Jantung Aliesha seperti berhenti berdegup ketika ayahnya menanyakan siapa ayah anak-anaknya. Betapa pertanyaan yang sebenarnya dia tahu jawabannya tapi yang jelas itu tak akan bisa dicerna oleh sang ayah.
“Siapa ayahnya? Apa kamu hamil di luar nikah dan aku tidak kamu beritahu?” Sang ayah melanjutkan pertanyaan yang tadi dilontarkan.
Sekarang ayahnya terlihat lebih mirip seperti anak usia PAUD daripada seorang kakek.
Sari yang baru datang ikut bingung. Dia berpandangan dengan majikan wanitanya yang seolah bertanya padanya apa jawaban yang harus diberikan.
“Tuan, susunya sudah dibuatkan Bi Lastri tadi. Sebaiknya segera diminum. Mari saya antarkan.” Lengan Tuan Martin dipegang oleh Sari untuk diarahkan ke kamar.
“Mungkin sebaiknya kita cari orangnya, Aliesha. Jangan mau kamu disia-siakan begini. Apa keluarga lelaki itu kaya raya atau miskin?” ayahnya masih saja belum mau beranjak pergi.
Batin Aliesha teriris
“Apa kalian sedang bermain-main malam-malam begini?” Ayahnya berseloroh membuat Aliesha bingung harus bagaimana menjelaskan. Noah tiba-tiba melepaskan begitu saja jeratannya. Dia khawatir kalau-kalau Tuan Martin akan menyerang karena dia ketahuan hendak membekap Aliesha. “Ayah, kenapa ayah belum tidur? Kemarin-kemarin malam kan sudah tidur di jam segini?” Aliesha mengingatkan. “Kamu kenapa main-main sama sopir? Itu si kembar siapa yang menjaga?” Ayahnya protes layaknya anak kecil. Noah tidak mengerti apa yang sedang terjadi. “Cepatlah pergi dari sini atau kamu akan aku panggilkan satpam perumahan.” Aliesha membisikkan kalimat itu agar Noah segera pulang. “Tidak semudah itu. Apa yang terjadi pada ayahmu, Aliesha?” tanya Noah masih dalam volume suara pelan. Dia tak ingin Tuan Martin mendengar dan bisa saja keadaan menjadi runyam. “Sudah. Ini bukan urusanmu. Cepat pulang sana!” seru Aliesha sambil mencubit lengan Noah. “Aku tidak akan pulang sebelum kamu membiarkan aku menjenguk
Komplotan pria kekar yang rupanya debt collector itu tak mengerti dengan maksud perkataan Aliesha."Hah, kami bukan suruhannya. Bos kami bukan orang sembarangan!" ucap salah satu di antara debt collector itu."Tidak perlu menutup-nutupi. Berapa upah yang kalian terima sebagai tukang tagih hutang, hah?" Giliran sekarang Aliesha yang menaikkan volume suara.Noah mencegah untuk tidak cari gara-gara dengan para debt collector itu."Sudahlah." Noah berencana untuk menyudahi saja huru-hara yang terjadi malam-malam. “Sekarang apa mau kalian?”Khawatir nanti akan mengganggu ketenangan tetangga, Noah berupaya mencari jalan tengah saja.“Kamu anak muda, jangan macam-macam sama kami!” pria berperawakan seperti algojo itu mendekati Noah dan mencengkram lehernya. “Mau aku lumat dengan tangan kosongku?”Bukannya takut, Noah justru makin melawan. “Hajar saja kalau kamu berani! Siapa yang menyuruhmu, katakan sekarang dan aku akan menemuinya!”“Dasar anak muda kurang ajar. Berani-beraninya kamu sama a
Goresan dan gesekan dengan lantai paving yang mengena di tubuhnya menyisakan rasa pedih luar biasa.Berkali-kali Noah hanya meringis saat Aliesha membersihkan lukanya dengan alkohol.“Pelan-pelan saja!” Rutuknya karena menganggap Aliesha masih terlalu kasar mengoleskan cotton bud ke lukanya.“Ini sudah pelan-pelan. Kamu jangan banyak gerak!” Aliesha merasa apa yang dia kerjakan tidak ada yang salah.Sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Walau bagaimanapun dia dulunya berpengalaman sebagai seorang PMR di masa sekolah.“Kalau tidak ikhlas menolongku, biarkan saja luka-luka ini. Kamu tidur saja sana! Aku bisa membersihkannya sendiri.” Noah makin cerewet seperti balita.“Heran aku! Bukannya berterima kasih malah ngomel dan ngeluh terus.” Aliesha membuang cotton bud itu ke dalam keranjang sampah.Lalu beranjak pergi meninggalkan Noah terbaring di sofa ruang keluarga.“Apa
“Noah, badanmu masih demam!” Aliesha mengecek dengan satu tangannya ke dahi. “Kenapa kamu bangun? Tidur lagi sana!”Layaknya seorang anak kecil, dia menuruti perintah mantan istrinya.Tubuhnya terasa belum seimbang saat digunakan untuk berjalan. Ada gaya tarik untuk merasa miring condong ke kiri atau kanan sehingga dia hampir saja jatuh.“Tapi, aku mau memegangnya dengan tanganku!” sebagai seorang papa muda, tentunya dia ingin merasakan bagaimana itu menggendong anaknya sendiri.“Sudahlah, urusi dirimu dulu. Jangan sok-sokan mau gendong bayi. Memangnya kamu bisa?” perkataan itu terdengar sangat menyakitkan dan setelah mengucapkannya Aliesha membawa anaknya jalan-jalan keluar.Sengaja sekali untuk menjauhkannya dari darah dagingnya sendiri.Barulah Noah ingat kalau semalam dia belum makan. Tak ayal rasa pusing dan perut pedih kini dirasakannya.Belum pernah dia skip kalau untuk urusan mak
“Bagaimana kamu bisa di sini dan berada di lantai dua?”Noah bertanya dengan nada tinggi. Ingin dia marah dan meluapkan emosi pada sepupunya itu.“Pertanyaan yang sama, bagaimana Aliesha bisa membiarkan kamu duduk manis di ranjangnya? Ini hal yang aneh menurutku.” Desis Ben tak kalah murka.“Sebentar, kamu mengatakan ini seolah-olah sudah terbiasa berada di tempat ini!” Meski Noah terkesan menuduh, dia mengatakannya karena melihat gelagat Ben yang tak terlihat kaku saat berada di sini.Sementara dirinya sendiri masih sedikit kaku dan tak terbiasa menginvasi ruangan paling privasi milik Aliesha.Baginya dia harus tahu diri dan tak terlalu banyak menyelidik apa saja yang terdapat di ruangan ini.“Sudahlah, Noah. Sebaiknya kamu segera angkat kaki dari sini. Kakek pasti akan sangat marah melihat kamu ada di sini.” Ben menggunakan dalih kakeknya untuk menakut-nakuti Noah. “Kamu sudah harus tidak berhubungan dalam bentuk apapun dengan Aliesha, bukan?”Noah tentu saja tak bisa berkata apa-ap
“Noah? Kamu masih di sini?” Aliesha tak tahu menahu bagaimana bisa dia masih di sini dan tak beranjak pergi?“Memangnya kenapa kalau aku di sini? ini kan rumahnya a-…“ tangan Aliesha segera membekap mulut Noah yang mau mengatakan kalau ini adalah rumah anak-anaknya.“Uk…uk…” Noah berbicara tapi dalam kondisi bungkam. Tidak ada kata yang terdengar jelas.“Ben, sebaiknya kamu pergi dulu. Aku harus menyelesaikan urusan dengan adik sepupuku ini.” Tangan Aliesha menarik kuat-kuat lengan Noah untuk kembali masuk ke rumahnya.Ben pura-pura tak mengenal Noah dan menuruti Aliesha.“Aliesha, kalau begitu… aku izin pamit saja. Semoga kamu dan si kembar sehat-sehat selalu. Tadi aku menitipkan sesuatu pada Bi Lastri.” Ben akhirnya pamit dan pergi dari kantor.Suasana kantor sudah panas seperti sisi di sekeliling api unggun.“Ke mana saja lelaki itu saat kamu dalam masalah? Saat semua sudah damai, baru dia berani unjuk gigi!” Noah seenaknya sendiri berkomentar.Beberapa anak buah Aliesha tertawa sa
Benarlah apa yang dikatakan pepatah. Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak.Bagi Aliesha, Noah tak ubahnya seperti kuman kecil yang hanya terlihat kesalahannya. Apapun yang dia kerjakan akan selalu tidak benar di matanya."Kamu sudah tahu kalau Ben itu suruhan kakek?" Ricky muncul dari balik pintu. Siapa yang menyangka dia akan membagikan fakta ini? "Dari mana kamu tahu?" Noah yang baru saja membersihkan luka-lukanya yang telah kering dua hari yang lalu."Jangan jadi cucu lugu, Noah. Bagaimana mungkin dia bisa terjun ke lapangan setelah kalian bercerai? Aku yakin Ben menyandang misi sama sepertimu. Kakek belum puas setelah memporak-porandakan keluarga Martin."Ricky yang sudah tahu betul bagaimana perasaan Noah terhadap Aliesha, dia merasa tidak tega kalau melihat saudara sepupu terdekatnya menderita."Apa rencana kakek memangnya?" Noah meletakkan lap yang awalnya dia gunakan untuk bersih-bersih kaki."Ben sebenarnya diutus untuk menaklukkan hati Aliesha
Aliesha tak tahu jawaban apa yang akan diberikannya pada Ben setelah pertanyaan tempo hari.Baginya Ben adalah seorang teman yang selalu ada untuknya dan bersikap baik. Aliesha paham kalau dia tak pernah mengecek backgruund siapa sebenarnya lelaki yang dekat dengannya beberapa bulan terakhir itu."Kalau menurut Bi Lastri gimana? Apa saya perlu bertanya tentang kepastian ini?" Aliesha gamang haruskah dia seriusi hubungan ini atau sekedar di perbatasan pertemanan saja."Non, kalau Bibi boleh usul, apa tidak sebaiknya diselesaikan dulu urusan proyek-proyeknya itu? Bagaimana nanti kalau sewaktu-waktu Non Aliesha malah terteror lagi?" Apa yang dikatakan Lastri ada benarnya juga.Jika dibiarkan berlarut-larut, masalah bukannya selesai tapi justru akan semakin rumit dan menumpuk."Iya, Bi. Betul juga saran Bibi sekarang." Aliesha menyambung pernyataan Lastri tadi. "Setahu saya, Noah sudah berusaha keras untuk menyelesaikan. Kapan hari saya ketemu di swalayan tempat saya belanja bulanan itu,