarnya apa Nenek benar mengenali ibuku?” tanya Keyra dengan hati-hati.“Tentu saja!” kata Nenek dengan tersenyum lembut.Lalu meraih tangan Keyra, mengaja
Hari berikutnya...Keyra melangkah ke dalam kelas dengan langkah ringan. Senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan, seakan dunia terasa lebih cerah dari biasanya. Kedamaian yang dia dapatkan di rumah baru benar-benar membuatnya lebih bebas, tanpa beban yang menghimpit.Dia duduk di bangkunya sambil menyusun buku. Namun, tak waktu lama Giselle dan Ririn, mendekatinya dengan tatapan penuh selidik. Mereka melihat ada aura yang berbeda dari Keyra."Keyra…" Giselle menyipitkan mata curiga. "Kenapa dari tadi kamu senyum-senyum sendiri? Pagi-pagi udah happy banget, kayak orang baru dapet jackpot!" kata Giselle.Ririn ikut menyilangkan tangan di dada. "Iya, Ra! Kita jadi penasaran, nih! Ada kabar gembira apa? Jangan-jangan kamu udah jadian sama cowok baru?" godanya sambil menyenggol lengan Keyra.Keyra hanya terkekeh kecil, menutup mulutnya seolah menyimpan rahasia besar. "Ah, enggak kok. Aku cuma... lagi bahagia aja," katanya dengan nada misterius."Kok jawabannya ngegantung sih!" protes Gis
Sepulang sekolah, Giselle, Ririn, dan Kevin menuju tempat Keyra. Ketiganya naik mobil Kevin, sementara Keyra dengan motor ninjanya menjadi pengarah jalan.Awalnya mereka merasa daerah tempat tinggal Keyra terbilang jauh dari sekolah. Apalagi saat mereka memasuki sebuah kawasan yang jarang bangunan, membuat tiga tamu itu merinding.“Ini beneran mau ke rumah Keyra, kan?” gumam Giselle, dia sudah memeluk Ririn lantaran takut dengan jalan yang semakin sepi.“Percaya sama Keyra! Dia pasti nggak nge-prank kita,” ujar Kevin yang duduk di kursi kemudi, meski dalam hati dia juga bertanya-tanya. Sejak kapan Keyra tinggal di tempat sesepi ini?Begitu mobil memasuki area rumah Keyra, suasana di dalam mobil berubah menjadi hening. Mata mereka melebar melihat keindahan yang terpampang di sana.Ketiga murid SMA itu bergegas keluar mobil. Keyra menyambut mereka dengan tangan terentang. “Selamat datang di rumahku!” seru Keyra.“Gila…” Giselle berbisik kagum saat melihat rumah yang berdiri di hadapan m
Keyra menghela napas panjang, menyadari bahwa ia tidak bisa menghindari pertanyaan teman-temannya lebih lama. Dengan terpaksa, ia mulai menjelaskan hubungannya dengan Abizar."Jadi begini..." Keyra menatap mereka satu per satu, memastikan mereka benar-benar mendengarkan."Nenek Bimantara itu memang neneknya Abizar. Tapi, beliau juga mengenal ibuku sejak lama. Dulu, mereka cukup dekat, dan setelah orang tuaku berpisah, aku merasa nggak bisa tinggal satu rumah dengan Keyla dan ayah. Makanya, Nenek Bimantara menawarkan bantuannya," sambung Keyra.Giselle dan Ririn bertukar pandang, sementara Kevin tetap diam, hanya menatap Keyra dengan ekspresi yang sulit ditebak. Keyra duduk di sofa, berusaha lebih rileks untuk lanjut menjelaskan."Tapi kenapa rumah sebesar ini ditinggali sendirian?" tanya Ririn penasaran.Keyra mengangkat bahu, mencoba bersikap setenang mungkin. "Nenek sebenarnya ingin menempatkan beberapa orang untuk menemani dan menjagaku, tapi aku menolak. Aku lebih suka sendiri. La
Senja mulai beranjak pergi, meninggalkan jejak warna jingga yang perlahan menggelap di langit. Magrib hampir tiba, dan satu per satu teman-teman Keyra mulai bersiap untuk pulang."Ra, kita pulang dulu, ya. Udah hampir magrib nih," ujar Giselle sambil memasukkan buku ke dalam tasnya."Iya, jangan lupa kunci pintu," timpal Ririn, menyengir usil. "Siapa tahu ada yang menyelinap masuk ke rumah ini. Eh, atau malah ada yang sudah menyelinap dari tadi?" Tatapan mereka langsung tertuju pada Keyra yang sedang membereskan meja. Gadis itu langsung menghela napas panjang, tahu arah pembicaraan mereka."Giselle, Ririn, jangan mulai!" Keyra melotot kesal.Kevin yang sedari tadi diam hanya menggelengkan kepala. "Kalian nggak bosan menggoda Keyra?""Mana bisa? Ini hiburan gratis!" sahut Giselle dengan tawa kecil.Keyra mendengus. "Dengar, ya! Setelah ini, aku bakal langsung usir Abizar. Jadi, berhenti pikir yang aneh-aneh!""Yaelah, Ra. Padahal untung di kamu bisa lihat pemandangan tiap hari. Kita a
Keesokan paginya, sinar matahari yang menembus tirai jendela membangunkan Keyra dari tidurnya. Dengan malas, ia meraih ponsel dan melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Gadis itu segera bangkit, bersiap untuk mandi.Keyra meraih botol air minum yang ada di atas meja. Perutnya terasa tak nyaman dari tadi malam. Minggu ini sudah masuk siklus rutin bulanannya. Dia selalu sulit tidur apabila tamu bulanannya datang. Makanya Keyra bangun kesiangan.Setelah mengumpulkan niat, Keyra segera bangkit untuk mandi. Tak lama kemudian, gadis itu sudah keluar dengan kondisi lebih segar.Setelah berganti, Keyra mengambil tas sekolahnya dan segera keluar kamar. Dia sedikit bersenandung riang saat berjalan menuju teras.Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara gaduh dari arah dapur. Keningnya berkerut heran. Siapa yang ada di dapur sepagi ini?Dengan rasa penasaran, ia melangkah ke dapur dan langsung membelalakkan mata. Di sana, Abizar tengah sibuk berusaha memasak sesuatu di at
Sepulang sekolah, Keyra tidak langsung meninggalkan parkiran. Dia masih duduk di atas motornya. Satu hal yang harus dia lakukan terlebih dahulu sebelum ke Kafe tempatnya bekerja.[Awas jika kau muncul di Kafe! Teman-temanku mulai curiga tentangmu. Jangan mengacau lagi!]Keyra mengirimkan pesan itu ke Abizar yang saat ini masih belum kelihatan di parkiran. Setelah memastikan pesan itu centang dua, Keyra segera menggunakan helmnya dan meninggalkan sekolah.Gadis itu tak menunggu pesan dibaca oleh Abizar. Yang pasti, jika Abizar berani datang, dia akan memberikan perhitungan. Begitu tiba di Kafe, Keyra langsung turun dari motor. Sudah banyak pelanggan yang datang, jadi dia harus segera bersiap.Dia berjalan lurus menuju ruang pegawai. Akan tetapi, belum sempat dia menyentuh gagang pintu, Kak Devina menghampirinya dengan wajah sedikit cemas."Keyra, ada seseorang yang menunggumu sejak tadi," kata Kak Devina.Keyra mengernyit heran. Siapa yang mencarinya? Kak Devina menunjuk ke salah satu
Beberapa hari berlalu, Keyra seutuhnya telah menjadi tahanan rumah. Dia sekarang tak jauh beda dengan burung dalam sangkar. Setiap pergerakannya dibatasi dan diawasi.Keyra tak bisa lagi bekerja paruh waktu. Bahkan sekedar datang kafe untuk memberitahu ibu Kevin bahwa dirinya mengundurkan diri pun tak bisa. Hanya pesan singkat melalui chat yang bisa Keyra kirimkan kepada Kevin.Lantaran kejanggalan yang terjadi beberapa hari ini, Kevin menarik Keyra saat istirahat tiba. Kevin sengaja melakukan hal itu karena Keyra biasanya akan langsung menghilang saat bel istirahat sudah berkumandang. Hari ini, dia tak akan ketinggalan lagi.“Lepas Vin! Kita mau kemana, sih?” sentak Keyra berusaha melepaskan cekalan Kevin.“Ikut aku bentar, Ra. 5 menit aja!” ujar Kevin tanpa menoleh.Pemuda itu berjalan lurus membelah koridor yang mulai ramai. Kevin juga sudah mengancam ke Giselle dan Ririn agar tak mengekori. Dia butuh ruang untuk bisa menanyakan banyak hal yang membuatnya curiga.Di sudut koridor d
"Kak, sebenarnya ada apa sih? Mama tiba-tiba berubah pikiran... Aku merasa ada yang disembunyikan dariku,” tanya Keyra.Saat ini mereka dalam perjalanan menuju sekolah. Kak Rangga hanya tersenyum kecil, pandangannya tetap fokus ke jalan."Sudah kubilang, ini demi kebaikanmu, Keyra. Fokus saja dengan sekolahmu,” jawab Kak Rangga.“Tapi Kak-”“ Jangan mikir yang aneh-aneh Keyra! Mama tidak mungkin melakukan ini untuk menyakitimu. Jadi, percaya pada kami ya!” potong Kak Rangga cepat.Bahu Keyra perlahan luruh dengan tak semangat. Begitulah akhir obrolan singkat itu tanpa Keyra tahu jawaban yang dia inginkan. Beriktunya, hanyalah keheningan yang mengisi perjalanan itu. Keyra melenguh bosan menatap jalan tanpa minat.Sesuai dengan permintaan keluarga Bimantara, Keyra sekarang diantar jemput oleh Kak Rangga. Gadis itu menatap jendela mobil dengan menopang dagunya. Helaan napas beberapa kali sudah keluar dari bibirnya.Dia sangat ingin memberontak agar bisa bebas dari keluarga Bimantara. Aka
Pagi harinya, Keyra menatap tampilan wajahnya di cermin. Matanya masih sayu dengan lingkaran hitam samar membuatnya seperti Panda. Gadis masih penasaran dengan sikap Ibu mertuanya semalam. Kesalahan apa yang sudah dia perbuat?Semalaman Keyra terus memikirkan alasan paling masuk akal yang bisa memancing amarah Tante Sandra. Namun semakin keras dia mencoba, kepalanya seperti akan meledak. Sampai-sampai Keyra tak bisa tidur karena belum bisa tenang.Gadis itu mengecek jam di arloji yang melingkar di pergelangan kirinya. Desahan lelah keluar dari bibirnya melihat sudah pukul 7 pagi. Dia harus berangkat sekolah. Jujur saja, Keyra ingin membolos.“Aih, apa sih, Keyra?! Semangat dong!” Keyra menepuk pipinya cukup keras. Tak seharusnya dia bermalas-malasan dalam menuntut ilmu.Dengan memaksakan diri, Keyra meraih tas ranselnya. Semoga saja dia tak salah memasukan buku ke dalam tas itu karena untuk saat ini, Keyra sangat malas untuk mengecek kembali bawaannya.Entah sejak kapan barang-barangn
Mobil putih perlahan melambat saat memasuki kediaman Bimantara. Mobil itu berhenti di depan teras utama. Sopir berlari keluar duluan untuk membuka pintu. Tante Sandra keluar terlebih dahulu, lalu seharusnya Keyra yang berikutnya keluar baru Abizar. Namun Keyra masih sibuk berperang dengan pikirannya sehingga tak menyadari mobil sudah berhenti. Abizar yang duduk di sebelahnya sampai harus menepuk pundaknya. Keyra langsung tersentak, tertarik kembali ke kenyataan. “Kita udah sampai. Ayo turun dulu!” kata Abizar. “O-oh... Emm, Mama mana?” tanya Keyra yang baru sadar Ibu Mertuanya tidak ada di sebelah. “Mama udah masuk duluan. Makanya jangan melamun terus sampai nggak sadar,” cibir Abizar. Keyra tertawa canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Gadis itu segera melangkah keluar mobil dengan ragu. Abizar menghela napas saat Keyra masih berdiri di tempat. “Ayo masuk!” ajak Abizar. “Tunggu, Zar! Kamu tahu alasan Mama memanggil kita ke sini?” tanya Keyra. Abizar menggeleng.
Keyra sibuk melayani para pelanggan, bekerja dengan cekatan sambil mengantar pesanan dengan senyum ramah. Untungnya, hari ini terasa lebih tenang. Tidak ada Abizar yang mengawasinya di tempat kerja, membuatnya merasa sedikit lebih bebas.Sudah seminggu ini Abizar tak lagi menganggu Keyra di tempat kerja. Terkadang dia hanya menjemput Keyra saat pulang. Itu pun dengan berhenti jauh dari Kafe supaya tidak menarik kecurigaan.‘Dia jadi lebih lucu jika menurut begini. Seperti Puppy!’ Tanpa sadar Keyra tersenyum geli saat pikiran itu melintas di otaknya. Kak Devina yang memperhatikan Keyra dari tadi mulai merinding. Dengan sedikit ragu, Kak Devina menepuk bahu Keyra.“Kamu oke, Ra?” tanya Kak Devina.Keyra sempat tersentak karena tepukan itu. Dia menoleh ke Kak Devina wajah polos yang kebingungan.“Oke... Memangnya kenapa Kak?” balas Keyra.Kak Devina hanya bisa mencebik pelan. Rupanya gadis itu tak sadar jika sudah bertingkah aneh akhir-akhir ini. Sudahlah, lebih baik sekarang dia fokus k
Abizar semakin gencar mendekati Keyra. Dia tak pernah melewatkan kesempatan untuk berada di dekat gadis itu, baik di rumah maupun di sekolah. Dengan berbagai cara, Abizar selalu menemukan alasan untuk berbicara dengan Keyra, meskipun gadis itu seringkali berusaha menghindarinya. Namun, sekeras apa pun Keyra menolak, pesona dan ketulusan Abizar perlahan mulai meluruhkan pertahanannya.Bagaimana tidak? Abizar mulai nurut jika diberitahu. Dia juga sudah mengganti kendaraannya ke sekolah dengan mobil yang membuat sebagian besar nyinyiran untuk Keyra perlahan tenggelam. Pemuda itu benar-benar menunjukan niat untuk berubah seperti yang dia katakan sebelumnya.Akan tetapi, ada satu prilaku Abizar yang membuat Keyra jengkel. Di sekolah, Abizar semakin terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada Keyra. Seperti sekarang ini, Keyra mengeram pelan saat melihat ada Abizar yang berjalan mendekatinya dari ujung koridor.“Teman-teman, kalian duluan aja ke kantinnya, ya! Aku hari ini mau mampir ke p
Abizar duduk sambil bersedekap dada. Bibirnya maju beberapa senti dengan mata menyipit yang tak lepas dari dua orang di depan sana. Keyra mengambil mangkok dan sendok dibantu oleh Kak Rangga. Dengan hati-hati mereka memindahkan bubur ayam ke mangkok.Lantas, bagaimana dengan Abizar? Pemuda itu sudah menawarkan diri untuk membantu. Akan tetapi, Keyra langsung menegaskan padanya untuk duduk saja.Yang membuat Abizar tidak terima, Keyra tak menolak bantuan dari Kak Rangga juga. Sungguh, pemandangan di depannya itu sangat tidak menyenangkan. Entah kenapa Abizar merasa panas tanpa sebab.Selang beberapa menit, Keyra meletakkan dua mangkuk bubur di atas meja, satu untuk Kak Rangga dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Dia tersenyum lega, berpikir bisa makan dengan tenang sebelum berangkat sekolah. Namun, senyum itu langsung luntur saat dia mendengar suara gumaman protes di sebelahnya."Jadi... aku nggak dapet?" suara Abizar terdengar merajuk.Keyra melirik ke arah suaminya yang menatap dua m
Keyra tercekat di ambang pintu yang separuh terbuka. Seorang pria dengan jas rapi dan berdasi tersenyum ke arahnya. Di belakang pemuda itu ada sebuah mobil berwarna putih yang terparkir tepat di tengah halaman."Kak Rangga?!" lirih Keyra nyaris tak terdengar karena tenggorokannya mendadak kering.Dia tak menyangka akan kedatangan tamu tak terduga seperti Kak Rangga. Apalagi sebelum dirinya pindah beberap hari yang lalu, Kak Rangga masih di luar kota karena urusan pekerjaan. Kapan pria itu pulang?"Pagi, Keyra. Boleh aku masuk?" pinta Kak Rangga dengan tersenyum tipis.“Kakak, kapan pulang?” tanya Keyra.“Baru subuh tadi. Tapi Kakak masih mampir ke beberapa tempat sebelum ke sini. Kenapa?” tanya Kak Rangga.Keyra tak langsung menjawab. Dia menatap Kak Rangga dengan seksama. Dari raut wajah Kak Rangga, sepertinya Pria itu belum tahu jika Abizar juga pindah bersamanya.Lalu mata Keyra beralih ke kantong plastik yang tidak tahu berisi apa. Kak Rangga mengikuti arah pandang Keyra. Lalu dia
Pagi Harinya...Kepala Keyra menyembul dari pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Gadis itu menajamkan telinganya untuk mendeteksi keberadaan Abizar. Tidak ada yang menandakan kehadiran pemuda itu.‘Dia udah pergi sekolah, kan?’ harap Keyra sepenuh hati.PRANGGG!Baru saja akan menghela napas lega, Keyra mendengar suara gaduh dari dapur. Teringat kejadian kemarin saat Abizar hampir membakar dapur. Keyra tergegas ke dapur untuk memeriksa keadaan.Keyra bersiap akan berteriak dengan frekuensi tinggi namun tak jadi karena melihat pemandangan Abizar seperti ini. Mulutnya menganga tak percaya.Pemuda itu berdiri di depan kompor dengan celemek Doraemon yang entah dari mana dia dapatkan, sementara wajahnya terlihat serius saat membolak-balikkan sesuatu di wajan.Keyra bergidik. Ada sesuatu yang sangat salah dengan pagi ini. Pemandangan Abizar dengan celemek bermotif lucu itu membuatnya merinding sekujur badan."Kamu kena santet, Zar?" tanya Keyra dengan tatapan penuh curiga.Abizar menoleh sek