"Tuan, apa yang sedang Tuan Martin lakukan pada saya? Tuan... kumohon..." Kata Lastri yang merasa risih karena tangan Martin sudah merayap ke mana-mana.Selama hampir sepuluh tahun ini, Lastri memang sudah menjanda. Sejak itu pula dia tak lagi pernah merasakan sentuhan seorang laki-laki."Aku tidak melakukan apa-apa padamu..." Kata Martin yang membela diri sehingga Lastri tidak bereaksi berlebihan."Tuan... ini..." Lastri sengaja menampik tangan itu agar tak terus menerus mendekatinya.Tak lama berselang, salah satu anak buah Martin datang mendekati mereka.Ini membuat baik Martin maupun pembantunya terkejut bukan main."Maaf saya mengganggu Tuan..." Terlihat anak buahnya itu membungkukkan badan karena tidak enak menyela Tuan Martin dan dia datang di saat yang tidak diinginkan."Tak apa-apa. Karena kau sudah terlanjur menggangguku. Maka sekarang katakan apa maksudmu menemuiku sekarang." Ucap Martin yang tampak tak begitu suka pada anak buahnya yang nyelonong masuk tanpa memberi tahu t
"Baiklah, Tuan Martin, saya berjanji akan datang nanti malam... Tapi, sekarang tolong lepaskan saya dulu..." Dengan penuh manja Bi Lastri meminta sang majikan untuk melepaskan dirinya.Sepertinya memang Tuan Martin tak bisa menahan diri lama-lama untuk tidak menyentuh wanita. Baginya, sekarang bukan soal mencari gadis muda belia atau wanita yang usianya terpaut jauh darinya. Asalkan wanita itu bisa membersamainya di masa tua.Dan Lastri, adalah salah satu wanita yang terbukti bisa loyal serta setia pada keluarganya.Siapa yang meragukan kebaktian Lastri pada dirinya? Siapa yang tak tahu apa saja pengorbanan yang sudah Lastri lakukan. Mengapa dia tak menyadari bahwa di balik baju seragamnya itu Lastri telah berhasil menyembunyikan tubuh molek dan wajah cantiknya."Aku akan melepaskan kamu, kalau kamu mau menurutiku dan berjanji nanti menemuiku. Jangan coba-coba untuk kabur..."Lastri terpaksa lari dengan gaya layaknya anak muda yang dimabuk asmara. Ini hanya acting, Lastri... Dia harus
"Apa yang terjadi pada Kakek?" Ben terus bertanya pada Noah. Mereka berdua buru-buru pergi setelah memberikan uang dua lembar seratus ribuan pada pelayan. "Om, sisa kembaliannya?" Tanya kasir. Noah berlari keluar sambil berteriak, "Ambil saja sebagai tip untuk kalian..." "Noah, jawab dulu apa yang terjadi pada Kakek?" Ben ikut berlari dan berusaha mensejajari Noah. "Kakek tadi sempat tidak sadarkan diri. Sebaiknya aku segera ke sana. Apa kamu mau ikut juga?" Noah membuka kunci mobilnya. Sementara Ben masih mencari di mana dia parkir mobilnya tadi. "Aku harus pulang dulu, setelah itu aku akan ke rumah sakit menyusulmu." Ben teringat bahwa seharusnya Aliesha tadi memintanya untuk pulang segera. Sementara sekarang waktu sudah lewat pukul sebelas malam. "Mungkin sebaiknya kamu langsung ke rumah sakit. Beri tahu saja kalau ini emergency..." Kata Noah menyela. Dia tak suka ketika sepupunya itu lebih mementingkan istrinya dari pada kakek mereka. Bilang saja kamu tidak suka kalau Al
Di malam yang sama, di kediaman Martin Zhafir sedang terjadi hal romantis yang telah lama dilupakan penghuninya.Jelas terlihat Martin yang duduk di kursi panjang dan bersantai di bawah temaramnya sinar rembulan."Lastri?" Karena mendengar suara dari belakangnya, ia menduga sosok itu adalah Bi Lastri, sang pembantu yang sudah berjanji akan bertemu.Dan memang benarlah dugaannya."Maaf Tuan... saya datang terlambat!" Sahutnya dengan nafas terputus-putus dan barulah Martin menyadari kalau Lastri mengenakan pakaian serba transparant di cuaca yang cukup dingin malam ini."Cuaca di luar sangat dingin, sebaiknya kita masuk saja ke dalam. Aku tidak mau membuat kamu masuk angin. Ingat umur kita sudah tidak muda lagi." Titah Martin lantas memberikan jaketnya untuk diselimutkan di tubuh Lastri."Ah, terima kasih, Tuan..." Dia kemudian memegangi sendiri jaket itu agar tak terjatuh.Keduanya masuk ke dalam rumah lalu menutup pintunya rapat-rapat.Di dalam rumah mewah ini, Bi Lastri lambat laun su
Setelah Martin menuntaskan hajatnya, barulah dia mengenakan pakaiannya kembali. Sudah tak ada waktu untuk mandi atau melakukan hal lainnya sebelum dia keluar dari kamar. Dia langsung mengajak anak buahnya menuju ke rumah sakit tempat di mana Kakek Noah dirawat. "Siapa saja yang ada di sana? Kupikir kita akan sampai di sana sekitar jam setengah enam pagi." Martin melihat jam tangan mewah yang baru saja dia pasang di pergelangan tangan kirinya. "Betul, Tuan. Saya juga berpikir demikian..." Aroma tubuh Martin sudah dibalut oleh parfum untuk menghilangkan jejak Bi Lastri di tubuhnya. Dia bahkan memakai syal tebal agar tak memperlihatkan kondisi lehernya yang tadi terkena cakaran Bi Lastri. "Siapkan orang untuk menunjukkan jalanku ke kamarnya. Pastikan area sudah clear sehingga aku bisa leluasa ke sana." Martin mengenakan kaca mata hitam dengan sengaja untuk menyamar dan membuat orang yang bertemu dengannya tak mudah mengenali. "Siap, Tuan. Selain Peter ada dua orang lagi di dalam. U
"Dari mana saja Tuan?" Bi Lastri rupanya sudah menunggu di depan pintu rumah. Tak biasanya Bi Lastri bangun kesiangan begini. Ini dikarenakan dia semalam bertempur melawan majikannya di atas ranjang panas.Dengan wajah tersipu malu, Bi Lastri membukakan kedua pintu rumah yang besar itu untuk Tuan Martin.Sementara anak buahnya yang lain diperintahkan untuk segera kembali ke pavilion masing-masing. Sekarang ini Tuan Martin tidak ingin mencampuradukkan kehidupan pribadi dengan pekerjaan.Dia sangat membutuhkan privasi.Setelah Bi Lastri merapatkan pintunya kembali, Tuan Martin menyerahkan jas warna putih dengan name tag yang tadi ia kenakan dan menyuruh Bi Lastri untuk menyimpannya di tempat yang aman."Simpan ini!" Wanita paruh baya bertubuh sintal itu sebenarnya berharap Tuan Martin akan memperlalukkannya dengan manis seperti semalam. Nyatanya pria itu berubah menjadi netral kembali.Tidak ada ciuman atau belaian yang seharusnya diberikan setelah apa yang terjadi pada keduanya semal
Di bawah guyuran shower, Aliesha setidaknya bisa membuat pikirannya lebih tenang dan jernih. Wanita bertubuh seksi dan berkulit putih itu menikmati setiap tetesan air yang merambat dari ujung atas tubuhnya yang membasahi semua rambut kepalanya. Setelah dia menyelesaikan mandi, segera ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Pun begitu dengan kepalanya, dia membalut dengan handuk yang lain. Tak terasa dia menghabiskan waktu hampir setengah jam untuk membersihkan diri di kamar mandi. Sengaja tadi dia menggunakan lulur pembersih badan agar sewaktu-waktu suaminya datang, dia sudah dalam keadaan bersih. Ketika keluar dari kamar mandi, dia mendapati Ben sudah duduk di ranjang dengan wajah kusut. "Kamu sudah pulang?" Tanya Aliesha sambil membenarkan letak handuk yang menutup sebagian dadanya. "Iya. Aku mau mandi dulu..." Ben masuk ke kamar mandi tanpa banyak bicara. Aliesha paham pastilah suaminya sangat kelelahan. Sekitar lima menit kemudian, Ben sudah keluar dan memakai handuk yang
Noah menekan nomor yang tertera di ponselnya. Sengaja memang dia tak menyimpan nomor wanita itu.Tapi, dia yakin seratus persen akan mendapatkan jawaban darinya.Paling tidak, Noah akan mendapatkan clue.Lama sekali tidak diangkat. Ke mana saja wanita itu? Kenapa tak responsif seperti biasanya?Noah mulai cemas dan berpikiran buruk. Apakah dia ketahuan sehingga sekarang memutuskan kontak dengan Noah?Entahlah. Yang jelas sekarang ini dia harus mendapatkan informasi darinya."Noah, siapa yang kamu hubungi?" Tanya Ricky yang mengikuti Noah keluar ruangan."Aku menghubungi temanku. Tapi sejak tadi tidak diangkat juga. Hmm, sebaiknya aku pulang dulu ke rumah. Jangan sampai kamar Kakek tidak dijaga siapapun. Aku akan segera kembali ke sini nanti..." Noah menepuk pundak sepupunya dan berjalan menuju lift.Di situlah dia bertemu seorang lelaki bertubuh tegap yang memakai masker. Dia nampak bukan seorang staff ataupun dokter. Saa
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan