Rumah sakit tengah ramai hari ini sehingga dokter lain meminta lelaki datang lebih pagi, ya biasanya ia akan datang hanya untuk konsultasi saja jika ada yang ingin konsultasi padanya. Namun sepertinya hari itu menjadi hari yang akan sangat melelahkan bagi Jaeran, tanpa pria itu duga banyak sekali yang masuk ke rumah sakit kala itu dan rata-rata pasiennya remaja semua. Pemuda itu menghela berat lalu mengusap pelan wajahnya yang terlihat sangat lelah saat itu, pemuda tersebut merenggangkan tubuhnya. Ketika sedang bersantai sahabat baiknya datang menyapa, lalu kemudian tersenyum simetris padanya. "Lama ya gak jumpa," ucapnya sembari memandang para pasien yang tengah berada diruang isolasi.
"Hm," sahut pemuda itu yang masih meluruskan pandangan.
"Gimana Rosa? Udah lebih baikkan?" Jaeran menoleh agak tak mengerti dengan arah pembicara wanita disampingnya, namun lelaki tersebut hanya diam dan tak menjawab apapun. Seba
Dirga memandang anaknya yang tengah belajar bersama sang isteri meski memasang raut wajah yang rumit, akan tetapi ia tau jika itu bisa membuat beban pikirannya bertambah. Ah, ... banyak sekali yang harus lelaki itu pikirankan, Sarah yang merasa sedang diperhatikan langsung menolehkan kepalanya dan mengulum bibirnya tipis, ah, itu suaminya begitu pikirnya. Pemuda itu berjalan meninggalkan keduanya begitu saja, sang isteri yang terlalu perasapun langsung mengikutinya dari belakang sembari menenteng tas pria itu. "Kenapa? Ada apa sama kantor?" Tanya Sarah lembut."Entahlah," Sarah tau jika suaminya sudah berkata demikian itu artinya sang suami sedang mengalami masalah berat, ... "aku, ... aku memikirkan Rosa," jujur Dirga yang duduk ditepi ranjang. Sarah diam dan mencerna baik-baik setiap kata yang keluar dari garis bibir suaminya itu.Sarah paham betul bagaimana perasaan Dirga saat ini, setelah ayah mereka tiada h
Ayun itu tunggal jadi wanita cantik ini tak mengerti bagaimana rasanya memiliki adik, awalnya agak susah menerima kehadiran mereka terutama Rosa yang selalu menjadi penghiburnya dikala sedih. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah bisa melakukan segelanya dengan benar, ... Perempuan itu memang memiliki pekerjaan yang cukup berat dari kebanyakan wanita, rata-rata wanita karier akan memilih kantoran dan sebagai sekertaris. Namun Ayun tidak pernah mengeluh tentang pekerjaan yang ia tekuni saat itu, akan tetapi sebagai sahabat jelas Rosa tau jika teman baiknya itu terlampau letih dengan kehidupannya. Perempuan itu tak pernah menceritakan isi hatinya pada siapapun, karena dia tidak bisa mempercayai orang dengan mudahnya, tetapi Ayun selalu memberikan pengertian kepada Rosa jika perempuan itu mencurahkan isi hatinya. "Jangan percaya gue, percaya tuhan ajh, ..." Rosa tampak bingung dengan tatapan mata itu.Perempuan itu kemudian menunduk sambil menghela panjang, "berarti loe gak
Hari ini Rosa hanya ingin jalan-jalan keluar bersama dengan sang suami, tentu saja itu kemauan si bayi dan bukan dirinya akan tetapi apa prianya itu akan mau mengerti tanpa harus menjelaskannya secara jelas. Rosa semakin mengulas senyum tipis saat dibelakangnya pemuda itu terlihat tengah membantunya menarikan resleting dress batik miliknya, agak mengernyit tak paham ketika lelaki itu menarik ujung kancing resleting dress itu. Pasalnya perempuan itu mengenakan pakaian batik tanpa berniat pergi ke acara resmi atau resepsi pernikahan temannya yang lain. Tak mau banyak bertanya pria itu lantas menghela panjang kemudian melangkahkan kakinya keluar dari kamar sesaat sebelum keluar Jaeran berpesan, "jangan cantik-cantik, nanti banyak yang nunggu jandanya kamu, ..." Ucapnya asal sambil menunggu diluar ruangan.Rosa agak tertegun lalu kembali menguasai raut wajahnya, "ada ajh ih," keluh perempuan itu yang sedikit memberikan polesan pada wajahnya. Tak begitu tebal namun tetap
Herina benar-benar tidak mengatakan apa-apa lagipula disaat seperti ini bukan ini yang perempuan itu harapkan, ia mendengkus geli kemudian menutup pintu kamarnya dengan sikap kasar lalu mengeratkan genggamannya pada kenop pintu yang sudah tertutup dengan rapatnya. Apa ini, kenapa sulit sekali mengendalikan diri agar tidak emosional seperti ini, wanita anggun itu milirik ke arah sofa saat keduanya saling menatap tajam satu sama lain. Situasi macam apa ini, ... Jerome berdiri tanpa banyak bicara, pemuda itu melangkah keluar dari rumah tersebut. Bukankah itu terlalu berlebihan kalau mereka selalu meributkan hal kecil seperti ini, pemuda yang kini memilih menunggu di dalam mobilnya tersebut terus menoleh ke arah arlojinya. Jerome mendengus dingin saat mengamati dari dalam sana, “ah, udah berbaikan?” Gumamnya sambil menyalakan mesin mobil dan melaju meninggalkan tempat itu. Akan tetapi tanpa pemuda itu sadar, perempuan yang tidak terlihat berbaikan itu pergi meninggalkan sang suami begit
Tak benar-benar tulus bukanlah seorang pria bagi Jerome, sesungguhnya malas jika diminta menemani berbelanja pakaian selain kebutuhan rumah. Sore itu Hilda memintanya untuk berbelanja beberapa pakaian yang akan ia bawa ke dalam camp kampus, namun karena tak ada teman jadi ia terpaksa mengajak tunangannya itu menemaninya. Bagi Jerome hanya menemani tak masalah, pemuda itu akan meninggalkannya jika diminta untuk membawa belanjaan. Hey! Pemuda itu tidak ingin diejek bucin oleh teman-temannya terutama Aisha yang selalu meledeknya bucin terhadap hubungan Rosa dan sang kakak. "Jangan berbelanja terlalu banyak, tak ada yang membawanya, ..." Jelas pemuda itu yang dibalas renggutan kecil oleh perempuan yang berada di depan jajaran pakaian."Iya, ... Iya, ..." Sahutnya dengan malas.Rosa menggeleng kepalanya pelan saat ia ditawari makanan sama Sarah, perempuan tersebut mendengus dingin lalu berjalan menghampiri adiknya itu. Sarah memegangi kepalanya sembari m
Maria merasa jengkel dengan tatapan mata itu, tatapan mata memuja milik Jaeran terhadap sang isteri. Perempuan itu sudah melakukan semuanya sampai sejauh ini akan tetapi pemuda itu tetap saja tidak menganggapnya sebagai seseorang yang spesial, meskipun lelaki itu tau dirinya tengah hamil anak kandungnya yang sebenarnya itu tidaklah nyata. Maria menahan diri agar tak merasa kesal dan buat Jaeran pergi dari sisinya, ... pemuda itu terus saja mengarahkan pandangannya pada ponsel. Perempuan itu mengalungkan lengannya pada leher lelaki itu namun tidak ada respon terhadapnya sama sekali hingga saat kini, Jaeran tetap sibuk dengan ponselnya; sampai pada akhirnya perempuan itu mengalah dan menatap wajah sang pemuda dengan lekatnya. Perempuan itu tersenyum manis saat mengingat bagaimana perhatiannya Jaeran terhadap sang bayi tipuannya itu. Maria menghela panjang kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi menatap perut ratanya, menatap dengan tatapan miris. “Tak bisakah kamu ben
Rasanya masalah yang ada sudah membuat dirinya sendiri penat, ditambah dengan kabar yang ia terima pagi ini. Sang ibu mengalami komplikasi jantung, sepertinya tuhan selalu membuat skenario yang terlalu besar untuk ia mengerti. Rosa semakin mempercepat langkahnya ketika mendengar kata-kata dari Sarah agar memintanya untuk menyusul mereka ke rumah sakit Bella. Perempuan itu bahkan belum sempat sarapan pagi ini dan sang suami sangat sibuk hingga tak bisa mengantarkannya ke rumah sakit. Rosa menggeleng kepalanya perlahan saat pikiran negatif memenuhi kepalanya, ... Entahlah rasanya seperti ada yang tidak beres dengan sikap orang rumah kala memberitahu kabar mengenai sang ibu, perasaannya berkecamuk dan memastikan bahwa semua hanya pemikirannya saja.Lami memeluknya erat saat kakak perempuannya datang seraya berlari menuju ruang unit gawat darurat, pemuda tersebut mendecak ketika melihat perlakuan tersebut. Rosa jelas tak mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi,
Jaeran mencoba untuk menghubungi nomornya, akan tetapi yang mengangkat panggilan bukanlah Rosa melainkan Sarah. Kakak ipar dari isterinya, ... Agak sedikit merasa heran dengan nada ketus Sarah yang begitu tak mengenakan telinganya. "Aku segera ke sana, ..." Lalu Jaeran memutuskan panggilannya. Pemuda agak terheran dengan sikap yang ditunjukkan oleh sang kakak ipar perempuannya, pasalnya ia tak mengetahui penyebab pasti atas dropnya sang isteri. Jaeran melengang pergi meninggalkan tempat yang menjadi tempat bernaungnya selama ini, ... Pemuda itu lekas segera melajukan mobilnya cepat.Mahendra yang sejak tadi menunggu Lami keluar dari rumah sakit, kedua pemuda itu tak sengaja saling bertemu tanpa bertegur sapa. Jaeran yang masih terlihat buru-buru dan Mahendra yang masih tetap bertahan pada posisinya, ... Jaeran tau jika ia benar-benar menegur teman lamanya karena saling mengenal satu sama lain, ia akan melewatkan kesempatan bertemu dengan sang isteri. Lami berjal
Sudah lima bulan berlalu namun Rosa belum ada perkembangan juga, entahlah rasanya Jaeran ingin mengubur semua harapannya, sebentar lagi persalinan sang istri dan ia masih belum menjenguknya hingga sejak terakhir kali bertemu. Wajah cantik Rosa selalu terbayang di dalam benak lelaki tak lama sang mama mengusapinya dengan lembut, sebenarnya ia merindukan sang istri; saat kabar sang istri akan dioperasi pemuda itu begitu terkejut dengan keputusan Dirga yang tak meminta persetujuannya. Ia juga masih ingat betul bagaimana sikap Dirga ketika dirumah sakit, tak jarang Lami mengabarinya. Aslinya Dirga gak sebegitu marah sama sang adik ipar, Cuma lelaki itu memang sangat jarang menegur orang dan rasa gak sukanya itu terhadap membuat sifat Dirga seperti orang yang tak memiliki rasa kemanusiaan. “Na! Makan!” Panggil mama yang lagi ada di dapurnya. Tam ada sahutan dari sang sulung membuat Jena menahan rasa gemasnya, anaknya itu jika sudah sedih suka sekali menguruskan badannya.
Jaeran sebenarnya kesal pasalnya daritadi ia bertanya namun tak ada yang menjawab hingga pemuda itu tertidur dibangku tunggu, itu sontak saja membuat Sarah merasa iba padanya. Sarah menepuk pundak lelaki itu agar beristirahat dirumah saja, namun Jaeran tak mau menuruti perkataan sang kakak iparnya tersebut. Namun Sarah tak memaksakan hal itu, perempuan itu hanya memandang lurus lorong rumah sakit, emosi Dirga sedang tidak stabil jika sang suami melihat adanya kehadiran Jaeran bisa kembali naik pitam lelaki tersebut. Jaeran menatap dengan memohon pada perempuan yang hampir melengang dari tempat itu, Sarah menghembuskan nafasnya pasrah lalu menjelas semua permasalah yang terjadi dan bagaimana Rosa bisa mengalami pendarahan. “Sebenarnya bukan pure kesalahan Jerome tetapi karena kamu benci sama adikmu, jadi kamu menyalahkannya. Andai saja kamu tidak bertemu dengan perempuan itu, ini semua tak akan terjadi.” Jaeran sebenarnya ingin menyalahkan Sarah yang menyudutkan orang lai
Jena memerhatikan anaknya yang tengah mencuci piring tetapi setelah ditelaah lagi putra sulung terlihat agak lebih kurus itu membuatnya merasa sang menantu tak benar dalam mengurus sang anak, perempuan tua itu tersenyum lalu menepuk pundak putranya sendiri. Jena agak merasa keki ketika berdiri disamping putranya sendiri, pasalnya sudah berapa bulan Jaeran tak datang ke rumah hanya untuk melihatnya atau sekadar memberikan uang bulanan padanya. Jaeran melirik sekilas sang mama kemudian melengang dari dalam, pemuda itu jelas tau apa yang dibahas sang mama itu kenapa ia membawa sang mama ke arah dalam kamar tamu. Pemuda itu menghela pendek sebelum membuka obrolan di antara mereka berdua, pandangannya sinis lalu menajamkan kedua pendengarannya. “Mama kalo bicarakan hal yang gak penting mending mama pulang,” Jena terperanjat saat Jaeran mengusirnya dari sana.“Kamu ngusir mama?” Pemuda itu berdeham lalu melengos dari sana seraya merapikan style
Jerome menaruh rasa curiga dengan perempuan yang sedang duduk mengamatinya dari dekat sofa panjang, pemuda itu merasa aneh dengan ketidak hadiran sang pemilik acara dari awal hingga selesai, Lami pun ikut menyindir Maria yang mati-matian tak bisa menahan diri untuk tidak dekat-dekat dengan kakak iparnya itu. Lami menahan kesal agar tetap menjalankan acara dengan baik kala itu sampai selesainya acara tersebut perempuan yang memiliki hubungan darah dengan Rosa itu beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak. "Udah kali menelnya, masih aja menel. Gak ingat kemarin yang ngajak baikan siapa?!" Ketus perempuan itu yang langsung bergegas pergi meninggalkan halaman rumah."Sirik aja sih!" Seru Maria sinis."Ya gak sirik lah! Calon gue lebih kaya dari cowok yang ada disebelah loe!!" Balas Lami tak kalah nyinyir, sedangkan Jerome menghela panjang dan mengalihkan pandangannya pada pintu kamar sang kakak ipar. Lelaki itu mendadak cem
Rosa duduk menatap layar kaca televisi, perempuan itu baru saja mendapatkan kabar bahwa sang editor telah mengundurkan diri sebagai seorang editor karena masalah yang tak bisa dijelaskan. Jujur saja perempuan itu terkejut sudah berapa lama ia tak pernah berhubungan dengan editornya, selama Ayu lah yang sudah banyak membantunya dalam proses belajar kepenulisan. Perempuan itu tak bertanya siapa editor penanggungjawab selanjutnya pada pihak atasan, namun dari setiap group chat bisa dirinya tebak dengan mudah siapa selanjutnya. Jaeran mematikan televisi saat masuk ke dalam rumahnya itu, perempuan tersebut tak fokus pada apa yang telah dia lihat, pemuda itu tersenyum tipis kemudian merangkul pinggang sang istri. Digenggamannya sudah ada hasil pemeriksaan medis atas pengulangan tes ulang uji coba darah. "Maafin aku selama ini gak pernah percaya sama kamu," cicit lelaki tersebut memelan.Perempuan itu menoleh cepat lalu mendengus dingin saat mendengar suara sang suami,
Herina menyambut baik kedatangan Rosa dengan memeluk tubuh ramping itu erat, perempuan yang kini duduk di kursi terapi tersebut kembali menuangkan semua keluh kesahnya. Herina menghela panjang seraya mencatat apa saja yang perlu diperhatikan dalam konsultasi kali ini. Tak banyak yang dapat Herina bantu saat konsultasi berlangsung namun paling tidak Rosa bisa mengurangi pikirannya, dan mengurangi munculnya dosis tambahan dalam konsumsi obat-obatannya. Herina mengulas senyum tipis kemudian melangkah menuju meja kantor, lalu meraih ponselnya dan menekan nomor telepon sang teman dekat, Rosa masih memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus pada rambut hitam panjang miliknya. "Kamu gak suka sama harumnya? Apa besok mau aku ganti aja?" Rosa menatap langit ruangan tersebut."Gak usahlah, terlalu berlebihan.""Kalo buat kamu nyaman, ya gak apa-apa. Lagipula aku juga perlu kok." Sudah tak ada sahutan lagi dari sang lawan bicara lalu Rosa menari
Entah mengapa perasaannya jauh lebih rumit dari sebelumnya, perasaan yang Jerome sendiri tak mengerti itu sebuah cinta atau hanya rasa ingin melindungi saja, hancur rasanya liat kakak iparnya menangis ketika sang suami yang notabenenya adalah kakak laki-lakinya sendiri selalu membuat kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengannya. Jerome tak bisa berkata dirinya rela melepas semua perasaannya demi sang kakak, pemuda tersebut tau bagaimana cara mencintai seperti yang dirinya inginkan. Walaupun harus mengorbankan perasaan yang lain, pemuda tersebut merasa tak masalah jika dirinya harus mengalah lagi, Hilda menatap binar lelaki tersebut lalu tersenyum manis sambil melambaikan tangannya pada Jerome yang tengah berdiri di depan rumahnya. Pemuda itu seketika merasa tidak tega dengan pilihannya, "ada apa?" Jerome menggeleng perlahan sembari memeluk tubuh kurus sang tunangan."Apa aku gak boleh merindukanmu?" Tenang pemuda yang sontak saja membuat sang perempuan berdebar-
Rosa menatap langit yang mengubah suasana menjadi lebih berwarna hitam pekat, perempuan itu masih tetap diam meski tanpa dirinya sadar air matanya kembali mengalir dari kedua pelupuk matanya, jengah dengan kehidupannya yang selalu membuat orang lain berada di posisi itu. Perempuan tersebut menggenggam erat plang besi yang ada di depan kamarnya, sesak hatinya semakin membuat sang suami tak mau memedulikan apa yang sudah ia perbuat. Jaerannya kini telah berbeda entahlah ada apa dengan hubungan cinta keduanya yang sampai saat ini tak kunjung mengalami peningkatan sepesat itu, Rosa merasa lebih tidak dihargai oleh sang pemuda; sang pemuda lebih sering mengundang perempuan lain tanpa persetujuannya. Itu membuat sang adik kesal, "kenapa diam aja sih!! Si gundik di undang mulu!!?" Lami tak langsung menatap wajah sang kakak, kini ia tau mengapa sang kakak perempuannya itu mengundangnya datang. "Kakak seharusnya usir gundik itu! Ini kan rumah kakak! Kenapa semua laki sama aja!! Kesal banget
Rumah terlihat berantakan karena tidak ada yang memerhatikan, Rosa menatap sendu wajah suaminya yang tampak acuh terhadap perempuan tersebut, Rosa merasa sesak ketika sang suami tak memedulikannya kala itu. Perempuan itu masih diam meski tau kondisinya tengah mengandung anak pertama, itu tak memberikan kesan yang baik untuk perasaannya; perempuan yang saat melengangkan kakinya masuk ke dalam dapur itu meraih benda tumpul yang sering ia gunakan untuk memasak. Rosa mengeratkan genggaman tangannya pada benda tersebut tak lama ponselnya bergetar hebat, perempuan itu masih tetap memandang wajah sang suami yang tak mau menoleh ke arahnya. Sakit sebenarnya bagi Jaeran melakukan hal ini akan tetapi terlalu banyak yang pemuda tersebut pikirkan ketika mengambil keputusan tersebut, "kamu ngapain?" Rosa tersenyum senang ketika mendengar suara berat Jaeran. Namun senyumnya sirnah ketika tau siapa yang ia ajak bicara."Kayanya aku udah gak ada artinya lagi dimata kamu'.