Nadia membelalakan kedua matanya selebar mungkin, kemudian meraung, "Papa ... Nadia menikahi pria jahat, kenapa papa menyuruh Nadia menikahi Abimana!"Sebelah alis Abimana terangkat. "Hei, siapa yang kamu sebut jahat.""Kamu! Mengapa tidak ingin membiarkan nenek tinggal sama kita, mengapa nenek harus tinggal di panti jompo? Kalau begitu, lebih baik saya berpisah dengan kamu." Nadia bergegas menyambar paper bag dalam genggaman Abimana kemudian memakai kain indah itu di hadapan si pria.Abimana menarik senyuman seiring geleng-geleng kepala. "Saya bercanda, mengapa kamu sangat emosional." Tawa kecil di akhir.Nadia segera menoleh ke arah Abimana kala sedang bersusah payah memasangkan rel sleting di punggungnya. "Yang benar dong kalau bicara. Tadi itu kamu serius atau bercanda?" selidik Nadia."Bercanda, mana tega saya memisahkan kalian apalagi hanya nenek kamu satu-satunya keluarga kamu yang tersisa. Saya bukan pria kejam seperti itu." Tatapan tulus Abimana.Nadia mulai bersikap relaxs.
"Mengapa perutku sangat mual, apa karena berhubungan dengan Kafka?" prasangka Tania segera menjalar pada kekasihnya karena mereka melakukan hubungan ranjang sebelum hubungan mereka diresmikan walau Kafka tidak pernah berniat ingin merusak wanita ini, tetapi Tania selalu menggodanya dengan pakaian minim serta bentuk tubuh propesioanalnya, pun Tania menjeratnya terlebih dahulu.Sebuah testpack dikeluarkan dari dalam saku blezernya. "Saya sampai memersiapkan benda ini karena sudah beberapa hari ini saya merasakan gejala aneh seperti ini," gerutunya, kemudian memeriksa dengan tenang. Hanya perlu menunggu sebentar maka hasilnya segera keluar. Tania menangkup mulutnya yang menganga. "Apa, tidak mungkin!"Garis dua sudah tergambar di atas benda kecil itu. "Saya sangat ceroboh!" cacinya pada diri sendiri.Tok tok tokKetukan pintu halus menyapa Tania seiring panggilan padanya, "Tania, kamu di dalam? Tuan Abimana memanggil sekretarisnya.""I-iya, sebentar!" Tania grasah-grusuh merapihkan diri,
Nadia melahap cokelat tanpa berpikir apapun, ternyata benar kata Kafka jika cokelat mampu mengembalikan moodnya. Handphone berdering. "Iya?""Kita makan siang," ajak Abimana."Tidak mau, saya sedang sibuk!" tolak Nadia yang merasa sangat kesal pada suaminya karena setiap malam pria itu meminta hubungan ranjang yang menyakitkan untuk Nadia."Sesibuk itu, hingga kamu tidak memiliki waktu untuk makan siang bersama saya?" goda Abimana dengan santai."Jangan coba-coba merayu dan tolong malam ini biarkan saya tidur nyenyak!"Abimana tertawa hambar. "Jangan harap, apalagi jika kamu menolak makan siang dengan saya-suami kamu.""Ish!" Nadia memandangi layar handphone dengan wajah merajuk, "iya sudah, di mana? Saya akan menyusul!""Di dekat kampus saja, sekalian saya akan menjemput kamu." panggilan ditutup."Ish, dasar pemaksa!" rutuk Nadia. Segera, gadis ini merapihkan buku-bukunya dan bergegas menuju gerbang kampus. "Dia akan mengajak saya makan di mana, restoran dekat kampus ada banyak? Suda
Abimana membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dalam kamarnya bukan di kamar yang dihuninya dengan Nadia karena kali ini istrinya sedang mendapatkan perawatan lebih dari Mila dan Saraswati. Selesai membersihkan diri, pria ini menemui istrinya yang sudah terlelap. Ditiupnya udara dari mulut, "Dia selalu tertidur tanpa mengucapkan selamat malam terlebih dahulu."Abimana membetulkan selimut yang menangkup tubuh Nadia karena kaki sebelah kirinya sedikit meloloskan diri, kemudian berbaring di sisi sang istri. "Iya, beginilah hidupku sekarang, harus berbagi ranjang dengan anak kecil yang sangat manja bahkan alergi saja menjadi sebuah gejala serius. Saya saja yang hidup lebih lama tidak memiliki alergi apapun," rutuk kecilnya sebelum memejamkan mata.Pada tengah malam Nadia terjaga, gadis ini segera mencari air di atas meja, tapi tidak menemukannya. Maka, dirinya memilih mendudukan diri seiring memandangi Abimana hendak meminta bantuan. "Abi," panggilannya dengan lembut, tetapi tida
Hari ini perusahaan bagai neraka untuk Tania karena semua orang membicarakan penemuan testpack serta mencoba mencari tahu pemiliknya. "Tania," panggilan salah satu karyawati yang jabatannya di bawah sekretaris Abimana itu.Tania menoleh gelisah, "Iya?" Bahkan kedua lututnya terasa lunglai karena merasa jika dirinya menjadi pusat perhatian."Kira-kira siapa ya si pemilik testpack, lagipula berani sekali dia hamil kalaupun menikah diam-diam seharusnya jangan hamil dulu karena perusahaan tidak membutuhkan wanita hamil!"Titik-titik keringat dingin mulai membasahi kening Tania. "Entah!" Senyuman getirnya."Kalau begini terus, bisa-bisa Tuan Abimana memeriksa urin semua karyawan. Iya ampun ... jangan sampai deh, semoga wanita itu cepat mengaku!" risaunya karena tidak ingin dibuat repot dan tidak ingin menjadi bahan kecurigaan karena semua karyawan tahu jika dirinya berpacaran dengan karyawan di sini.Tania kembali menarik senyuman getir. "Iya ..., saya permisi ya," pamitnya segera karena d
Bagi Abimana kabar ini adalah titik terang. "Siapa?""Belum tahu, karena saksi mengatakan ada tiga orang di toilet yang berbeda dan ketiganya tidak ada yang mengaku." Keterangan yang diberikan orang kepercayaan Abimana, "salah satunya sekretaris anda."Sekejap, Abimana mengangkat satu alisnya. "Apa yang dikatakan Tania?""Jawabannya sama dengan kedua karyawan lainnya. Tidak memuntahkan apapun.""Panggil ketiga wanita itu," titah santai Abimana. Dirinya tidak perlu menunggu lama ketiga wanita yang berada di dalam toilet sudah berdiri berjajar. "Katakan saja siapa yang muntah, saya tidak akan menegur dan memecat kalau terbukti alasan muntah bukan karena hamil." Kalimat Abimana sangat tenang dan santai, pria ini juga terlihat memerdulikan karyawannya. Maka, seorang wanita mengangkat tangan setengah badan."Maaf tuan, sebenarnya hari ini saya sedang kurang sehat, semalam saya sudah ke klinik, tapi mualnya tetap ada, tapi sekali lagi saya minta maaf karena sempat tidak mengaku saya takut d
Tania menunduk lesu sesaat. "Saya tidak tahu Kafka di mana, saya tidak tahu rumahnya di mana, kami hanya bertemu di kampus dan tempat-tempat seperti ini.""Ck, tidak mungkin!" Abimana segera menyeruput dengan cepat air putih yang dipesannya, "katakan saja, apapun ancaman Kafka jangan dengarkan, saya yang akan membela kamu sampai Kafka mau menikahi kamu!""Sungguh, saya tidak tahu dia di mana." Tatapan mata Tania tidak memancarkan kebohongan sama sekali.Abimana menarik napas sesaat kemudian membuangnya dengan teratur. "Kenapa kamu bisa hamil jika tidak tahu di mana rumahnya?""Kami melakukannya di hotel. Tolong, jangan tanyakan itu lagi." Untuk yang ini Tania merasa sangat malu karena merasa hanya dipandang sebagai wanita murahan, wanita panggilan yang hanya bertemu pelanggannya di hotel tanpa mengetahui apapun tentang pria yang tidur bersamanya.Abimana masih memertahankan duduk tidak tenangnya karena sesegera mungkin dirinya harus meluruskan masalah tidak terduga ini. "Apapun carany
Saraswati segera menggelengkan kepala kala menegur halus, "Jangan berkata seperti itu, ibumu adalah orang yang rela melahirkanmu dengan mempertaruhkan nyawanya, jangan kamu patahkan hatinya karena suatu alasan apapun, tetap sayangi mama selayaknya Nadia menyayangi nenek.""Tapi ... kalau mama pergi, bertahun-tahun mama meninggalkan Nadia tanpa kabar. Apa mama masih sayang Nadia? Nadia meragukannya nek, jadi bagaimana Nadia akan menyayangi mama." Isi hati dan pikirannya dicurahkan begitu gamblang di hadapan Saraswati."Nenek sudah bilang jangan mematahkan hati mamamu dengan alasan apapun." Saraswati mulai membumbui nasihatnya dengan ketegasan.Nadia menunduk perlahan. "Iya nek, Nadia akan mencoba." Itu bukanlah janji maka Nadia tidak dapat menatap mata sayu nan mulai rabun milik sang nenek.Jarum jam semakin naik, tapi Abimana masih belum kembali hingga membuat Nadia bosan menunggu. Mila baru saja datang ke ruang tamu tempat Nadia dan Saraswati berada. "Selamat malam ...," sapa hangat
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg