Share

Bab 17

Penulis: Anggrek Bulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Yuk Dek masuk, ngapain masih bengong sih. Sudahlah doakan saja mereka. Jangan mikir yang macam macam." kata suamiku sambil menggandengku masuk ke dalam rumah.

Benar juga kata Mas Ridwan, tak ada yang perlu di sesali sekarang. Semoga saja Adit bisa benar benar bertanggung jawab pada Vania.

"Mas bagaimana kerjaanya hari ini? Masih belum dapat gajian juga kah?" tanyaku malam itu di kamar sebelum memejamkan mata.

Seperti biasanya kami memang selalu menyempatkan ngobrol tentang apapun itu sebelum tidur, setelah Gita terlelap. Sejak satu tahun lalu, Gita sudah kami biasakan tidur sendiri, kebetulan juga di rumah ini terdapat tuga buah kamar, meskipun ukurannya kecil, jadi cukup juga untuk kami. Satu kamar untukku, satu Gita dan satu lagi untuk Vania. Rencananya juga malam ini aku akan menceritakan tentang Rama atau Adit padanya, agar tak ada ganjalan di kemudian hari.

Aku bertemu dengan suamiku, Mas Ridwan ketika aku sudah bekerja di sebuah Bank, sebagai seorang teller saat itu. Tiga tahun
Anggrek Bulan

Hai teman-teman terima kasih sudah mampir di cerita terbaru aku. semoga suka

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 18

    "Mas tolong janganlah maarah, aku sudah mengatakan sejujurnya. Katamu tadi kan, meski pahit kejujuran itu harus di utarakan. Ini juga untuk kebaikan semua Mas, jadi aku mengatakan semuanya sekarang kepadamu," kataku sambil memegang tanganya.Mas Ridwan masih saja diam, menatap kedepan tanpa memperhatikan ku. Aku tahu ini pasti berat baginya, tak mudah pula bagiku menerima jika aku berada di posisinya."Mas, tak ada yang lain lagi dalam hati ini selain namamu. Meski siapapun yang datang, tak akan pernah merubah perasaanku kepadamu. Adalah suatu hal yang bodoh, jika aku menduakanmu hanya untuk kembali kepada laki laki pengecut seperti dia. Percayalah kepadaku Mas." kataku sambil menangis dan mencium tangannya.Sesaat kemudian, dia merengkuh aku ke dalam pelukannya dan kembali menciumi pucuk kepalaku."Astaghfiruahaladzim. Maafkan aku ya Dek, yang tadi sempat terbawa emosi, karena jujur rasa cemburu dan takut kehilanganmu, itu seketika merasuki kepalaku. Sebenarnya sungguh sulit bagiku m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 19

    "Sejak kapan kamu punya tekevisi di kost?" tanyaku lagi."Eh itu Kak, maksudku di kamar kost nya Santi, temanku itu lo Kak, hehehhe. Lagi ngerjain tugas sambil nonton televisi," katanya yang kurasa sedikit janggal."Oooo. Mas Ridwan besok ingin bertemu dengan Adit, bisa kan kamu sampaikan kepadanya? Atau kamu ngomong sendiri saja sama Mas Ridwan?" Aku tak ingin tanya panjang lebar lagi kepada Vania, tentang dimana dia saat ini. Ada yang lebih penting saat ini, toh sebentar lagi dia kuga sudah menikah dan akan menjadi tanggung jawab orang lain."Ku kirim nomer teleponnya Mas Adit saja ya Kak. Biar Mas Ridwan bicara sama dia aja. Ku kirim lewat chat ya Kak. Teleponnya aku matiin ya," katanya sepertinya sedang tergesa gesa.Vania mematikan sambungan telepon kami, tanpa mengucapkan salam. Selang satu menit dia sudah mengirimkan nomer telepon Adit, dan aku pun meneruskan pesan itu kepada Mas Ridwan, dan dia pun langsung meneleponnya.Dan panggilan itu segera di jawab olehnya, dan Mas Ridw

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 20

    "Dek, nanti aku akan pulang agak telat ya, soalnya kan nanti langsung nemui si Rama alias Adit itu. Dan jangan lupa doakan agar hari ini uang gaji itu sudah turun ya, Dek." kata Mas Ridwan sambil mengenakan sepatunya di teras."Iya, Amiiin Mas. Aku yakin Mas Ridwan bisa menjaga emosi demi kebaikan kita semua. Ingat juga, Mas. Di hatiku saat ini dan nanti hanya ada kamu saja." kataku sambil mengedipkan mata."Iya, Dek. Aku tahu kok, hehehe. Gita, sudah belum, Nak? Sudah pukul tujuh kurang lima belas menit loh ini." teriaknya.Setiap pagi, memang Gita akan berangkat ke sekolah bersama Ayahnya, meskipun arah mereka berbeda, tapi Mas Ridwan selalu mengantar Gita dahulu, kemudian berbalik arah ke tempat kerjanya. Saat pulang sekolah, aku lah yang gantian akan menjemputnya. "Gita sudah siap kok, Yah. Bun, Gita berangkat dulu ya. Assalamualaikum." kata Gita sambil mencium tanganku."Waalalaikumsalam, hati hati ya, Nak. Jangan jajan sembarangan ya. Dan ingat, tetap disekolah saja ya, hingga

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 21

    Pov AuthorSepulang kerja pukul empat sore, Ridwan langsung menuju sebuah taman yang telah di tentukan sebagai tempat nya bertemu dengan Rama alias Adit. Setealah menunggu di kursi taman sekitar sepuluh menit, dia pun sepertinya mulai tak sabar lagi menunggu, dan menelepon Adit."Asallamualaikum, Dit. Kamu dimana sih? Aku sudah menunggumu disini sejak sepuluh menit yang lalu!" katanya melalui handphone sambil sedikit emosi."Waallaikumsalam, Mas Ridwan. Tenang Mas, ini aku sudah sampai di parkiran. Aku akan segera berjalan menuju tempatmu duduk. Maaf ya Mas." jawab Adit, sepertinya sambil tergesa gesa.Kemudian panggilan telepon itu pun di akhirinya, tanpa ada salam penutup terucap. Demi melihat sosok Adit yang datang berjalan kaki kearahnya, tanganya mengepal, sangat ingin sekali dia menghajar laki laki itu. Sosok laki laki yang dulu menghancurkan hidup istrinya, dan kini merenggut masa depan adik iparnya pula."Maaf ya, Mas. Tadi jalanan sempat macet, kan barengan sama orang orang p

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 22

    "Tadi siang kebetulan aku sudah bicara dengan Papa dan juga Mama. Dan aku pun jujur kepada mereka tentang keadaan Vania saat ini, dan juga tentang hubunganya dengan Siska. Meskipun awalnya Mama sedikit menolak, namun akhirnya mereka setuju. Apalagi Papa saat ini sering sakit sakitan, dan sangat menginginkan kehadiran seorang cucu." kata Adit, dengan menunduk."Tapi, apakah kamu yakin, kalau kejadian seperti dulu tak akan terulang lagi?""Tidak, Mas. Aku sudah mengantisipasi semuanya. Besok malam, aku dan keluarga akan ke rumah Mas Ridwan, untuk meminang Vania, dan menentukan hari pernikahan.""Oke, aku percaya padamu. Secepatnya pernikahan itu harus terlaksana Dit." tambah Ridwan."Iya, Mas. Pasti. Setelah menikah nanti aku sudah menyiapkan rumah mungil untuk kami tempati bersama, dan juga aku akan memberi kebebasan pada Vania, seandainya dia ingin tetap melanjutkan kuliahnya lagi.""Baguslah kamu bisa menghargai Vania. Sebenarnya aku kuramg percaya kalau kamu itu lelaki pengecut dan b

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 23

    Setelah mengantarkan pesanan kue, aku pun mampir ke toko buah, untuk membeli beberapa macam buah untuk tambahan suguhan acara lamaran nanti, kebetulan aku tadi sudah membuat beberapa kue. Kemudian, aku pun balik ke rumah, karena masih pukul sebelas siang, masih terlalu lama juga jika menunggu Gita disekolah. Lebih baik pulang dulu, untuk beres beres.Saat berbelok di tikungan terakhir menuju rumahku, kulihat ada sebuah mobil pajero hitam, berhenti tepat di depan rumahku. Mobil siapa itu? Aku pun menghentikan motorku, di depan sebuah kebun kosong yang terletak disamping kanan rumahku, sepertinya orang di dalam itu,tak melihat kehadiranku. Dari kaca spion sebelah kiri, terlihat seorang laki laki dengan rambut klimis dan kaca mata hitam, usianya kurasa sudah sekitar tiga puluhan, dan tangan kananya di julurkan keluar mobil sambil menjepit sebatamg rokok disela jarinya.Aku sangat kaget, karena ternyata kemudian, Vania keluar dari mobil itu. Kemudian dia melambaikan tangan kepada pengemud

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 24

    "Jangan berkata seperti itu, Mas. Justru, Ayah dan Ibu akan sangat berterima kasih, atas semua pengorbanan yang Mas berikan untuk membesarkan dan menyayangi Vania. Aku sangat tahu kamu sudah berusaha sebaik mungkin, namun Vania sendiri lah yang tak bisa menjaga diri, dan memang juga sudah takdirnya Vania memang seperti ini, Mas. Seperti katamu tempo hari, tak ada yang perlu disesali lagi. Yang penting saat ini kita harus mendoakan untuk kebahagiaan Vania kedepannya. Dan mempersiapkan hari bahagianya." kataku sambil memegang tanganya."Iya benar semua katamu, Dek. Vania sebentar lagi akan mempunyai anak. Kita akan menjadi Pakde dan Bude, namun sebenarnya aku lebih seneng kalau nanti anak Vania memanggilku Kakek. Hahahha." katanya sambil tertawa."Hemmmm ngawur saja kamu itu, Mas. Masih belum pantes lah kamu dipanggil Kakek. Suamiku belum setua itu kali." Dua buah mobil sedan mewah berwarna putih dan hitam metalik memasuki pekarangan rumahku yang tak seberapa luas itu. Pasti mereka adal

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 25

    "Dek, tolong doakan ya, Dek. Soalnya di tempat kerjaku sekarang situasinya lagi memburuk, nasabah banyak sekali yang menunggak, dan sulit sekali ditagih. Mungkin juga memang karena kondisi saat ini yang serba sulit, jadi berdampak pada perekonomian. Sedangkan anaknya Pak Bos juga kemaren mengalami kecelakaan lalu lintas, dia menabrak seseorang dan terus meninggal. Karena usaha beliau kan hanya tinggal itu, jadi ya mau tidak mau ngambil uangnya ya dari situ. Kalau tetap begini terus, aku rasa akan ada pengurangan karyawan. Kemaren saja marketing dan juga debt collector, sebagaian sudah di rumahkan." Itulah kata kata yang semalam di ucapkan oleh Mas Ridwan sebelum kami tidur. Semoga semuanya lekas membaik ya Allah, agar tak berimbas juga pada karyawannya. Ku pandangi motor yang membawa dua irang yang sangat kucintai itu, hingga berbelok di tikungan, pagi itu. Dimanapun dan kapanpun selalu lindungi mereka ya Allah.Aku pun kembali masuk ke dalam rumah, beres beres. Dan kemudian akan me

Bab terbaru

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 63

    Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 62

    "Kak, masih disana kan? Kok diam saja? Dia akhir akhir ini sering keluar, dan seperti menjauhiku." katanya."Ehmm, sudah dua minggu ini, aku tak pernah berhubungan dengan dia. Beberapa kali aku coba telepon, tapi tak pernah di angkatnya." kataku."Berarti dia tak bersama Kak Siska gitu?" tanyanya."Iya, Ram." kataku."Astaghfirullahaladzim. Lalu kira kira dia kemana ya Kak?" kata Rama cemas."Coba hubungi temannya, atau datangi ketempat temannya. Aku akan mencoba menghubungi nomernya. Apa kamu sudah coba menghunbunginya?" kataku tak kalah cemas."Dari kemarin nomernya tak bisa dihubungi, Kak. Tapi sekarang akan kucoba lagi, tolong Kak Siska juga." "Oke, pasti aku bantu. Apa kalian habis bertengkar?" tanyaku."Tidak, Kak. Tapi semingguan ini, dia seperti menjauhiku dan lebih banyak diam.""Baiklah kalau begitu, aku akan coba menghubungi Vania sekarang. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah pulang, atau jika sudah ada kabar darinyaa. Wassallamuaikum."Tanpa menunggu jawaban dari Rama,

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 61

    Novi langsung pergi, sepertinya dia marah sekali mendengar apa yang baru dikatakan Koko barusan. Aku pun duduk di teras. Menoleh ternyata Gita belum juga siap. Alhamdulillah kalau dia tak tahu insiden yang baru saja terjadi."Kamu nggak apa apa kan, Sis?" kata Koko yang duduk disampingku."Nggak lah. Aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini kok. Makasih ya sudah datang. Eh ngomong ngomong kamu tadi kapan sih datangnya?" kataku sambil mencoba tersenyum, meski hatiku sebenarnya terasa sedikit sesak."Kamu sih keasyikan tadi, sampai tak tahu aku memarkir sepeda disebelahmu." katanya sambil tersenyum."Hahaha iya bener kamu. Kok kamu tahu sih kalau aku akan bersepeda pagi ini?" tanyaku lagi."Feeling calon suami, hehehhe." katanya."Bunda, yuk aku sudah siap. Eh, ada Om Koko, jadi rame nih. Yuk berangkat, nanti maem bareng bareng ya." kata Gita yang baru keluar dari rumah."Yuk berangkat sekarang." kata Koko."Maaf ya, Bun. Tadi aku sakir perut jadi BAB dulu deh." kata Gita sambil

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 60

    [Assalamualaikum, Nak. Maaf ya, hari ini Ayah belum bisa menemui adikmu itu. Ada sedikit keperluan di luar kota, kebetulan teman lama Ayah ada yang mengajak investasi proyek, jadi harus meninjau lokasinya. Nggak apa apa kan?]Isi chat dari Ayah, di hari minggu itu. Tak apalah toh masih banyak hari yang lain. Kebetulan aku juga belum bicara pada Vania tentang hal itu.[Waalaikumsalam. Iya nggak apa apa kok Yah. Bisa lain waktu. Hati hati ya Yah. ]Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat subuh pun, akhirnya membangunkan Gita dan mengajaknya bersepeda. "Asyikk, nanti kita beli soto daging Cak Kandar ya Bun." katanya."Boleh Sayang. Sudah sana sekarang shalat dulu, Bunda tunggu di depan ya." kataku.Aku pun menuju garasi mengeluarkan sepeda kamu berdua, sambil menunggu Gita akupun mengelap sepeda sepeda itu. Tiba tiba sebuah motor matic berhenti di depan gerbang rumahku. Seorang perempuan berambut merah turun, meski keadaan masih sedikit gelap, aku sangat tahu bahwa itu adalah No

DMCA.com Protection Status