"Noah? Kenapa ke sini lagi?"
Lelaki bertubuh atletis itu tak lantas menjawab saat ditanyai oleh Aliesha.
Dia tak mau berdebat panjang dan masuk begitu saja ke area parkiran.
"Kenapa tidak langsung ke rumah Kakek saja?" Tanya Aliesha lagi. Padahal jelas-jelas dirinya sudah menyebutkan merindukan suaminya.
Noah tak bergeming dan melanjutkan menggendong kedua anaknya dengan tangan kanan dan kiri.
"Noah!"
Aliesha tak punya pilihan selain mengikuti lelaki itu. Ketika sampai di unitnya, Noah bukannya membuka pintu dengan mengetik kode melainkan dia malah memencet bel. Seolah-olah ada seseorang di dalam.
Tak lama mereka menunggu, seseorang membuka pintu dari dalam.
Di situlah Aliesha merasa jantungnya seperti melompat ke luar dari tubuhnya.
"Bi Lastri? Jadi kamu di sini!?" Ocehan itu mulai keluar dari mulutnya.
Dia merasa janggal bagaimana bisa sosok wanita yang biasa menjadi pembantu di rumahnya itu kini tiba-tiba
"Noah, kamu bilang apa barusan?" Aliesha bertanya karena dia tak begitu mendengar apa yang dibisikkan oleh Noah.Yang terdengar hanyalah kalimat sepatah dua patah kata."Tidak penting." Jawab Noah. Lantas lelaki keturunan bule itu melanjutkan kalimatnya. "Sulitkah memaafkan seorang Bi Lastri yang sudah puluhah tahun mengabdi di tempat keluargamu?"Aliesha tak bergeming. Memang di sisi lain, dia juga berpikir kalau apa yang dilakukan Bi Lastri sebenarnya tak separah apa yang telah Noah lakukan. Tapi tetap saja keduanya mengkhianati orang yang telah diperangkapnya."Aku tak bisa menjawab. Mungkin sekarang kamu bisa membalik situasi jika kamu di posisiku. Apa kamu kira-kira bisa memaafkan kelakuannya? Aku tak pernah menduga kalau akhirnya Bi Lastri sama saja seperti Soraya!" Ucapnya namun sudah tidak dengan suara yang meninggi."Iya, aku pasti juga merasakan hal yang sama. Tapi... Setidaknya cobalah untuk membuka hatimu. Orang ini telah mengabdi berpuluh tahun padamu dan keluargamu. Apa
"Aku hanya mau tidur saja! Aku sudah lelah." Kalimat itu membuat Aliesha tenang. Dia sudah berpikiran macam-macam dan khawatir. Lelah? Tentu saja. Siapa yang tak lelah jika ujian hidup tak ada hentinya. Rasanya seperti berendam di bawah air dan tak pernah berkesempatan untuk menghirup udara bebas. Aliesha juga merasakan itu. Perlahan, tubuh Noah mulai terlihat lemah dan nafasnya mulai teratur. Dia benar-benar tidur. Giliran Aliesha yang sekarang tak sanggup memejamkan mata. Pikirannya ke mana-mana. Sekarang seharusnya dia sudah pulang berkumpul dengan suaminya. Tapi, kenapa Ben tak juga menghubunginya padahal dia sudah telat dari waktu yang seharusnya? Aliesha bangkit dan kembali ke ruang tengah. Dipandanginya pemandangan malam yang dipenuhi oleh cahaya lampu di bawah sana yang bersaing dengan cahaya bintang di angkasa. Waktu sudah menunjukkan dini hari. Tapi rasanya hatinya belum bisa memulai hari ini. Tak disadarinya sekarang kalau ponselnya telah lama mati. Tak ada baterai
Dengan susah payah, Aliesha keluar dari mobil yang ditumpanginya. Tubuhnya terasa kaku dan tegang.Seumur-umur baru pertama kalinya ini dia mendengarai mobil secepat itu, terlebih di jalan menikung."Ahhh..." Ditariknya nafas panjang agar dia bisa sedikit lebih rileks."Nona?" Baby sitter yang biasa merawat si kembar datang dan membantunya menggendong kedua anaknya ke dalam.Aliesha melangkahkan kaki dengan perlahan-lahan. Rasanya baru beberapa hari tak berada di sini, dia sudah merasa seperti setahun dalam cengkraman ayahnya."Aliesha, cucuku, akhirnya kamu kembali!"Kakek menyambutnya dengan pelukan hangat dari kursi roda. Entah ini hanya sekedar acting atau betulan, Aliesha membalasnya dengan memeluk erat sang Kakek."Kakek sudah sembuh?" Aliesha menyapanya dan mengelus-elus kedua tangan lelaki tua itu.Jujur dia sangat terkejut. Karena dalam rencana Noah, seharusnya Aliesha datang lebih dulu dari Kakeknya."Aku masih belajar duduk." Jawab Kakek kemudian mengamati kedatangan cucu m
"ALIESHA!" Ricky berteriak seiring dengan kedua tangan Noah yang menangkap tubuh itu.Wanita cantik yang hanya mengenakan celana hot pants dengan atasan tanpa lengan itu hampir saja terjatuh menubruk lantai granit jika tangan Noah tak cepat-cepat meraihnya.Kini matanya sudah terpejam. Dia pingsan."Cepat bawa dia ke kamarnya!" Ricky berteriak dan mengikuti Noah yang tergopoh-gopoh menggendongnya."Aduuuh... kenapa pingsan segala ini si Aliesha!" Noah mengeluh.Sorot matanya tajam ingin melakukan sesuatu pada sepupunya yang memberikan kabar tanpa aba-aba lebih dulu.Ini yang terjadi akibatnya karena kecerobohan Ricky. Tak seharusnya dia melakukan ini pada Aliesha."Aku minta maaf, Noah. Aku tadi spontan saja mengatakannya. Kupikir Aliesha akan sanggup meng-handle apa yang akan aku sampaikan! Rupanya Aliesha tak sekuat yang aku duga." Sepupunya itu nampak menyesal karena telah membuat Aliesha shocked hingga pingsan tak sadarkan diri.Noah berhasil membaringkan tubuhnya di atas ranjang
"Tidak ada yang tahu bagaimana nanti yang akan terjadi..." Ricky berbisik lirih saat keduanya berlari menuju lift."Jangan main rahasia begini, apa yang terjadi? Cepat katakanlah kepadaku!" Noah mendesak sepupunya itu agar memberi tahunya sekarang.Dia tak mau nanti terkejut saat melihat kondisi Noah secara langsung. Semua kemungkinan bisa saja terjadi dan kita tak pernah tahu apa yang terjadi padanya sekarang atau nanti."Aku pikir akan lebih baik jika kamu ke sana sendiri dan melihatnya!" Air mata Ricky jatuh.Tak pernah sekalipun dalam hidupnya, Noah melihat Ricky meneteskan air mata.Jangan-jangan...Semua pikiran buruk mulai hadir tapi Noah sudah berjanji pada dirinya kalau ia akan melepaskan Aliesha jika Ben bisa sehat dan normal seperti semula. Dia tak mau kehilangan sepupunya lagi.Sudah cukup dulu saat dia keras kepala menginginkan Aliesha. Nyatanya Aliesha tak pernah merasa bahagia saat bersamanya."Ben... jangan sampai kamu menyerah begitu saja!" Noah mengepalkan tangan dan
"Tuan, mobil yang dikendarai anak itu sudah kami urus dan kami bereskan..." Laporan anak buah Martin membuatnya cukup tenang.Siapa suruh datang lagi ke rumahnya di saat dia tidak ada!"Biar dia tahu rasa!" Martin nampak tersenyum saat mendengar kabar mobil itu jatuh terguling dan terperosok ke sisi kiri jalan yang berseberangan dengan jurang cukup curam."Mobilnya tidak sampai masuk jurang, Tuan. Hanya tadi kami mengamati terakhir tersangkut di akar-akar pohon besar." Lanjut anak buahnya saat melaporkan."Apa dia masih hidup?""Kami tidak tahu pasti. Yang jelas dia pingsan sekaligus ada luka di kepalanya." Katanya lagi."Kalian yakin anak itu adalah si bule yang biasa ke sini?"Anak buahnya terhenti sejenak. Lalu karena takut jika dia seolah tak bisa bekerja dengan baik, dijawab saja dengan anggukan kepala.Salah satu anak buahnya yang lain masih ragu karena sepertinya sekilas itu bukan anak yang biasanya datang ke tempat Tuan Martin."Iya-iya kami yakin Tuan." Jawab sosok yang berdi
"Aku ingin berkunjung ke sana!" Kata Tuan Martin pada salah satu anak buahnya.Dia berinisiatif untuk mengunjungi menantunya yang secara tidak sengaja menjadi korban dari perlakuan anak buahnya."Sebaiknya jangan dulu, Tuan. Kita tidak pernah tahu ada apa sebenarnya sedang terjadi di rumahnya. Ini akan jadi hal yang fatal..."Mentalnya jatuh seketika. Bagaimana bisa anak buahnya begitu ceroboh sampai-sampai mencelakai menantunya sendiri? Baginya, Benedict itu sangat jauh berbeda dibandingkan dengan keluarganya yang lain.Hanya Benedict yang di mata Tuan Martin, layak disebut sebagai manusia.Dia tak pernah menjahati Aliesha apalagi selalu hadir di masa-masa terpuruk anak perempuannya itu. Lain halnya dengan Noah yang tak mau tahu soal keberadaan janin yang dulu masih di kandungan Aliesha."Tuan, sebaiknya jangan ke sana dulu!" Anak buahnya yang lain mencegah. Ini demi kebaikan semuanya."Oke, aku akan menuruti kalian dengan tidak ke sana. Tapi beri tahu aku, siapa kemarin yang menemba
"APAA?" Aliesha tentu saja terkejut. "Iya, Non. Sebaiknya Non Aliesha keluar sebentar untuk melihat keadaannya." Pesan dari seorang pengawal Kakek yang dikatakan kepada Aliesha. Wanita cantik itupun bangkit dari duduk dan keluar membuka pintu. Semua orang terkejut dan khawatir kalau terjadi sesuatu. "Aliesha, mau ke mana?" Papa mertuanya bertanya dan mendekat. Rupanya semua anggota keluarga duduk di depan ruang ICU untuk menjaga dan memantau keadaan Benedict. "Ayah... masuk ke IGD karena tertembak!" Ucapnya lirih. Betapa kasihannya ketika orang-orang melihat wanita itu, yang di saat suaminya terkena musibah kecelakaan dan tak sadarkan diri, sekarang Ayahnya juga mengalami kecelakaan tertembak. "Apa yang terjadi?" Tanya mertuanya. "Belum tahu, Pa. Saya masih mau ke sana. Mungkin memang hari ini adalah hari ujian dalam hidupku!" Badannya lemah dan berjalan menuju IGD diantarkan oleh pembantu yang selalu menyertainya. "Ricky, lihat kondisi Ayahnya. Siapa tahu parah!" Kata mertu
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan