Nadia sukses dibuat heran oleh kalimat Abimana, "Pacar, pacar yang mana? Saya tidak pernah pacaran."
"Jangan berpura-pura polos. Apa memang seperti ini gaya kamu ketika putus cinta?" ejek Abimana bersama senyuman selaras walau tipis, tapi tetap sangat menyebalkan untuk Nadia. "Kamu aneh!" ejek Nadia, kemudian bergumam, "pacarnya selingkuh saja tidak sadar, dasar pria aneh!" Tanpa sadar Nadia masuk ke dalam mobil Abimana dan duduk dengan datarnya.Abimana menyunggingkan setengah bibirnya. "Ini adalah efek negatif karena saya sering menjemput kamu." Pria ini masuk ke dalam mobil seiring memandangi Nadia yang tampak duduk nyaman di atas jok yang sebenarnya tempat spesial untuk Tania.Segera, Nadia mengoceh, "Singkirkan foto pacar kamu, saya tidak suka melihat wajahnya!""Ini mobil saya, suka-suka saya mau memajang foto siapapun." Datar Abimana bersama ekspresi dinginnya hingga menciptakan atmosfer bagai di kutub utara. "Tapi pacar kamu se ....!" Hampir saja Nadia keceplosan, tapi segera kalimat itu terselamatkan berkat tangkupan telapak tangannya.Namun, Abimana terlanjur mendengar kalimat tidak selesai itu. "Se, apa?""Tidak, salah ngomong." Nadia segera memalingkan wajahnya ke arah kaca mobil."Se, apa? Jangan membuat saya kesal," peringatan tegas Abimana.Nadia menoleh ke arah Abimana dengan wajah dilipat. "Lupakan saja, tidak penting kok."Abimana memandangi Nadia sesaat, kemudian melajukan mobilnya karena dia pikir tidak ada gunanya meladeni anak kecil. Kini, Nadia curi-curi pandang ke arah Abimana guna memerhatikan wajahnya. Abimana lebih ganteng dari pada dosen itu, jadi pasti alasan Tania berselingkuh karena sikap buruk Abimana. Ish, pantasalah Tania tidak betah! Batinnya banyak mengoceh."Kenapa memandangi saya? Jangan katakan kamu mulai jatuh cinta." Datar dan dingin Abimana tanpa melirik lawan bicaranya."Ih, amit-amit. Andai saya jatuh cinta sekalipun tidak akan sama kamu!" rutuk Nadia.Abimana menepikan mobilnya di sembarang tempat karena jarak rumah Nadia masih jauh di depan sana. "Hari ini saya kembali berbaik hati sama kamu. Jadi tolong jangan katakan amit-amit, saya tidak suka," tegurannya tanpa membentak."Iya, maaf." Segera, Nadia menunduk sebagaimana anak yang patuh dan diajari sopan santun oleh orangtua. Abimana memerhatikan dengan bingung, mengapa bisa selunak ini, dia benar-benar gadis yang polos. Pikir Abimana.Nadia melirik tegas ke arah Abimana. "Jangan melihat saya begitu, saya jadi takut!"Abimana menarik senyuman misterius. "Memangnya siapa yang akan bernafsu melihat kamu, ukuran dada kamu saja tidak sampai setengahnya milik Tania."Kedua tangan Nadia segara menyilang di depan dada. "Dasar pria mesum, mencintai wanita karena ukuran dadanya!""Karena itu salah satu bagian penting untuk seorang pria." Seringai genit Abimana saat mengatakan kalimatnya dengan santai.Nadia merasa terancam jika terus menghuni mobil yang sama dengan Abimana, jadi dia memutuskan keluar. Namun, sebelum sempat membuka pintu, pria ini sudah melajukan mobilnya. Maka, niat si gadis segera diurungkan. Dia hanya berusaha duduk tenang seiring memerhatikan gelagat Abimana dan akan segera berteriak ketika dirasa tidak wajar.Namun, rupanya prasangka Nadia jauh dari kenyataan kala Abimana menghentikan mobilnya di halaman restoran. "Hari ini saya punya banyak waktu senggang, kita makan siang bersama," ajaknya dengan ekspresi lebih bersahabat."Tapi saya sudah makan di kantin kampus." Nadia menolak dengan lembut karena dirinya tidak suka berlama-lama dengan pria dingin apalagi hingga makan bersama, dia pikir selera makannya akan hilang bahkan mual. "Saya yakin menu kampus tidak seenak menu restoran. Yakin, mau menolak karena ini adalah restoran paling terkenal akan menunya yang kaya rasa?" Senyuman misterius Abimana kembali dilukis.Nadia segera membayangkan rasa makanan yang disebutkan Abimana. "Sudah lama sih, Nadia tidak makan enak, pokoknya semenjak pengobatana papa kita jadi harus banyak berhemat," ceplosnya pada diri sendiri.Namun, mendapat sahutan dari Abimana, "Kalau begitu tunggu apa lagi."Jadi, akhirnya Nadia menyetujui ajakan Abimana. Kini, keduanya duduk berhadapan seiring melahap menu berbeda. "Enaknya ...," riang Nadia seiring sedikit menggoyangkan kepala dan tubuhnya.Sikap Nadia tabu untuk Abimana karena selama ini Tania tidak pernah bersikap manis menggemaskan seperti itu kala mendapatkan makanan super enak. "Jangan bertingkah seperti anak kecil, saya akan malu jika seseorang melihatnya," teguran kecilnya.Nadia tidak memerdulikan teguran itu seiring terus menikmati hidangan yang ada. "Tenang saja, paling kita disangka kakak dan adik."Baru saja Nadia menyelesaikan kalimatnya, seorang pelayan melakukan promosi. "Selamat siang ... maaf mengganggu, kami ingin mengenalkan dessret baru yang bersifat ekslusif karena kami membuatnya dari bahan-bahan yang sangat spesial. Silakan ...." Sebuah daftar menu disodorkan pada Abimana, "menu ini sangat cocok untuk pasangan dan saya yakin kekasih anda akan sangat menyukainya."Kedua alis Abimana berkerut kala mendengar 'Kekasih' ingin sekali mengatakan jika mereka bukan sepasang kekasih, tapi Nadia segera memesan dessertnya."Saya mau yang paling enak!" riang Nadia kala menatap Abimana.
Abimana tidak bisa menolak. Maka, dua buah dessert segera dipesan. Nadia segera berterimaksih dengan riang."Lain kali jangan bersikap seperti tadi, kita bukan sepasang kekasih," rutuk kecil Abimana seiring menyuap."Tapi saya mau dessert itu ...," rengek Nadia, "tenang saja, akan saya ganti kok, tapi dicicil dari sisa uang jajan harian saya." Wajah polos gadis ini membuat Abimana tidak tega."Saya mengajak kamu makan bukan berarti akan memberikan hutang. Sudahlah, makan saja." Masih rutuk kecil Abimana.Tidak perlu menunggu lama, dessret sudah tiba di hadapan Nadia dan Abimana. Gadis ini menerimanya dengan riang, "Wah ... enak sekali!" kagumnya hingga wajahnya memancarkan aura lain yang membuat perhatian Abimana banyak tercuri.Senyuman Abimana melengkung tanpa sadar, tapi segera senyuman itu kembali dikurung saat pria ini mengembalikan kesadarannya.Cukup lama, Abimana dan Nadia berada di dalam restoran hingga mereka menyudahinya saat perut si gadis terasa sesak. "Kebanyakan makan ...," keluh Nadia."Kamu hanya memesan satu menu, apanya yang kebanyakan?" heran Abimana seiring mengendarai mobilnya dengan kecepatan rata-rata."Saya sudah makan di kantin, lalu makan lagi, wajar perut saya penuh." Bagian tubuh itu ditepuk-tepuk ringan."Tania tidak pernah menepuk perutnya di depan saya." Abimana menggelengkan kepala melihat sikap Nadia yang menurutnya absurd."Iya mungkin memang tidak pernah di depan kamu, tapi di depan Pak Kafka beda lagi!" ceplos Nadia tanpa sadar, hingga Abimana mengerem tiba-tiba. Bunyi decitan ban sangat keras hingga menyadarkan Nadia jika dirinya telah salah bicara.Abimana memandangi Nadia dengan mata mengiris seolah siap memotong gadis itu hidup-hidup. "Apa yang kamu tahu tentang Tania?" Kini, tatapannya memicing tajam."A-a-a-a-a-anu ...." Tiba-tiba saja Nadia tidak lancar bicara saking kagetnya mendapatkan karma instan dari kalimatnya sendiri.Bersambung ....Abimana terus membidik Nadia dengan tatapan penuh selidik, tapi mata elang itu menakuti si gadis hingga Nadia menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. "Jangan lihat saya begitu ..., kamu seperti penculik cabul!" mohonnya.Abimana berdecak kecil, kemudian membuka kedua jendela mobil supaya pemikiran negatif Nadia terhapus. Suaranya juga terdengar lebih santai. "Katakan saja, apa yang kamu tahu tentang Tania."Nadia membuka tangkupan tangannya perlahan, kemudian celingak-celinguk ke persekitaran, tempat ini ramai hingga cukup membuatnya merasakan mode aman. "Eu ... sebenarnya tidak ada," dustanya karena mana mungkin mengatakan perselingkuhan Tania."Apa yang harus saya lakukan supaya kamu bicara?" tanya lembut Abimana sebagai upaya membujuk Nadia karena memang seperti ini cara membujuk anak kecil.Nadia memandangi Abimana sekilas, kemudian menggerutu, "Kalian sama saja, suka menyogok!""Jadi Tania menyongok kamu, kenapa dia melakukannya?" Penyelidikan Abimana berlanjut karen
Abimana masih menjalani kesehariannya dengan menyibukan diri bersama segudang pekerjaan, kemudian mengantar Tania setelah jam kantor habis. Pria ini sosok sempurna di mata keluarga si wanita hingga mereka selalu menyambut hangat bak menantu. Kali ini, Abimana menyempatkan berkunjung ke kediaman keluarga Tania yang berada di bawah garis hidupnya.Kehangatan keluarga terasa sangat kental di setiap sudut ruangan. "Kapan kalian meresmikan hubungan," goda seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya Tania.Abimana segera mengatakan kebenaran, "Saya sudah mencoba mengajak Tania ke jenjang lebih serius, tapi Tania bilang belum siap." Lirikan hangatnya segera terarah pada Tania setelah menyelesaikan kalimatnya pada orangtua sang kekasih.Segera, ayahnya Tania memerotes halus pada putrinya, "Mengapa belum siap, apa lagi yang kau tunggu?""Eu-hanya belum siap, pa," jawab singkat Tania yang sulit memilih antara Abimana dan Kafka."Usiamu sudah matang."Tania hanya memberikan senyuman halus pada a
Satu jam kemudian, Nadia sudah kembali ke rumahnya. "Nek ... bagaimana pendapat nenek tentang Abimana?" cemasnya.Saraswati baru saja ingin memejamkan matanya setelah membukakan pintu untuk Nadia. "Abimana pria baik." Hanya itu jawaban wanita tua ini karena terlalu mengantuk, "sudah malam, kamu tidur dulu ya, nanti bicarakan lagi besok.""Iya, nek," lesu Nadia. Tadi, dirinya tidak dapat menjawab apapun, lagipula ice cream yang melayang bebas mendarat di pakaian pengunjung lain hingga Abimana disibukan meminta maaf sekaligus mengganti rugi kala Nadia membeku. Setelah semuanya selesai, barulah gadis itu digendong hingga masuk ke dalam mobil karena lutut Nadia lemas.Kini, Nadia memandangi langit-langit saat terbaring di dalam kamar minimalisnya. "Sepertinya Abi memilih putus sama Tania. Iya ampun ... bagaimana besok nasib saya di kampus, apa saya akan mendapatkan serangan sengit dari Tania dan Pak Kafka?" kepanikan luar biasa merayap dari ujung kaki hingga ubun-ubun, tapi perasaan teran
Nadia menatap kosong ke arah bakso yang juga menatapnya. Segera, Amira menegur kawannya karena tidak kunjung menyuap, "Biasanya bakso akan sampai ke dalam perut kalau dikunyah dan ditelan. Hihi ...."Nadia segera mengalihkan tatapan pada kawannya. "Hidup saya sedang terancam seolah harus memilih antara surga dan neraka." Ekspresinya sangat memelas."Memangnya kenapa?" cemas Amira karena sebelumnya Nadia tidak pernah mengatakan keluh kesah."Abimana mengajak menikah, tapi bagaimana ya?" Embusan napas panjang dibuang Nadia."Iya ampun ... diajak nikah sama pacar saja bingung, apalagi diajak ke gunung berapi," ejek Amira dengan tawa."Lagipula mana ada pacar mengajak ke gunung berapi!""Ada, Devan yang mengatakannya, dia memang punya hobby aneh, entahlah pacar saya bar-bar tidak seperti pacar kamu. Huft!""Lalu bagimana cara mengatasi Abimana?" raung Nadia yang semakin dibuat berputar pada ajakan menikah.Amira mulai memasukan suapan pertamanya. "Terima saja deh, mubajir tahu kalau kamu
Acara ini sakral bagi para pebisnis termasuk Abimana, pembahasan pesertanya hanya seputar proyek-proyek besar, sedangkan Nadia lebih banyak duduk seiring menyeruput berbagai macam nimuman yang tersedia. "Acara ini sangat membosankan. sampai-sampai saya harus banyak minum dan sedikit memakan camilan, sekarang Nadia mau pipis, help me ...!" raungan kecilnya. Abimana sedang bersama beberapa rekan seusianya yang juga menjabat sebagai CEO, dia melirik ketika Nadia meninggalkan area pesta. "Mau kemana dia, awas saja kalau kabur," rutuk kecilnya. Sementara, Nadia sedang berlari dengan heelsnya. "Please-please, excuse me!" paniknya kala melewati beberapa orang yang menghalangi jalan keluar. Setelah berhasil lolos dari ruang pesta, gadis ini segera celingak-celinguk, "Di mana toiletnya? Ish, hotel ini terlalu besar ...," raungnya kala di hadapkan pada ruangan besar yang mirip dengan lobby, tapi tempat ini memiliki kolam ikan di tengahnya. Nadia segera berlari ke arah petugas hotel yang sedan
Nadia mengerutkan keningnya. "Jangan berprasangka, saya menghawatirkan penampilan karena saya tahu etika di hadapan orang lebih tua, terlebih kali ini saya akan bertemu orangtua kamu yang memang ingin bertemu saya," tutur si gadis dengan serius supaya Abimana tidak salah paham. Abimana tersenyum tanpa makna, kemudian kembali memasangkan jasnya di bahu Nadia. "Kamu bisa memakai jas saya sampai akhir." Pria ini menggiring Nadia hingga tiba di hadapan ibunya. "Selamat malam ma, ini Nadia yang mama tunggu-tunggu." Segera, Mila terpesona dengan kecantikan titisan Naila-sahabatnya. "Sayang ..., kok baru datang? Dari dulu tante sangat penasaran sama kamu," sambutan hangat Mila yang segera merangkul Nadia hingga si gadis duduk di sisinya. "Maaf tante, karena Abi baru saja mengajak menemui tante sekarang," jujur Nadia. Mila terkekeh renyah, "Abi memang begitu, kalau bukan tante yang menyuruhnya, mana mungkin dia membawa seorang perempuan ke rumah ini. Sampai-sampai tentangga mengira jika Ab
Abimana menyelesaikan mandinya dengan cepat, tetapi Nadia sudah terlelap di atas sofa. "Kalau wanita dewasa tidak akan tertidur di saat penting seperti ini," keluhnya padahal tamu di luar sana sudah berdatangan, mereka adalah tamu khusus-kawan sekolah dan kuliahnya.Tubuh ringan Nadia diangkat lembut, kemudian dibaringkan dengan hati-hati beserta gaun pernikahan yang tampak merepotkan. Sekilas, pria ini memandangi wajah Nadia yang cantik dan masih tampak segar. Namun, bayang-bayang Tania menelusup ke dalam pikiran dengan sengit. "Tadi Tania hadir, dia tampak sangat cantik," kagumnya karena bagaimanapun Abimana tidak bisa melupakan begitu saja hubungan yang pernah terjalin hampir satu tahun.Tepian tempat tidur menjadi persinggahan Abimana kala memikirkan semua kenangannya dengan Tania sekaligus kejadian memilukan yang terakhir.Dihembusnya udara tidak sedap akibat kandasnya hubungan yang diharapkan sampai ke jenjang pernikahan, kemudian wajahnya kembali menoleh ke arah Nadia yang tert
Nadia memejamkan matanya rapat-rapat karena terlalu takut pada malam pertama di depan mata. Saat ini, wajah Abimana mulai menelusup pada leher jenjang Nadia yang memiliki aroma menggiurkan. Hidungnya yang tinggi menyapu leher sebelah kiri si gadis dengan sangat sensual. Tidak ada Tania dalam otaknya kini karena semua bagian itu sudah diisi oleh Nadia dan bayangan hubungan ranjang pertamanya.Kepalan kedua tangan Nadia sangat menunjukan ketakutannya. Maka, Abimana melepaslan cengkeraman tangan di pergelangan tangan si gadis, kemudian berbisik lembut. "Relaxs saja, bukan cuma kamu yang akan melakukan malam pertama, tapi saya juga, saya masih perjaka, kamu harus tahu."Kedua kelopak mata Nadia sedikit terbuka untuk mengintip wajah Abimana hingga senyuman teduh si pria tampak begitu jelas. "Mana mungkin kamu belum berpengalaman." Suara Nadia masih memerdengarkan ketakutannya."Sungguh, saya tidak pernah menyentuh wanita selain kamu." Suara Abimana sudah semakin berat. Maka, segera dirinya
Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani
Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya
Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua
Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau
Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali
Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik
Kali ini Nadia mulai memutuskan jika dirinya akan meminta bantuan Abimana untuk mencari ibunya. "Tolong temukan mama." Tatapannya begitu merindu."Iya, saya akan berusaha maximal mencari mama kamu yang juga adalah mertua saya!" Tekad tegas Abimana, "terimakasih sudah percaya pada saya." Senyuman melengkung bangga karena akhirnya Nadia meminta pertolongan dirinya untuk hal sangat penting ini."Nenek yang memberi saran, nenek juga bilang bisa merasakan kehadiran mama yang katanya masih ada, mama tidak meninggalkan saya, mungkin cuma raga kami saja yang terpisah.""Iya, saya janji. Kamu bisa memegang janji saya ini dan ingatkan saya jika suatu hari saya lalai pada janji saya ini!" Tekad kuat Abimana masih diperlihatkan, kali ini seiring mengusap sebelah pipi Nadia.Malam ini, Nadia memandangi foto ibunya yang diberikan Saraswati. "Ma, cepat temui Nadia ya, jangan buat Nadia gelisah terus-menerus dan bertanya-tanya di mana mama karena Nadia tidak bisa seperti itu terus ...."Abimana memot
"Ma, apa kita harus kembali?" Tania mulai memikirkan ulang melahirkan di negara ini karena dirinya memiliki suster yang sudah disuap di negara asalnya demi mengubah DNA bayinya menjadi milik Abimana."Jangan sayang, lebih baik melahirkan di sini saja, kamu sedang hamil tua, jangan sering bepergian.""Tapi Tania tidak mau melahirkan di sini walau Abi siap datang kesini.""Kenapa ..., ada mama di sisi kamu, mama tidak akan meninggalkan kamu." Nia membelai lembut putrinya."Tapi Tania tetap akan kembali saja bulan depan saat usia kandungan tujuh bulan!" Wanita ini mulai khawatir karena angka kelahiran tidak selalu bulan ke sembilan, sering terjadi kelahiran di bulan ketujuh, maka untuk berjaga-jaga lebih baik dirinya kembali ke negara asal."keputusan ada pada kamu, tapi mama memberi saran saja supaya melahirkan di sini.""Terimakasih ya ma selalu ada di sisi Tania." Pelukannya melingkar dengan penuh rasa syukur karena tanpa ibunya maka dirinya tidak akan bisa bertahan hingga hari ini.*
Malam ini Abimana meninggalkan alat pengaman yang selalu tersedia di dalam laci rahasia yang terkunci supaya tidak seorangpun tahu jika mereka sangat berhati-hati tentang kehamilan. Benda pusakanya sangat bersemangat karena akan mengeluarkan cairan putih di dalam rahim Nadia bersama harapan cairan itu akan menggumpal hingga menghasilkan anak yang sempurna."Abi, kamu yakin tidak akan pakai alat pengaman?" keraguan masih mencambuk hati Nadia."Tidak usah, kita lakukan saja secara alami." Semangat berlipat Abimana."Tapi ..., kalau saya hamil dan melahirkan saat usia kuliah, bagaimana masa depan saya, bagaimana saya bisa menyenangkan nenek dengan prestasi," risaunya."Kamu masih bisa menggapai cita-cita walau hamil dan melahirkan. Tenanglah semuanya akan berjalan dengan mulus, saya jamin!" Abimana berpikir jika uang bisa menyelesaikan segalanya salah satunya saat Nadia hamil, tapi tetap ingin kuliah atau setelah menjadi ibu, tetapi tetap ingin menggapai masa depan, semuanya seolah tingg