Percakapan mereka terputus oleh tangisan bayi dari kamar sebelah. Bella segera berlari ke kamar untuk menenangkan anaknya, sementara Jona tetap di ruang tamu merenungkan langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil untuk mengatasi tantangan finansial yang mereka hadapi.Di tengah kekalutan Jona. Dia tiba tiba mendapatkan telepon dari ayahnya yang menyuruhnya untuk pulang ke rumahnya malam itu juga. Kabar keluarnya Jona dari perusahaan ternyata sudah terdengar ke telinga ayahnya. "Aku tau kamu sedang dalam kesulitan sekarang," kata ayahnya. "Datanglah ke sini. Aku akan membantumu."Tak ada pilihan lain. Jona pun pergi ke rumah ayahnya malam itu juga. Saat hendak berpamitan pada Bella. Wanita itu rupanya sudah tidur memeluk anaknya. Ketika tiba di rumah ayahnya. Jona disambut dengan baik para pelayan. Dia diperlakukan seperti tuan muda yang sudah lama tak kembali ke rumahnya. "Di mana ayahku?" tanya Jona. "Saya antarkan anda ke ruang baca." Jona mengikuti langkah pelayan tua ya
Jona pun membacanya dengan saksama, lalu wajahnya menegang ketika melihat tulisan yang ada di dalam kertas tersebut.“Apa apaan ini?”“Ini adalah kontrakmu yang dulu. Apa kamu lupa? Kamu hanya menjadi suami Bella sampai wanita itu melahirkan.”Jona lupa, dia hanyut dalam perasaannya sendiri setelah bersama dengan Bella. Dia jatuh cinta pada wanita itu entah sejak kapan.“Kamu harus mengikuti aturan kontrak ini. Aku membawa ini agar kamu ingat kalau semuanya hanya kontrak, pun hubunganmu dengannya.”Jona terdiam cukup lama.“Oh, jadi Anda menceraikan Laura hanya karena ini? Karena kamu sebenarnya menyukai Bella, kan?”“Kalau iya itu juga bukan masalah buatmu, kan?”“Kalau sejak awal Anda ingin bersama dengan Bella! Seharusnya Anda menikahinya sejak awal! Bertanggungjawab, bukan lari seperti pengecut!”Ronald tersenyum melihat kemarahan Jona yang meledak. Ronald merasa yakin bahwa dia memiliki hak untuk merebut Bella dari Jona. Baginya, kontrak yang pernah dibuat dengan Jona adalah buk
Jona merasa terjebak di antara kewajiban untuk mengikuti kontrak dengan Ronald dan perasaannya yang tulus pada Bella. Jona sangat sedih karena mencintai Bella dengan sepenuh hatinya dan tidak ingin kehilangan wanita itu dalam hidupnya.Keputusannya untuk keluar dari perusahaan dan memutuskan untuk tetap bersama Bella meskipun harus mengikuti kontrak dengan Ronald merupakan bukti betapa besar cintanya pada Bella. Jona sangat berharap ada jalan keluar dari situasi ini yang memungkinkan mereka tetap bersama tanpa harus melanggar kontrak. Jona dan Bella saling berpelukan, air mata mereka tak dapat lagi terbendung. Mereka merasakan beban yang begitu berat dari konflik yang menghantui hubungan mereka. Dalam pelukan itu, terdapat keharuan yang mendalam, sebuah penyesalan yang tak terucapkan, namun juga kekuatan untuk saling mendukung. Bella mencium Jona di bahunya, mencoba menguatkan dirinya sendiri dan Jona. Mereka saling merasakan getaran dari tubuh masing-masing, rasa takut kehilangan sa
Bella dengan langkah mantap masuk ke area resepsionis di perusahaan Ronald. Seorang resepsionis wanita muda tersenyum ramah kepadanya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?"“Selamat pagi. Saya Bella, saya ingin bertemu dengan Pak Ronald, bisa tolong hubungi dia?" tanya Bella. "Tentu, Bella. Maaf, apakah Anda memiliki janji temu?""Tidak, saya ingin bertemu dengannya untuk urusan pribadi. Bisakah Anda memberitahukan padanya bahwa saya ada di sini?" "Baik, saya akan mencoba menghubunginya. Silakan duduk sebentar."Bella menunggu dengan tegang, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, resepsionis itu kembali."Maaf, ibu Bella. Bapak Ronald sedang tidak tersedia saat ini. Mungkin Anda bisa meninggalkan pesan untuknya?" "Baik, terima kasih. Tolong beritahu dia bahwa saya datang dan mohon untuk bertemu dengannya secepat mungkin." "Saya akan sampaikan pesan Anda, Bella. Terima kasih atas kunjungannya."Bella keluar dari area resepsionis d
Beberapa hari berlalu. Rafael sembuh dan sudah keluar dari rumah sakit. Setelah gigih melamar pekerjaan akhirnya Jona mendapatkan pekerjaan, meskipun gajinya kecil karena hanya sebagai staf kantor biasa. Namun Bella tak berkecil hati. Ia tetap bersyukur. Karena baru beberapa hari pasca keluar dari rumah sakit, ibunya Bella memutuskan untuk tinggal di rumah Jona. Hal itu dimaksudkan untuk membantu Bella mengurus rumah dan Rafael. Hari ini akhir pekan. Seharusnya Jona istirahat dari aktivitas kantor dan menikmati waktu bersama dengan keluarga. Namun Ronald datang dan mengacaukan semuanya. Pintu diketuk dari luar. Saat itu Bella dan Jona baru saja memandikan Rafael dan hendak memakaikan baju untuk anak itu. Mereka belum tahu jika Ronald adalah seseorang di balik pintu.“Aku akan lihat siapa yang datang,” ucap Bella.“Hmm. Biar aku yang Pakaikan baju untuk Rafael,” sahut Jona. “Ayo sini. Biar Ayah bantu pakai bajunya,” ucap Jona pada Rafael.Wajah Bella berubah menjadi masam seketika
Jona mengajak Bella berhenti di sebuah kos-kosan. Kini Bella paham apa yang akan Jona lakukan. “Jadi kita akan tinggal di sini setelah ini?” tanya Bella.Jona yang hampir membuka pintu mobil kemudian menahannya. “Iya. Kamu tak keberatan kan?” “Aku tak keberatan sebenarnya. Karena sebelumnya aku juga tinggal di kostan. Hanya saja bagaimana caraku menjelaskan kepada Ibu dan ayahku nanti?” Jona menghela napas. Dia sendiri belum memikirkan jawaban mengenai hal ini. Namun pikirnya dia harus cepat mendapatkan tempat tinggal.“Aku belum memikirkan soal itu. Aku hanya ingin kita cepat mendapatkan tempat tinggal itu saja,” jawab Jona.“Kalau belum terlanjur kamu bayar sewanya lebih baik kita tinggalkan saja kostan ini,” kata Bella.“Lalu kita akan tinggal di mana?” tanya Jona.“Aku punya teman yang bekerja sebagai agen properti. Bagaimana kalau kita kredit rumah saja? Aku masih punya sedikit tabungan sebagai DP nya,” jawab Bella.Jona sudah tidak punya pilihan lain selain menuruti perkataan
Beruntung Bella sudah akrab dengan temannya tersebut. Dan dia rasa temannya tadi orang yang baik dan bisa diajak bekerja sama. Sebelum Ronald menghampirinya, Bella cepat-cepat menarik temannya masuk ke dalam lift.Ronald berjalan cepat untuk menyusul. Dia masih saja penasaran. “Sepertinya itu memang Bella,” gumamnya.Namun langkahnya terhenti ketika kolega kerjanya dari perusahaan tersebut memanggilnya. “Pak Ronald Anda mencari siapa?”“Ah. Tentu saja saya mencari Anda,” jawab Ronald berbohong.“Kalau begitu mari ke ruangan saya.”Ronald mengurungkan niatnya mengejar Bella. Dan menemui koleganya. Pikirnya nanti saja dia mencari lagi keberadaan Bella. Dia penasaran dengan tempat tinggal Bella yang sekarang. Karena semenjak dirinya mengusirnya Bella dan Jona tidak ada kabar sama sekali. Ronald tak masalah sebenarnya dengan hal itu. Yang ia pikirkan adalah hanya ingin bertemu dengan anak lelakinya.**Setelah di dalam lift tentu saja teman Bella yang bernama Jesi itu protes. “Apaan sih B
Semenjak pertemuannya waktu itu dengan Bella, Ronald semakin dibuat penasaran dengan keberadaan anaknya. Karena sudah putus asa Ronald kemudian mengambil jalan untuk menemui orangtua Bella. Ibunya Bella yang tidak tahu apa-apa menyambutnya dengan baik dan hangat di rumahnya. “Silakan duduk, Pak Ronald. Wah tumben sekali datang ke rumah Tante. Ada apa ya?”“Kedatangan saya ke sini untuk menjelaskan sesuatu Tante. Hal yang selama ini belum Tante dan Om ketahui.”Mita mengerutkan keningnya. Semakin penasaran dengan tujuan Ronald menemuinya. “Soal apa, Pak Ronald?” “Langsung saja saya jelaskan ya, Tante. Sebenarnya anak yang dilahirkan oleh Bella itu adalah anak saya.”Bagai disambar petir di siang bolong Mita mendengar pernyataan dari lelaki di depannya. Ibunya tak mempercayai ucapan Ronald begitu saja. “Tidak mungkin. Jangan bicara sembarangan, Pak Ronald. Bella wanita baik-baik. Dia tidak mungkin melakukan hal itu.”“Terlebih dia sangat dekat dengan Bu Laura istri Bapak,” lanjut ibun