Nadia sedikit terperanjat karena kehadiran Amira yang tanpa terduga, dielusnya dada. "Itu loh, pacarnya dosen ganteng.
"Hah, wanita itu mau sogok kamu, itu maksudnya?" Rasa penasaran Amira di mode maksimal."Iya. Begitu ya orang selingkuh karena takut ketahuan jadinya ngogok!" kesal Nadia.Amira memegangi dagunya seiring mencetuskan kesimpulan hasil dari pengolahan pemikirannya, "Kalau wanita itu sogok kamu karena takut ketahuan, itu artinya kalian saling kenal dong!" Segera, tangannya menangkup mulut yang menganga."Tidak, saya sama wanita itu tidak saling kenal sama sekali, tapi saya kenal sama pacar aslinya," jelas Nadia seadanya.Amira semakin mengangkup mulutnya, kali ini menggunakan kedua telapak tangan. "Oh my god, Nadia ... kenapa tidak kamu adukan wanita itu, kan kasihan pacarnya.""Tidak ah, bukan urusan saya." Datar Nadia."Ish. gadis ini ... masa membiarkan dosa mengalir. Wkwk." Amira sudah lebih relax dibandingkan menit-menit ke belakang."Itu kan bukan dosa saya, tapi dosa wanita itu atau mungkin pacarnya juga berdosa karena bisa saja wanita selingkuh karena kesalahan pria." Dengan cepat Nadia berprasangka pada Abimana-pria dingin nan menyebalkan di matanya. "Atau pacarnya kurang ganteng, lebih ganteng dosen kita," terka Amira seiring mesem-mesem karena mengagumi ketampanan salah satu aset istimewa kampus.Nadia segera membandingkan ketampanan Abimana dan dosen ganteng di sini. "Lebih ganteng Abimana sih," ceplosnya."Oh ... jadi namanya Abimana, nama yang gagah, pasti pria itu juga gagah!" kagum Amira bahkan sebelum melihat bentukan si pria.Nadia menghembus udara tipis. "Sudah, jangan pikirkan Abimana karena walau dia tampak sempurna, tapi sebenarnya tidak!" omelannya karena sikap dingin si pria hampir membuat denyut jantungnya berhenti.Beberapa jam berlalu dengan mudah untuk Nadia, tapi setelah kuliah si dosen ganteng menghampiri. "Saya menerima titipan dari Tania, kamu mengenalnya kan. Tolong diterima." Sebuah paper bag berukuran cukup besar disodorkan ke arah Nadia oleh si pria bernama Kafka bersama senyuman menawan yang tampak sangat memesona nan rupawan yang akan membuat para gadis di kampus berteriak histeris.Namun, lain halnya dengan Nadia, gadis ini bersikap datar walau mengakui ketampanan Kafka. "Iya, saya mengenalnya tadi pagi, tapi maaf, saya tidak bisa menerima ini karena nenek bilang jangan menerima apapun dari orang asing.""Loh, Tania kan bukan orang asing, kalian sudah saling mengenal." Kafka memaksa dengan lembut.Nadia menggeleng. "Kami hanya mengenal sebatas itu bukan mengenal lama seperti dengan sahabat saya Amira. Jadi ... pacar bapak itu orang asing bagi saya," tutur lembut Nadia menggunakan kepolosannya yang detik ini sangat berguna.Kafka tersenyum kecil bahkan senyum itu tampak sangat menawan walau setipis jaring laba-laba. "Baiklah, saya tidak akan memaksa kalau kamu tidak mau menerima pemberian dari Tania, tapi ... setidaknya hargai uasaha Tania, dia memilihkan benda ini dengan sangat hati-hati karena dia memerhatikan kuliatas dan kenyaman saat disentuh atau dipeluk.""Heuh!" Nadia kebingungan dengan topik pembahasan sang dosen, hingga rasa penesaran tertarik keluar, "memangnya apa benda itu?"Kafka tersenyum senang karena akhirnya berhasil mendapatkan hati Nadia, segera benda dalam paper bag dikeluarkan. "Bagaimana, kamu suka kan sama boneka beruangnya?" Senyuman lebar dipasang.Nadia terpanah melihat boneka menggemaskan itu, tapi segera rasa sendu menyerang. Dulu ... Nadia punya banyak boneka beruang pemberian papa, tapi hutang papa sekalian membawa bonekanya juga. Batin gadis ini menangis.Kafka mencoba mengintip wajah Nadia yang menunduk perlahan. "Ada apa, kenapa tampak sedih?" pedulinya sebagaimana seorang dosen pada mahasiwi.Nadia terisak, "Bapak jangan menunjukan boneka beruang itu ... karena Nadia jadi sedih ...." Air matanya turun bukan main-main dan ini sama sekali bukan akting.Kafka segera dibuat panik dan kalang kabut menghadapi sikap Nadia, "Saya mohon maaf karena saya tidak tahu jika boneka beruang akan membuat kamu menangis." Segera, boneka itu kembali ke dalam paper bag, kemudian Kafka mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, "lap air mata kamu, sekali lagi saya mohon maaf."Nadia menerima selembar sapu tangan yang sangat wangi, sangat terlihat jelas jika Kafka adalah pecinta kebersihan. "Terimakasih," ucap sendunya kala mengembalikan sapu tangan."Baiklah, tidak apa, saya akan mengembalikan bonekanya pada Tania. Ngomong-ngomong, kamu baik-baik saja, kamu bisa pulang sendiri?" khawatir Kafka sebagaimana tenaga pengajar pada muridnya. Apalagi Nadia menangis karenanya. "Bisa, kalau begitu saya permisi." Nadia masih terisak hingga Kafka tidak tega membiarkan si gadis berjalan seorang diri. Dia mengantar Nadia hingga keluar gerbang universitas.Segera, tatapan elang Abimana membidik Nadia dan si pria, bibirnya menyungging tipis. "Ada apa sama anak itu, apa dia baru saja putus cinta, matanya sampai sembab?" Pria ini ingin menertawakan, tapi prihatin, kemudian mencaci si pria, "dasar bad man, bisa-bisanya dia menyakiti anak kecil!"Dengan postur tubuh gagahnya, Abimana menghampiri kedua orang yang berada dalam jarak pandangnya.
Segera, kedua mata memesona Kafka membelalak. "Sial, itu Abimana!" langkah pria ini terhenti seketika seiring salah tingkah, tapi ternyata pria yang dia takuti menemui Nadia."Ada apa. kenapa kamu menangis, apa hari ini kuliahnya mengecewakan?" Tawa kecil Abimana.Seketika Nadia menggerutu, "Dasar iblis, dia tertawa di atas penderitaan saya, dia suka melihat saya menderita. Huft!""Ada apa ...?" ulang Abimana, kali ini dengan lembut dan tanpa tawa.Kafka menggunakan kesempatan ini untuk kabur, lagi pula sejak awal Nadia tidak menyadari jika dirinya dibuntuti. Maka, kala Abimana melirik tempat si pria, dirinya kebingungan karena sosok itu menghilang. Segera, dirinya menginterograsi Nadia, "Apa kamu dapat pelecehan?"Seketika wajah Nadia terangkat. "Hah, tidak kok!"Abimana memasukan satu tangannya ke dalam saku celana hingga tampak sangat keren, tapi ekspresinya tetap dingin. "Baguslah, karena saya tidak mau bergaul dengan perempuan kotor!" Kalimat itu sangat kentara, hingga Nadia ingin mencaci sekaligus mengatakan jika kekasih Abimana sangat kotor!"Ada apa kamu kesini lagi?" ketus Nadia dengan wajah terangkat kesal."Papa menyuruh saya lagi menjemput kamu," ungkap Abimana yang tampak sangat keberatan, kemudian memegangi pelipisnya, "iya ampun, ini sangat meropotkan!""Ish, kalau merepotkan iya tolak saja, lagipula saya tidak berharap dijemput kok!" protes Nadia."Kalau ditolak, papa akan menganggap saya tidak berbakti padahal selama ini saya adalah anak baik dengan prestasi membanggakan, saya tidak mau karena satu perintah papa tidak dituruti akhirnya menjadi anak durhaka," tutur panjang lebar Abimana yang sebenarnya sedang membanggakan diri."Kamu sudah bukan anak kecil, kamu sudah tua walau baby face!" rutuk Nadia saat berkata blak-blakan tentang Abimana. "Apa, tua!?" Abimana segera menggelengkan kepalanya, "usia saya sejajar dengan pacar kamu yang brengsek!" Maksudnya adalah Kafka.Bersambung ....Nadia sukses dibuat heran oleh kalimat Abimana, "Pacar, pacar yang mana? Saya tidak pernah pacaran.""Jangan berpura-pura polos. Apa memang seperti ini gaya kamu ketika putus cinta?" ejek Abimana bersama senyuman selaras walau tipis, tapi tetap sangat menyebalkan untuk Nadia. "Kamu aneh!" ejek Nadia, kemudian bergumam, "pacarnya selingkuh saja tidak sadar, dasar pria aneh!" Tanpa sadar Nadia masuk ke dalam mobil Abimana dan duduk dengan datarnya.Abimana menyunggingkan setengah bibirnya. "Ini adalah efek negatif karena saya sering menjemput kamu." Pria ini masuk ke dalam mobil seiring memandangi Nadia yang tampak duduk nyaman di atas jok yang sebenarnya tempat spesial untuk Tania.Segera, Nadia mengoceh, "Singkirkan foto pacar kamu, saya tidak suka melihat wajahnya!""Ini mobil saya, suka-suka saya mau memajang foto siapapun." Datar Abimana bersama ekspresi dinginnya hingga menciptakan atmosfer bagai di kutub utara. "Tapi pacar kamu se ....!" Hampir saja Nadia keceplosan, tapi seger
Abimana terus membidik Nadia dengan tatapan penuh selidik, tapi mata elang itu menakuti si gadis hingga Nadia menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. "Jangan lihat saya begitu ..., kamu seperti penculik cabul!" mohonnya.Abimana berdecak kecil, kemudian membuka kedua jendela mobil supaya pemikiran negatif Nadia terhapus. Suaranya juga terdengar lebih santai. "Katakan saja, apa yang kamu tahu tentang Tania."Nadia membuka tangkupan tangannya perlahan, kemudian celingak-celinguk ke persekitaran, tempat ini ramai hingga cukup membuatnya merasakan mode aman. "Eu ... sebenarnya tidak ada," dustanya karena mana mungkin mengatakan perselingkuhan Tania."Apa yang harus saya lakukan supaya kamu bicara?" tanya lembut Abimana sebagai upaya membujuk Nadia karena memang seperti ini cara membujuk anak kecil.Nadia memandangi Abimana sekilas, kemudian menggerutu, "Kalian sama saja, suka menyogok!""Jadi Tania menyongok kamu, kenapa dia melakukannya?" Penyelidikan Abimana berlanjut karen
Abimana masih menjalani kesehariannya dengan menyibukan diri bersama segudang pekerjaan, kemudian mengantar Tania setelah jam kantor habis. Pria ini sosok sempurna di mata keluarga si wanita hingga mereka selalu menyambut hangat bak menantu. Kali ini, Abimana menyempatkan berkunjung ke kediaman keluarga Tania yang berada di bawah garis hidupnya.Kehangatan keluarga terasa sangat kental di setiap sudut ruangan. "Kapan kalian meresmikan hubungan," goda seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya Tania.Abimana segera mengatakan kebenaran, "Saya sudah mencoba mengajak Tania ke jenjang lebih serius, tapi Tania bilang belum siap." Lirikan hangatnya segera terarah pada Tania setelah menyelesaikan kalimatnya pada orangtua sang kekasih.Segera, ayahnya Tania memerotes halus pada putrinya, "Mengapa belum siap, apa lagi yang kau tunggu?""Eu-hanya belum siap, pa," jawab singkat Tania yang sulit memilih antara Abimana dan Kafka."Usiamu sudah matang."Tania hanya memberikan senyuman halus pada a
Satu jam kemudian, Nadia sudah kembali ke rumahnya. "Nek ... bagaimana pendapat nenek tentang Abimana?" cemasnya.Saraswati baru saja ingin memejamkan matanya setelah membukakan pintu untuk Nadia. "Abimana pria baik." Hanya itu jawaban wanita tua ini karena terlalu mengantuk, "sudah malam, kamu tidur dulu ya, nanti bicarakan lagi besok.""Iya, nek," lesu Nadia. Tadi, dirinya tidak dapat menjawab apapun, lagipula ice cream yang melayang bebas mendarat di pakaian pengunjung lain hingga Abimana disibukan meminta maaf sekaligus mengganti rugi kala Nadia membeku. Setelah semuanya selesai, barulah gadis itu digendong hingga masuk ke dalam mobil karena lutut Nadia lemas.Kini, Nadia memandangi langit-langit saat terbaring di dalam kamar minimalisnya. "Sepertinya Abi memilih putus sama Tania. Iya ampun ... bagaimana besok nasib saya di kampus, apa saya akan mendapatkan serangan sengit dari Tania dan Pak Kafka?" kepanikan luar biasa merayap dari ujung kaki hingga ubun-ubun, tapi perasaan teran
Nadia menatap kosong ke arah bakso yang juga menatapnya. Segera, Amira menegur kawannya karena tidak kunjung menyuap, "Biasanya bakso akan sampai ke dalam perut kalau dikunyah dan ditelan. Hihi ...."Nadia segera mengalihkan tatapan pada kawannya. "Hidup saya sedang terancam seolah harus memilih antara surga dan neraka." Ekspresinya sangat memelas."Memangnya kenapa?" cemas Amira karena sebelumnya Nadia tidak pernah mengatakan keluh kesah."Abimana mengajak menikah, tapi bagaimana ya?" Embusan napas panjang dibuang Nadia."Iya ampun ... diajak nikah sama pacar saja bingung, apalagi diajak ke gunung berapi," ejek Amira dengan tawa."Lagipula mana ada pacar mengajak ke gunung berapi!""Ada, Devan yang mengatakannya, dia memang punya hobby aneh, entahlah pacar saya bar-bar tidak seperti pacar kamu. Huft!""Lalu bagimana cara mengatasi Abimana?" raung Nadia yang semakin dibuat berputar pada ajakan menikah.Amira mulai memasukan suapan pertamanya. "Terima saja deh, mubajir tahu kalau kamu
Acara ini sakral bagi para pebisnis termasuk Abimana, pembahasan pesertanya hanya seputar proyek-proyek besar, sedangkan Nadia lebih banyak duduk seiring menyeruput berbagai macam nimuman yang tersedia. "Acara ini sangat membosankan. sampai-sampai saya harus banyak minum dan sedikit memakan camilan, sekarang Nadia mau pipis, help me ...!" raungan kecilnya. Abimana sedang bersama beberapa rekan seusianya yang juga menjabat sebagai CEO, dia melirik ketika Nadia meninggalkan area pesta. "Mau kemana dia, awas saja kalau kabur," rutuk kecilnya. Sementara, Nadia sedang berlari dengan heelsnya. "Please-please, excuse me!" paniknya kala melewati beberapa orang yang menghalangi jalan keluar. Setelah berhasil lolos dari ruang pesta, gadis ini segera celingak-celinguk, "Di mana toiletnya? Ish, hotel ini terlalu besar ...," raungnya kala di hadapkan pada ruangan besar yang mirip dengan lobby, tapi tempat ini memiliki kolam ikan di tengahnya. Nadia segera berlari ke arah petugas hotel yang sedan
Nadia mengerutkan keningnya. "Jangan berprasangka, saya menghawatirkan penampilan karena saya tahu etika di hadapan orang lebih tua, terlebih kali ini saya akan bertemu orangtua kamu yang memang ingin bertemu saya," tutur si gadis dengan serius supaya Abimana tidak salah paham. Abimana tersenyum tanpa makna, kemudian kembali memasangkan jasnya di bahu Nadia. "Kamu bisa memakai jas saya sampai akhir." Pria ini menggiring Nadia hingga tiba di hadapan ibunya. "Selamat malam ma, ini Nadia yang mama tunggu-tunggu." Segera, Mila terpesona dengan kecantikan titisan Naila-sahabatnya. "Sayang ..., kok baru datang? Dari dulu tante sangat penasaran sama kamu," sambutan hangat Mila yang segera merangkul Nadia hingga si gadis duduk di sisinya. "Maaf tante, karena Abi baru saja mengajak menemui tante sekarang," jujur Nadia. Mila terkekeh renyah, "Abi memang begitu, kalau bukan tante yang menyuruhnya, mana mungkin dia membawa seorang perempuan ke rumah ini. Sampai-sampai tentangga mengira jika Ab
Abimana menyelesaikan mandinya dengan cepat, tetapi Nadia sudah terlelap di atas sofa. "Kalau wanita dewasa tidak akan tertidur di saat penting seperti ini," keluhnya padahal tamu di luar sana sudah berdatangan, mereka adalah tamu khusus-kawan sekolah dan kuliahnya.Tubuh ringan Nadia diangkat lembut, kemudian dibaringkan dengan hati-hati beserta gaun pernikahan yang tampak merepotkan. Sekilas, pria ini memandangi wajah Nadia yang cantik dan masih tampak segar. Namun, bayang-bayang Tania menelusup ke dalam pikiran dengan sengit. "Tadi Tania hadir, dia tampak sangat cantik," kagumnya karena bagaimanapun Abimana tidak bisa melupakan begitu saja hubungan yang pernah terjalin hampir satu tahun.Tepian tempat tidur menjadi persinggahan Abimana kala memikirkan semua kenangannya dengan Tania sekaligus kejadian memilukan yang terakhir.Dihembusnya udara tidak sedap akibat kandasnya hubungan yang diharapkan sampai ke jenjang pernikahan, kemudian wajahnya kembali menoleh ke arah Nadia yang tert
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg