"Bangunlah! Apa yang kamu lakukan di sini?" Aliesha ikut hujan-hujanan dan memukul-mukul punggungnya.Tak juga bereaksi, Aliesha akhirnya berteriak ke dalam rumah dan mencari bantuan.Beberapa orang pembantu lelaki membopong tubuh itu untuk kembali ke pavilion.Terpaksa mereka harus melepaskan seluruh pakaiannya yang basah kuyup."Nona, dia harus diganti bajunya..." Kata salah satu pembantu. "Terakhir kemarin saya lihat, di sini ada beberapa baju yang tertinggal di lemari. Mungkin itu baju-baju milik Noah jaman dulu."Pembantunya itu mengambil beberapa lembar baju."Biar aku saja yang menggantikan." Aliesha mengambil baju itu dari tangan pembantunya dan menyuruh mereka pergi. "Bawakan aku teh panas dan sepiring bubur ayam. Aku tahu tadi Sari memasakkannya untuk si kembar.""Baik, Non. Kami ke dalam dulu..."Seperginya pembantu-pembantu itu, barulah Aliesha menyadari kalau dia dan Noah bukanlah suami istri lagi.Tentu dia agak ragu, tapi melihat kondisi Noah yang melemah, tak ada pilih
Langkahnya gontai saat kembali masuk ke dalam rumah. Karena dia tak memiliki ponsel, jadi tak bisa menghubungi siapapun. Satu-satunya akses adalah Bi Lastri. Tapi, bagaimana caranya berdamai dengan wanita itu kalau sampai sekarang dia masih merasa sakit hati? Rasanya tidak mungkin untuk berdamai dengan sosok yang mengkhianati dirinya. "Anak-anakmu mencarimu..." Itu saja kalimat singkat yang diucapkan oleh Bi Lastri. Tak ada lagi kalimat lain yang berani ia ucapkan karena takut. Bi Lastri sudah tahu luar dalam tentang Aliesha. Wanita cantik itu kalimatnya bisa lebih beracun daripada ular berbisa. Seharian dia hanya menemani anak-anaknya bermain. Tak ada lagi hal lain yang bisa dilakukan. Kemarin-kemarin saat di mana dia begitu menginginkan pulang, tapi saat ini dia justru merasa seperti terpenjara saat di sini. Bi Lastri tampak bersikap dingin dan tak banyak bicara selama ada Aliesha di lantai satu. Sering dia mengurung diri di kamar dan tak banyak berkata dengan siapapun. Sa
"Kalian tak perlu sembunyi-sembunyi seperti maling..." Aliesha mengucapkan kalimat yang membuat Ayah sekaligus Bi Lastri terkejut bukan main.Keduanya sedang saling berpegangan tangan dan bertatap wajah. Seketika mereka melepaskan pegangan itu dan saling menjauh karena mengetahui ada Aliesha di belakangnya."Aliesha... ini tak seperti yang kamu kira!" Ayahnya masih saja membantah dan mengelak karena tak ingin mengakui apa yang telah diperbuat terhadap pembantunya."Aku tahu. Ini memang tak seperti yang aku kira, Ayah. Tapi lebih dari yang pernah aku kira!" Jawabnya sambil mendekat.Ayahnya tampak takut dan khawatir kalau-kalau Aliesha akan melakukan sesuatu pada dirinya dan Bi Lastri Bisa saja dia akan berteriak, mengatai Bi Lastri, menjambak atau bahkan memukulnya."Jangan sakiti, Lastri! Dia tidak bersalah. Akulah yang memulai semuanya..."Kalimat Tuan Martin itu terang saja membuat Bi Lastri tersentuh. Jelas-jelas ini dulu ia yang memulai. Dia yang datang menggoda majikannya.Senga
"Noah, tapi... apa tidak sebaiknya kamu titipkan pada Papanya?"Saat Ricky belum selesai mengatakannya, sosok itu sudah keburu menghilang dari balik pintu."Baiklah... kamu juga sama-sama tergesa-gesa seperti Ben. Bahkan ponselmu tertinggal juga kamu tidak sadar!"Kenapa dua sepupunya itu bertingkah aneh pagi ini? Ricky tak tahu menahu."Ricky... Ke mana Noah dan Ben?" Papa Ben baru kembali dari jalan-jalan paginya di luar.Baik anak dan sepupunya tadi keluar dari rumah sakit tanpa menyapanya. Padahal dia ada di lobby."Entahlah. Tadi Noah mengantarkan ponsel Ben yang tertinggal sementara Noah sendiri ketinggalan ponselnya di sini." Ricky tertawa."Apa kamu juga ingin mengantarkan ponsel Noah ke rumah lalu kamu meninggalkan ponselmu di sini agar aku membawanya untukmu?" Tanya Papa Ben yang disambut tawa oleh Ricky lagi."Tentu saja tidak, Paman. Biarkan mereka berdua saja yang saling kejar!"Ricky menyahut.**Di perjalanan, Noah mempercepat laju mobilnya dengan harapan bisa berpapasa
"Non, saya tidak pernah sekalipun terpikir untuk mencari kekayaan dari jalan seperti ini!" Bi Lastri nampak marah dan tersinggung saat Aliesha bertanya soal 'harga'."Bi Lastri tak perlu pura-pura sama saya. Terus terang saja saya kaget, kenapa baru sekarang Bi Lastri melancarkan aksi!" Celoteh Aliesha yang tak kalah pedas dengan ungkapan Soraya biasanya pada Bi Lastri.Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca. Dia sepertinya tak tahan berlama di sini."Kalau memang Non Aliesha mengira saya hanya mencari harta, silakan saja. Itu hak Non Aliesha untuk menilai saya. Permisi."Dikira tadinya Aliesha sudah ikhlas menerima, nyatanya dia justru bersikap sebaliknya. Ini adalah pernyataan yang paling menyakitkan seumur hidupnya.Mungkin saja ini adalah karma dari perbuatannya.Bisa jadi memang dirinya tak berhak untuk mencintai atau dicintai siapapun seumur hidup."Lastri, sepertinya malam ini kita akan mengadakan makan malam di luar. Aliesha sebenarnya mau aku ajak..." Tuan Martin sudah menda
"Kepikiran sesuatu?" Ricky yang kebetulan menemui Noah selepas mengantarkan Bi Lastri, bertanya.Noah menggeleng."Tapi wajahmu jelas menggambarkan kalau dirimu sedang terganggu oleh hal yang membuatmu bingung bagaimana mencari solusinya!" Ricky meledek dan tertawa.Sama sekali bukan lelucon yang lucu. Saat ini Noah sedang dilanda kebingungan.Bagaimana mencari tahu soal Bi Lastri? Ketika dia pergi dari rumah Tuan Martin, itu artinya dia tak lagi memiliki mata-mata yang bisa diandalkan. Sementara kasus Kakeknya masih belum menemukan solusi.Haruskah dia yang ke sana langsung untuk mencari tahu?Tapi itu terlalu beresiko.Dia harus mencari cara."WOY!" Ricky melemparkan sebuah gumpalan kertas kecil ke kening Noah."Apaa?!!" Noah marah."Kamu melamun dari tadi sampai-sampai seperti orang sedang mabuk mau bunuh diri..." Tudingnya.Ricky mengambil duduk di sebelah sepupunya. "Aku hanya butuh jawaban. Itu saja." Kata Noah."Kalau soal Aliesha, jawabannya tidak. Dia terlihat makin romantis
"Kenapa harus begitu Kek?"Ben merasa khawatir dan berharap Kakeknya tidak tahu menahu soal keberadaan Aliesha kini."Itu adalah aturanku. Aku tidak mau anak itu masih berhubungan dengan ayahnya. Suruh dia memilih antara kamu atau ayahnya." Saran Kakek tua itu pada cucunya.Sebuah hal yang berat. Tentu saja Aliesha akan sulit memilih siapa yang lebih berat untuk dirinya.Suami dan Ayah adalah dua sosok yang sama pentingnya dalam hidup seorang wanita."Kek, kenapa harus demikian?" Ben merasa ini akan menjadi hal yang sulit.Dia sudah sangat merindukan istrinya itu dan berharap dia akan pulang secepatnya. Tapi, bagaimana cara menjemputnya!?"Jangan tanya lagi. Aku mau istirahat!" Kakek menutup sesi diskusi dan memejamkan matanya.Itu tandanya dia sudah tak mau lagi diganggu.Giliran sekarang Ben harus memutar otak untuk mencari bantuan agar bisa menjemput istrinya kembali. Bukankah dia kemarin diantarkan oleh Noah, itu berarti... meminta tolong Noah saja untuk menjemput istrinya!Noah m
"Noah? Kenapa ke sini lagi?"Lelaki bertubuh atletis itu tak lantas menjawab saat ditanyai oleh Aliesha.Dia tak mau berdebat panjang dan masuk begitu saja ke area parkiran."Kenapa tidak langsung ke rumah Kakek saja?" Tanya Aliesha lagi. Padahal jelas-jelas dirinya sudah menyebutkan merindukan suaminya.Noah tak bergeming dan melanjutkan menggendong kedua anaknya dengan tangan kanan dan kiri."Noah!"Aliesha tak punya pilihan selain mengikuti lelaki itu. Ketika sampai di unitnya, Noah bukannya membuka pintu dengan mengetik kode melainkan dia malah memencet bel. Seolah-olah ada seseorang di dalam.Tak lama mereka menunggu, seseorang membuka pintu dari dalam.Di situlah Aliesha merasa jantungnya seperti melompat ke luar dari tubuhnya."Bi Lastri? Jadi kamu di sini!?" Ocehan itu mulai keluar dari mulutnya.Dia merasa janggal bagaimana bisa sosok wanita yang biasa menjadi pembantu di rumahnya itu kini tiba-tiba
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan