Abimana baru saja tiba di rumah pada pukul tiga, kedatangannya segera disambut oleh kekecewaan Wira. "Papa sudah membaca artikel yang menyebar di internet, mengapa kamu tidak bisa mengatasi ini? Sekarang bukan cuma nama kamu yang hancur, tapi nama papa sekaligus perusahaan," desah wira yang segera ambruk di atas sofa."Abi sudah berusaha, tapi berita itu meluncur terlalu cepat, entah ulah siapa. Dia tega sekali menghacurkan Abi!" lirih diiringi dengusan menyeruak bersama udara dingin yang menusuk ulu hati.Kini tatapan Wira memicing menyelidik dengan sengit. "Siapa yang memungkinkan melakukan itu?"Abimana berekspresi yang sama. "Hanya Kafka dan Tania, pasti di antara mereka.""Papa akan melakukan apapun untuk membuktikan kamu tidak bersalah, tapi ingat jika ternyata kamu memang ayah bayi itu, papa tidak akan pernah memaafkan kamu!" Tatapan Wira memicing tajam."Papa tidak akan menyesal memercayai Abi." Kesungguhan terlukis jelas dalam iris mata serta raut wajah Abimana. Kini, diriny
Tania terisak di hadapan Wira, tapi tidak berhasil menyentuh hati si pria karena dia harus menyelamatkan putranya dari kelicikan Tania. "Berhenti menangis, harusnya kamu mengatakan itu di hadapan pria brengsek itu!"Tania mengusap basah di pipinya. "Iya, bahkan sebelum anda mengatakannya saya sudah melakukannya, tapi tidak ada hasil sama sekali. Jadi tolong mengertilah perasaan saya." Tania memegangi dadanya yang membatin.Wira mendengus. "Kita lihat saja nanti bagaimana akhir dari wanita licik sepertimu dan mulai hari ini kamu tidak perlu datang ke perusahaan karena sudah jelas tertera dalam pelaturan jika perusahaan tidak membutuhkan wanita hamil." Selain karena point itu tentu saja karena amat kesal pada perbuatan Tania. Pria ini segera menuju ke perusahaan, gossip sudah menjadi sarapan bahkan beberapa karyawan memberanikan diri bertanya perihal kebenaran artikel yang tersebar di internet."Apa berita itu benar, apa Tuan Abimana ...." Kalimat itu belum selesai karena Wira segera me
Abimana masih berada di ruangan ayahnya. Dirinya mulai mondar-mandir gelisah. "Kenapa papa belum kembali, papa sudah pergi terlalu lama, apakah sesulit itu menghadapi Tania, apa wanita itu mengamuk?" Segera, hendle pintu diputar, "eu, apa ini, papa mengunci saya!" Benda itu diputar-putar, tetapi daun pintu tidak terbuka sama sekali.Abimana berkacak pinggang dengan bingung. "Mengapa papa sampai mengurung saya di sini, harusnya papa membiarkan Abi menjelaskan pada semua orang, membiarkan Abi melawan fitnah Tania!"Sementara, Nadia baru saja bertemu dengan dosen yang dipanggil Abimana, mereka berada di ruang tamu. "Kok bapak mau sih dipanggil ke rumah, padahal bapak banyak jadwal mengajar di kampus?" Dahi Nadia berkerut dalam karena dosen sekalipun sangat patuh pada perintah Abimana.Dosen pria ini terkekeh kecil, "Karena saya dibayar dua kali lipat oleh suami kamu.""Ish." Nadia mulai memandang tidak puas pada pemikiran dosen ini karena dia begitu cinta uang dan mengabaikan perannya di
Nadia masih berada di teras saat Abimana kembali dari pekerjaanya. "Bagus sekali istri saya ini tetap mendengarkan perintah suaminya," pujian tidak serius Abimana walau buktinya sudah jelas gossip miring berhasil diredam karena kepatuhan Nadia."Diam deh tidak usah bicara tidak penting." Nadia merajuk, sedangkan Abimana terbahak singkat. Tiba-tiba saja telapak tangan lebarnya mengusap puncak dahi Nadia."Bagaimana kabar istri saya hari ini?" Senyuman teduh menjadi pengiring wajah tampan Abimana."Kurang mengasyikan atau bahkan sangat bad mood karena tidak bisa ke kampus. Huft!""Hahaha." Abimana tertawa ringan, tetapi sangat puas, "untuk apa datang ke kampus jika dosen yang bersedia datang ke rumah.""Tapi saya tidak suka, lagipula alasan menjijikan apa itu yang kamu katakan pada dosen, seakan-akan saya adalah vampir yang akan meleleh saat terkena sinar matahari!" Nadia masih merajuk, tapi ekspresinya sangat menggemaskan."Alasan itu masuk akal saja, sayang. Sudahlah, pokoknya sampai
Hari telah berganti, Tania sudah berdiri di depan gerbang kampus guna menunggu Nadia. Dia akan mengadu dengan lirih dan membatin, kalau perlu meraung-meraung supaya akhirnya Nadia meninggalkan Abimana karena mana mungkin gadis itu masih menerima suaminya jika tahu suaminya lebih dulu menghamili wanita lain. Seringai licik sudah mengudara tipis-tipis."Eu-maaf, apa anda dosen baru yang akan menggantikan Pak Kafka?" tanya Amira yang baru saja keluar dari dalam mobil Devan.Tania melirik datar pada mahasiswi di hadapannya. "Bukan, saya kemari karena memiliki urusan dengan salah seorang mahasiswi.""Oh, saya kira. Permisi," pamit santun Amira.Namun, Tania menahan. "Apa kamu mengenal Nadia?"Segera, Amira menoleh. "Nadia yang mana ya, kak? Di kampus ini ada banyak sekali yang namanya Nadia.""Eu ..., bagaimana ya cara menjelaskannya," bingung Tania, "pokoknya dia cantik. Iya, saya akui itu." Bola matanya memutar malas, kemudian mengingat hal penting, "oh iya, Nadia yang baru-baru ini meni
Abimana bahagia karena Tania tampak kembali pada jati dirinya. "Sekarang juga saya minta kamu membuat video pernyataan kalau saya tidak menghamili kamu, bahkan saya tidak pernah menyentuh kamu." Kalimat lembutnya.Tania memandangi Abimana penuh duka. "Lalu bagaimana hidup bayi ini kelak karena Kafka tidak pernah berniat bertanggung jawab?""Jangan pikirkan tanggung jawab Kafka, saya yakin suatu saat nanti akan datang pria yang rela menggantikan Kafka sebagai ayah si bayi." Abimana mencoba meyakinkan Tania jika badai akan berlalu. Namun, Tania tidak menyahutnya, wanita ini hanya tertunduk lesu, Abimana melanjutkan, "jangan pikirkan biaya hidup, saya akan menanggungnya hingga sosok pria itu datang." Ini bukanlah sekedar rayuan atau iming-iming karena Abimana tulus melakukannya."Bagaimana dengan orangtua saya, mereka akan heran dan syok saat kita bertemu." sendu Tania sangat kental hingga menangkup wajah cantiknya."Kalian berpisah kota, kamu bisa beralasan selama mengandung, lalu bisa
Abimana baru saja masuk ke dalam kamar, di atas meja sudah tersedia segelas air dan camilan, baru saja Nadia membawanya dari dapur. "Tumben pulang cepat?""Kamu inginkan saya pulang cepat atau lambat?" goda Abimana seiring membuka kedua kancing kemeja yang mencekik pergelangan tangannya."Tidak keduanya." Nadia meraih segelas air kemudian disodorkan pada Abimana, "minum dulu, nenek sering menasihati saya supaya memberikan segelas air setelah kamu bekerja," jelasnya segera supaya Abimana tidak salah mengartikan perhatiannya.Senyuman kosong dilukis Abimana, kemudian menerima sodoran air dari Nadia. "Bagaimana kuliah kamu hari ini?""Biasa saja, tapi saya harus menunggu satu dosen lagi yang entah datang kapan," keluhnya kemudian memohon, "tolong jangan seperti ini terus ... saya bosan dan merasa harus selalu siaga menunggu dosen yang entah datang jam berapa, biarkan saya kuliah, saya mohon." Wajah memelas Nadia sangat kental, tapi tidak menyentuh hati Abimana sama sekali karena masalahn
Pada malam harinya Abimana mengunjungi Tania di kediaman wanita itu karena dia tidak kunjung membuat video klarivikasi. "Kenapa? tanya lembut Abimana supaya tidak terkesan memaksa.Tania menyeringai licik, "Saya baik-baik saja. Pasti tujuan kamu kesini karena mau menanyakan video itu kan," terka santainya dengan ekspresi berbeda tidak seperti siang tadi.Abimana memicingkan matanya mulai curiga. "Apa maksud kamu?""Maksud saya, saya tidak akan pernah membuat video itu sekarang karena saya belum siap." Masih santai Tania.Abimana sudah menghapus kepercayaannya. "Jangan permainkan saya.""Sungguh, bayi saya belum mengijinkannya.""Tania!" teguran Abimana yang mulai tidak tahan dengan prilaku licik Tania."Apa seperti ini sisi lain kamu, suka membentak?" Ekspresi wanita ini seakan ketakutan pada pria yang duduk di hadapannya."Bukan begitu, tapi kenapa kamu seperti ini, berubah pikiran!"Tania meninggalkan duduknya kemudian membukakan pintu untuk Abimana. "Saya sedang ingin sendiri, saya
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg