"Tolong, berikan ini untuk Zia. Aku harap operasinya bisa berjalan lancar." Levi menyerahkan sebuah toples kaca berukuran sedang, berisi lipatan origami pada Zora. "Kebetulan aku bakal ikut dalam operasi Zia besok."
Zora menerima toples kaca itu dengan terperangah. "Levi ... ini?"
Levi mengangguk. "Maaf, pasti kamu kaget. Itu memang origami yang kita buat dulu. Aku nggak sengaja nemuinnya di dalam lemari aku." Ia tersenyum getir. "Dan aku rasa, sebaiknya diberikan ke orang yang tepat daripada dibuang atau jadi barang rongsokan yang sia-sia."
Zora menarik napas. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Dipandanginya burung-burung bangau warna-warni dalam toples kaca tersebut. Origami yang mereka buat bersama. Origami yang berisi bait permohonan mereka.
"Berapa jumlahnya? Aku lupa udah berapa bangau yang kita buat waktu itu," kata
All the storms we weatheredEverything that we went throughNow, without you, what on earth am I to do?When I called the mathematicians and I ask them to explainThey said love is only equal to the painAnd when everything was going wrongYou could turn my sorrow into songOh, it hurts like soTo let somebody goTo let somebody go(Let Somebody Go ~ Coldplay Feat Selena Gomez)❣"Selamat ulang tahun, Nevano!"Bocah laki-laki dengan lesung di kedua pipi i
Nevano meletakkan seikat bunga lili di atas pusara makam bernisankan Agnia Martadinata binti Harsa Prawijaya. Angin sepoi-sepoi berembus menyapa tatkala Nevano memejamkan mata dan melantunkan beberapa bait doa di dalam hatinya untuk sang bunda.Ia kemudian berjongkok, membersihkan beberapa ranting dan dedaunan kering yang terjatuh di atas pusara. Napasnya terembus panjang. Sejak pulang ke Indonesia, terhitung baru saat ini ia menyempatkan diri datang kemari. Dan meski sudah bertahun-tahun kepergian sang bunda, entah mengapa rasa sesak itu masih sama. Menyakitkan tiap kali netranya menatap ukiran nama Agnia di atas nisan berwarna puting gading itu."Apa kabar, Bunda? Maaf, Nevano baru bisa datang kemari," gumam Nevano setelah terdiam beberapa saat. Ia mengulurkan tangan, mengusap halus batu nisan di hadapannya. "Sebentar lagi Bunda ulang tahun. Kalau Bunda masih hidup, sekarang usia Bunda sudah 53 tahun. Dan Bund
Zora meremat jari-jemarinya selama menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan gundah. Saat ini operasi katup jantung Zia sedang berlangsung dan sudah nyaris empat jam ia menunggu di sini. Namun, belum ada tanda-tanda operasi tersebut akan berakhir.Gadis itu mondar-mandir. Sesekali menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Bibirnya tak henti menyenandungkan doa. Berharap Zia akan baik-baik saja selama operasi.Sebenarnya, dokter Gibran yang menjadi kepala tim bedah kali ini sudah menjelaskan bahwa tingkat keberhasilan operasi Zia mencapai 95%. Itu artinya Zora tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak penting. Namun, tetap saja Zora merasa gugup dan cemas, sebab ini adalah operasi perdana yang Zia lakukan dalam hidupnya.
Dua jam sebelumnya,"Akhirnya Bapak CEO kita dateng juga," sapa Rendy sewaktu menyambut kedatangan Nevano di depan pintu apartemennya."Nggak usah lebay." Nevano memutar bola mata seraya mengayunkan langkah melewati pintu dan masuk ke dalam. Tangannya mengangsurkan sesuatu yang disambut Rendy dengan sukacita."Apaan nih?""Hadiah buat apartemen baru."Kedua mata Rendy melebar. Dua botol wine merk Carbenet Sauvignon dengan tanggal pembuatan tahun 2006, membuat pemuda berpotongan undercut itu tersenyum semringah. Jelas Rendy senang. Seperti Nevano, ia juga penyuka wine. Dan sebagai seseorang yang menggemari minuman terbuat dari anggur itu, semakin tua umur wine maka semakin baik pula kualitasnya. Jadi, sudah barang tentu wine yang
"Jangan lupa selesaikan latihan soal yang tadi Ibu berikan dan jangan lupa dikumpulkan besok pagi," ujar Bu Sri, guru Matematika kelas XI IPA 1 bersamaan dengan bel pulang sekolah yang berdering nyaring."Iya, Bu!" sahut semua murid dalam kelas serempak dan langsung membereskan alat tulis masing-masing ke dalam tas, termasuk Zora.Setelah memberi salam dipimpin oleh ketua kelas, Bu Sri pun bergegas keluar.Zora menyandang tas dan beranjak dari kursi. Atensinya sedang terfokus pada pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Zora, orang-orang itu tadi datang lagi mencari Ayah kamu. Apa masih belum ada kabar dari Ayah kamu ke mana dia pergi? Zora membaca pesan tersebut sambil menghela napas panjang. Sudah hampir tiga hari ayahnya tidak pulang ke rumah dan beberapa kali orang berpakaian sangar seperti preman berkeliling mencari keberadaan ayahnya. Zora bahkan takut untuk pulang ke rumah karena harus menghadapi preman-preman tersebut.Zora:Belum, Tan. Nomor Ayah masih belum bisa dihubungi
Sepanjang 27 tahun Nevano hidup di dunia, mungkin ini adalah salah satu hal tergila yang pernah Nevano lakukan. Bagaimana ia bisa kalap dan mengalami emosi tak terkendali hanya karena seorang wanita. Wanita yang bahkan bukan berstatus kekasih apalagi istrinya. Wanita yang jelas bukan siapa-siapanya.Sungguh memalukan. Sungguh menyedihkan.Dua kalimat itu mungkin akan terucap lantang dari vokal Nevano bila nalarnya sedang berjalan normal. Bila pikirannya tak terdistraksi oleh perubahan emosi.Namun, Nevano sungguh-sunguh tak bisa lagi membendung apa yang dirasakannya. Ia seperti terjebak dalam labirin raksasa tanpa bisa menemukan jalan keluar. Labirin yang mengungkung serta memaksanya untuk berputar di satu arah."Nevano?" bisik Zora lantaran pemuda itu masih saja memeluknya erat, sementara orang-orang di sekeliling menatap mereka dengan terperangah.Nevano memejamkan mata. Napasnya masih tersengal. Ia tidak tahu harus bagaimana, tapi reaksi kimia dalam otaknya memaksa pemuda itu untuk
Ada beberapa proses neurokimia yang terjadi bila seseorang sedang jatuh cinta. Di antaranya adalah, tubuh akan melepaskan beberapa hormon yang berkaitan dengan keseimbangan emosi dan juga rasa bahagia. Banyak yang beranggapan bahwa semua aktivitas yang menyebabkan rasa ketertarikan, jatuh cinta atau kasih sayang adalah sesuatu yang berasal dari hati. Namun faktanya, otak manusia-lah yang bertanggung jawab atas seluruh reaksi emosi tersebut.Dan bila berbicara tentang cinta, rasanya mustahil bagi Nevano jika tak menyangkut-pautkannya dengan logika. Hanya saja untuk saat ini, entah mengapa logika pemuda itu seperti sedang tidak berjalan. Lagipula, pepatah mengatakan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang memerlukan logika, bukan? Cinta itu buta. Tidak ada yang pernah tahu atau bisa memilih kepada siapa ia akan dan harus jatuh cinta.Jadi jelas sejauh apapun nalar, otak, insting serta hormon kimiawi bekerja, urusan jatuh cinta tetaplah menjadi misteri yang tak bisa ditebak."Zora ...," bisik
"Selamat pagi, Tuan Rafianto!" sambut para pelayan begitu Rafianto menjejakkan kaki ke dalam istana megahnya setelah baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya di Jepang.Sambil menatap sekilas para pelayan yang menyambut, pria berusia 55 tahun itu berjalan tegap menyusuri lorong yang membawanya ke tangga utama yang terletak di ruang tengah."Sudah pulang, Mas?" sapa Kinanti yang kebetulan baru saja turun dari lantai dua. Wanita itu serta-merta menyambut kedatangan suaminya dengan semringah. "Aku kira Mas sampe di Jakarta sore nanti.""Penerbangannya dipercepat. Lagipula urusan di sana juga sudah selesai," sahut Rafianto sementara Kinanti mencium tangannya sebagai tanda hormat. Pria itu menatap istrinya yang tampak rapi dalam balutan dress formal dengan dahi berkerut. "Apa kamu mau pergi ke suatu tempat?""Iya, Mas. Istri Tuan Raharja mengajak makan siang hari ini bersama ibu-ibu lain. Kebetulan dia mengundang aku untuk datang, jadi tidak enak rasanya kalau tidak ikut.""Kamu yakin ak