Zha terlihat mengibaskan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Pandangannya menyebar ke sekeliling ruangan kamar yang nampak tak asing baginya ini, tapi juga tidak terlalu diingatnya itu. Zha berusaha mengingat apa yang terjadi, hingga seseorang membuka pintu dan mendekatinya."Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah lebih baik?""Hall. Dimana ini. Apa yang terjadi?" Zha bertanya pada Halilintar yang sudah berdiri di samping Ranjang."Kamu berada di kamarku. Tenanglah. Dokter sudah mengeluarkan peluru dari tubuhmu dan sudah mengobati lukamu. Sebentar lagi kamu akan pulih." jawab Halilintar, kini dia duduk di samping Zha yang juga sudah duduk di tepi ranjang."Lalu dimana Elang?" tanya Zha."Elang sudah kembali ke markas , dan Ayahku sengaja membawamu kemari." jawab Halilintar.Zha mendongak, dia teringat tentang Aaron Albarez, Ayah dari pria ini. Mengingat akan perjanjian Mereka sebelum tragedi ini terjadi. Zha mulai banyak berpikir kemudian dia berkata,"Aku harus pulang sekarang. Te
"Hall.." Zha menarik tangan Halilintar."Cepatlah berganti, kamu jangan memancingku?" ucap Halilintar tetap tidak mau menoleh pada Zha."Siapa yang ingin memancingmu? Aku harus ganti pakai apa? Aku hanya ingin meminjam bajumu, mesum!""Nih. Pakai ini." Hall menyodorkan pakaian pada Zha dan mau tidak mau matanya kembali menangkap pemandangan yang membuatnya gemetar itu.Saat Zha meraih pakaian itu, Halilintar nampak memejamkan matanya dan membuang nafas beratnya kemudian tiba-tiba dia menarik cepat tubuh Zha."Hall,.!" Zha terperangah namun ia tidak sempat menghindar ketika Halilintar sudah mencium habis bibir nya dan mendorong tubuhnya hingga terlentang di atas ranjang dan Halilintar kini sudah menindih tubuhnya."Hall, kamu sudah gila!""Maaf Zha, aku tidak bisa menahannya." bisik Halilintar kembali mencium bibir Zha dan menarik sedikit turun handuk yang melilit tubuh Zha lalu segera menghujaninya dengan bibirnya."Hall, Ah.!" Zha mendesah lirih ketika Halilintar bermain di dadanya d
"Perasaan kita Zha, ini tentang perasaan kita. Percayalah. Semua akan lebih mudah jika kita menghadapinya bersama-sama, apapun itu." Halilintar meraih tubuh Zha dan memeluknya."Aku ingin menemanimu,"Zha hanya terdiam tanpa menjawab, yang di pikirkan Zha saat ini adalah bagaimana ia harus pergi dari keluarga ini. Ia tidak ingin keluarga Albarez ini terlibat jauh dalam kehidupannya yang memiliki jalan yang begitu berbeda dengan jalan kehidupannya.Bagaimana tidak, Keluarga Albarez adalah keluarga terhormat dari kalangan kelas atas yang sangat terkenal di negeri ini. Sementara dirinya hanyalah seorang mafia yang memiliki riwayat kelam dan bisnis gelap yang sangat menyimpang dari keluarga ini.Sebab itu Zha banyak berpikir. Jika ini teruskan, hubungan mereka akan diibaratkan orang seperti bumi dan langit. Satu jauh diatas dan dipuja, sementara satu berada dibawah dan dibenci.Bagaikan air dan minyak yang tidak akan mungkin bisa untuk bersatu. Jika dipaksakan itu hanya akan menjadi masal
BOOM!Seketika jantung Zha seperti hendak meledak, dia terkejut. Namun Zha yang sangat pintar menyembunyikan perasaan itu bisa berpura-pura tidak terkejut.Zha hanya tersenyum simpul."Ah, Tuan. Apa aku tidak salah mendengar?""Tidak. Kamu tidak salah dengar. Di hadapanmu langsung, aku ingin melamarmu untuk putraku Halilintar. Bersediakah kamu untuk menjadi menantu kami?"Sekarang ini Zha bahkan tidak bisa menetralkan jantungnya yang berdegup kencang saat ini. Meskipun wajahnya tetap terlihat tenang."Tuan, sepertinya kalian salah memilih. Kalian akan menyesal.""Bukan itu jawaban yang aku inginkan Zha. Bisakah kamu menerima lamaranku ini?" kembali Aaron Albarez bertanya pada gadis yang mulai terlihat sedikit gelisah itu."Maaf Tuan. Tapi aku sungguh tidak bisa." jawab Zha kembali dengan wajah datarnya."Beri aku alasan atas penolakanmu." ucap Aaron masih tetap dengan sorot kewibawaannya."Banyak hal Tuan. Selain karena aku bukanlah wanita yang tepat untuk seorang Putra mahkota sepert
Sepanjang perjalanan Zha tidak membuka suaranya, gadis itu hanya diam dan menatap lurus ke depan, lain hal dengan pemuda yang tengah duduk mengendalikan setir di sebelahnya itu, ia terus berbicara ke sana kemari sambil terus melirik Zha sampai tangan Zha menepuk ringan wajahnya ketika satu lirikan tertangkap basah oleh Zha."Apa yang kamu lihat!""Jelas wajah kekasihku ini. Apa kamu keberatan?""Ya. Aku keberatan! Jadi jangan terus melihatku!""Ah Zha,.. apa yang membuatmu keberatan? Itu bahkan tidak akan membuat kulitmu lecet sedikit pu." bantah Halilintar."Diamlah Hal, Aku tidak suka. Fokuslah menyetir atau aku yang akan membawanya."Halilintar lagi-lagi hanya bisa menghela nafas, ia harus semakin bersabar menghadapi kekasihnya yang mempunyai hati sedingin es itu.Laju kendaraan masih terus berlanjut di jalanan aspal hingga beberapa saat.Zha menoleh ke arah Halilintar ketika ia menangkap sesuatu yang mencurigakan di belakang Mobil mereka."Sepertinya, ada yang mengikuti kita."Hal
"Tolong berhenti, kami akan ikut. Kemanapun terserah!" teriak Zha saat beberapa warga itu sudah menarik paksa Halilintar dan siap menghajarnya."Baik kalau begitu." jawab Seorang pria itu menarik kasar tangan Zha."He, jangan menyentuh kekasih ku atau ku habisi kalian!" Halilintar yang panas melihat Zha di tarik langsung menarik kerah pria itu dan melayangkan tinjunya.Melihat itu Zha langsung menepis tinju Halilintar sebelum mendarat ke wajah pria itu."Hall, tenanglah. Kita tidak boleh gegabah menghadapi warga." bisik Zha berusaha meredakan emosi Halilintar."Jangan main kasar, kami sudah menuruti mau kalian!" ucap Halilintar.Akhirnya para warga menggiring Halilintar dan Zha menuju rumah kepala desa mereka.Sepanjang melangkah Halilintar menggandeng tangan Zha dan sesekali melirik wajah Zha dengan penuh penyesalan dengan apa yang terjadi.Hingga mereka sampai di rumah kepala desa, Halilintar tidak memperdulikan mereka ketika salah satu dari mereka berbicara menjelaskan apa yang ter
Zha sudah berhasil menenangkan hati Riana yang kini duduk manis di sampingnya di jok belakang, sementara Halilintar sendiri berada di kursi depan bersama sang sopir yang membawa mobil mereka melaju ke Rumah Utama.Mobil yang ditumpangi Aaron dan Emily pun mengikuti mobil mereka dari belakang bersama mobil mobil para pengawalnya.Zha mengira setelah sampai di Rumah Utama keluarga Albarez keadaan akan sudah tenang dan Zha bisa segera berpamitan untuk pulang ke Mansion bersama bibinya.Namun perkiraan Zha salah besar, bagaimana tidak, sesampainya mereka di Rumah Utama Sang bibi kembali mengamuk dan kali ini Riana menuntut keluarga Samudra."Maaf Tuan dan Nyonya ya? Bukan saya tidak sopan. Tapi saya menuntut keadilan. Saya mau putra kalian menikahi Zha. Jika tidak saya akan menuntut kalian dengan jalur hukum biar nama keluarga terhormat kalian akan tercemar dan mendapat malu!" ucap Riana membuat Zha kaget."Bibi. Apa yang bibi katakan? Tuan maafkan bibiku. Tidak perlu diambil hati ucapanny
Masih di kediaman rumah keluarga Albarez, namun kali ini tepatnya di dapur milik rumah besar itu.Setelah acara makan malam usai, Riana dan Emily terlihat duduk berhadapan, keduanya melempar pandangan dan sama sama tersenyum simpul."Kamu senang Nyonya?" tanya Riana meneguk air mineral dingin yang ada di genggaman."Jangan panggil aku Nyonya. Bukankah sekarang kita sudah menjadi besan?" balas Emily dengan nada sopan."Ah iy. Em Besan, ah. Seperti sangat kaku. Biarlah, aku akan tetap memanggilmu Nyonya. Tidak perlu keberatan dengan panggilanku karena itu terasa lebih nyaman." ucap Riana."Terserah ibu saja kalau begitu." kembali kedua wanita itu tersenyum."Bagaimana,""Aku senang sekali. Terimakasih atas kerjasamanya yang baik. Percayalah. Kami akan menjaga Kanzha dengan nyawa kami." Emily segera memotong pertanyaan dari Riana."Saya yang seharusnya berterima kasih Nyonya, ini adalah harapan ibunya, Kanzha menikah dan bisa hidup bahagia, tidak seperti kami." mata Riana mulai berkaca-k