Home / All / Sri Sultan / Tertangkap

Share

Tertangkap

Author: Esi Apresia
last update Last Updated: 2021-09-13 12:10:18

"Aku akan menemuinya."

Sosok cantik yang masih terlihat muda berumur empat puluh tahun, menggunakan jubah emas dan mahkota tertinggi bergelar wanita nomor satu di kerajaan, berjalan cepat menuju penjara ruangan bawah tanah dengan pencahayaan obor. Perasaannya bergelud tidak sabar menemui seseorang yang sangat dibencinya.

“Bukalah!”

Prajurit dengan sigap melakukannya. Kakinya melangkah pelan memasuki ruangan berdebu sangat panas.

“Apa yang kau inginkan?” tanya seorang wanita menahan perihnya rantai yang mengikat kaki dan kedua tangannya.

“Aku akan tetap memimpin kerajaan ini. Anakku sangat berhak dengan kedudukannya!” teriak Sang Ratu dengan keras.

“Kau bisa memenggalku dengan mudah. Kenapa kau tidak melakukannya,” ucap pelan wanita yang masih terikat dengan senyuman sinisnya.

“Aku akan membuatmu menderita, saat kau melihat anakmu itu mati di depanmu,” jawab Ratu membuat sang Wanita terkekeh.

“Haha! Apa kau tidak mendengar ahli ramal yang kau usir dengan mengenaskan itu? Mereka tidak pernah bohong. Anakku Sri Sultan Mustafa Zukfikar akan membebaskanku. Kau--.” Kedua matanya semakin melotot tajam, dengan telapak tangannya yang mengepal, sedikit melangkah mendekati wanita yang sebenarnya bisa memenggalnya saat itu juga. “Akan terbakar di dalam ranting yang sudah aku siapkan itu,” bisiknya membuat Ratu meraih pedang, menghunuskan tepat di leher Akasma.

“Kau, yang akan terbakar di sana!”

***

Senyuman kembali terlihat saat Mustafa sampai di atas bukit. Dia mengikat kudanya di batang pohon dengan kuat. “Aku harus pulang. Kau sebaiknya menungguku di sini,” ucapnya menepuk-nepuk tubuh kuda yang mengeluarkan suaranya seakan menjawab apa yang Mustafa sampaikan.

Dia segera mengambil pedang Azeam, sejenak menatapnya dengan senyuman. “Kau sangat indah,” batinnya sembari memasukkan ke dalam sarungnya kembali dan menyelampirkan ke tubuhnya.

Dari ketinggian, Mustafa melompat ke bawah. Derasnya air terjun, dan semilir angin, membuat dia memejamkan kedua mata saat tubuhnya masih melayang. Dengan tersenyum, dia masuk ke dalam sungai. Kekuatannya membuat dia dengan mudah melakukannya. 

Dia berenang ke tepian, melihat Agha sudah berdiri tegak menunggunya. “Pangeran, kenapa Anda melompat dari bukit setinggi itu? Ada jalan pintas jika kita melewati goa di sebelah bukit itu. Kita bisa menuju ke atas.”

Mustafa berkacak pinggang sedikit menggeleng. “Kau selalu terlambat mengatakannya, Agha,” jawab Mustafa tersenyum kemudian berjalan cepat menuju pemukiman penduduk bawah bukit.

Agha sejenak menganga sembari menggeleng, membayangkan kembali saat Mustafa melompat dari atas. Memang itu adalah hal mustahil yang bisa dilakukan oleh orang lain. “Pangeran Mustafa memang yang terhebat,” batinnya segera berlari menyusul Mustafa.

Sebuah pemukiman dengan penduduk tidak lebih dari lima ratus orang, tinggal di bawah bukit. Mereka tinggal di sana sudah puluhan tahun. Saat itu Ayah Mustafa membiarkan hal itu karena keinginan mereka ingin memiliki budaya sendiri. Sultan Ali merahasiakan keberadaan mereka untuk kebaikan. Dia tidak mau jika pertentangan akan menimbulkan pertumpahan darah. Hingga Ratu mengetahui keberadaan Mustafa di sana dan selalu saja menyerangnya, namun gagal.

“Anakku Mustafa, kau sangat membuat kami cemas.” Seorang wanita yang sudah mengasuhnya bernama Safa memeluk Mustafa dengan erat. Sementara, Sarman suami dari Safa tersenyum mendekati Mustafa dan membelai kepalanya.

Agha sudah menceritakan siapa Mustafa kepada semua warga yang semula tidak mempercayainya. Namun mereka melihat air terjun yang seketika hening menghentikan arusnya. Semua dupa yang terletak di bebatuan terhempas mengeluarkan cahaya leluhur. Dengan cepat cahaya itu mengelilingi tubuh Agha. Warga seketika menunduk dan mempercayai perkataan Agha. Kini semua warga menyambut Mustafa dengan kebahagiaan.

Sementara, di atas bukit, panglima kerajaan Zengini bersama ratusan prajurit tersenyum sinis menatap daerah bawah bukit.

“Serang mereka, dan bawa Mustafa.”

“Baik, Panglima!”.

***

Mustafa menemui semua warga yang berkumpul dengan bersuka cita. Mereka tidak percaya jika penerus Sultan Ali yang sah ternyata ada di antara mereka. Jasa Sultan Ali terhadap kedamaian kehidupan mereka selalu membekas. Mereka saat itu mendengar jika Sultan Ali mengalami nasib buruk dari salah satu penduduk yang memang bertugas mengamati keadaan atas bukit. Mereka segera melakukan penghormatan leluhur untuk mendoakannya, hingga menemukan Agha dan Mustafa ketika bayi.

“Ayah akan membantumu mengambil kembali kerajaan yang menjadi milikmu, anakku. Pasukan Ayah cukup banyak.”

“Mustafa tidak akan mengorbankan penduduk bawah bukit, Ayah. Ada pasukan yang memang sudah ditakdirkan untuk membantuku,” ucap Mustafa membuat Sarman memeluknya. “Jagalah dirimu, dan bebaskan semua rakyat.” Mustafa menganggukkan kepala sembari tersenyum.

“Pedang itu …” Sarman terkejut saat Mustafa menyodorkan tepat di hadapannya. Sarman bergetar menyentuhnya. Dia tidak percaya jika legenda itu benar nyata. “Ayah hanya mendengar dari semua orang. Sekarang pedang ini benar-benar ada.”

“Jagalah, pedang ini, Ayah. Hingga aku datang kembali untuk mengambilnya.” Tangan Sarman bergemetar, menerimanya. Anggukan senyuman, membuat Mustafa membalasnya, “Terima kasih, Ayah.”

“Bagaimana jika kita merayakannya.” Safa mendadak menarik Mustafa keluar rumah. Dia tidak percaya melihat nyanyian dan tarian membuat semua orang larut dalam suasana sukacita. Mereka saling menarik untuk melakukan dansa bersama di tengah-tengah halaman dengan api unggun.

Ketika sedang asik berdansa, Mustafa spontan terdiam mengangkat tangan kanannya. Dia merasakan sesuatu yang semakin mendekat. “Hentikan!” teriaknya sembari melompat ke arah Sarman dan menangkap anak panah yang hampir saja menembus jantungnya. Sarman melotot tegang melihat itu.

Semua mata lantas langsung terbelalak dan teralihkan. Dalam kegelapan, perlahan Panglima muncul dengan tegak berdiri bersama puluhan prajurit. Mustafa mengkerutkan alis, menarik Safa ke belakang tubuhnya.

“Apa kau mau diriku?” tanya Mustafa. Saat kedua matanya bertumbukan dengan sorot tajam Panglima, dia semakin berteriak, “Bawa aku!”

Tanpa berbicara, Panglima mengangkat tangannya. Puluhan prajurit mengikat tangan Mustafa dan membawanya.

“Mustafa …,” lirih Safa sembari berlinang air mata.

Sarman mengepalkan kedua tangannya dan bersiap untuk menyerang. Namun dia mendadak menahan semua penduduk yang sudah siap dengan senjatanya, saat melihat Pangeran meliriknya dengan senyuman. Sarman yakin jika Mustafa memberikan keputusan yang terbaik.

“Kenapa kita tidak menolongnya?” tanya Safa sendu.

“Dia tidak akan terluka. Jika kita melawan, bukit ini akan dihiasi darah. Mustafa terlahir dengan kekuatannya. Aku percaya kepadanya. Dia akan meminta bantuan kita jika saatnya tiba. Saat itu, kita akan menolongnya dengan nyawa kita.”

“Hidup Sri Sultan Mustafa!” teriak keras Sarman membuat semua penduduk mengikutinya.

“Hidup Sri Sultan Mustafa!”

***

Mustafa berjalan dengan kedua tangan yang terikat dan tersambung dengan tubuh kuda. Dia sesekali menerima pecutan yang menebas punggungnya. Panglima semakin tersenyum puas saat melihat Mustafa menerimanya. Luka yang tergores sama sekali tidak membuat Mustafa lemah. Bahkan pecut hitam berserabut terlepas menjadi dua saat menghempas punggung kekar itu ketiga kalinya.

“Dia memang sangat kuat. Apa yang dikatakan Burak adalah sebenarnya.” Panglima mengangkat tangan agar prajurit menghentikannya. “Hentikan! Mungkin lebih baik kita berlari agar dia terseret,” ucap Panglima tersenyum sinis.

“Hiya!” Panglima mulai menghentakkan kudanya diikuti seluruh prajurit.

Mustafa berlari kencang saat Panglima dan seluruh prajuritnya semakin menghentakkan kuda. Mereka tidak percaya melihat Mustafa bisa berdampingan dengan kuda saat berlari. Kakinya sekuat singa, membuat Mustafa mudah melakukannya.

Tatapan tajamnya terus menjurus ke depan, saat kerajaan megah Zengini berada di hadapannya. Mendadak Mustafa menghentikan kakinya. "Aku merasakan aroma itu," batin Mustafa merasakan seorang wanita yang sedarah dengannya memberikan senyuman, merasakan kehadirannya.

***

“Mustafa Zulfikar …” Akasma berdiri tegak memandang pintu yang masih bergembok besi. Dia memejamkan kedua matanya dengan tersenyum. Hatinya bergetar merasakan kehadiran anaknya semakin dekat. Aroma keringat Mustafa menusuk penciumannya.

“Mustafa, anakku …”

Related chapters

  • Sri Sultan   Bertemu

    Sosok wanita berdiri tegak menggunakan mahkota kebanggaannya menjulang tinggi bersama jubah sutra berwarna merah. Di sebelahnya, Sri Sultan Evren anaknya yang kini memimpin kerajaan Zengini. Mereka segera menuju aula kerajaan saat mendengar kabar dari salah satu prajurit jika Mustafa sudah memasuki istana.Masih sambil terikat, Mustafa berjalan masuk ke dalam aula bersama Panglima dan beberapa prajurit.“Menunduk!” teriak Panglima Asmat. Dia adalah pengawal setia Ratu yang sekarang menggantikan Akasma.“Apa? Menunduk kepada siapa?” tanya Mustafa masih saja berdiri tegak. Sebilah pedang terangkat tinggi mengarah tepat di leher Mustafa yang masih sangat santai menerimanya. “Menunduklah,” ucap Asmat dengan pelan namun tegas.“Aku akan menunduk kepada Ratu …” Mustafa menghentikan perkataannya. Dia menginginkan sebuah nama yang keluar dari mulut Ratu sendiri. “Ratu Deriya. Sebut namaku,” jawabn

    Last Updated : 2021-09-18
  • Sri Sultan   Rencana

    “Ah!” Aigul terkejut melihat Mustafa berdiri meraih kain yang berada di pinggir kolam. Dia menarik tubuh Aigul hingga berdiri, dengan kedua mata yang memejam. Aigul menarik napas saat Mustafa mendekapnya untuk terus melilitkan kain hingga akhirnya menutup tubuh indahnya. Iris cokelat indah milik Mustafa kini terlihat jelas saat terbuka. Mereka saling berpandangan dalam dekat. Aigul semakin bergetar. Kedua mata hitam miliknya sama sekali tidak berkedip menatap sosok tampan yang masih menyorotkan pandangannya. “Untuk apa menutupnya. Kau pasti sudah melihatnya di dalam air,” ucap Aigul terus menatap Mustafa yang masih diam membalasnya. “Apakah kau buronan?” bisik Aigul membuat Mustafa meliriknya. “Aku menutup kedua mataku. Maafkan aku, Putri Aigul,” balas Mustafa menunduk, melepaskan tangannya yang masih mendekap. Sejenak Mustafa masih menatapnya, hingga dia akhirnya melangkah untuk pergi. “Bukankah seorang laki-laki selalu mengambil kesemp

    Last Updated : 2021-09-19
  • Sri Sultan   Jadilah Milikku

    Rakyat masih saja menyambut kedatangan Mustafa. Mereka bersuka cita merayakannya. Namun tidak dengan beberapa pejabat istana yang menatap mereka dari kejauhan sambil menunggangi kuda berpelana emas. Pejabat yang sangat senang menyiksa rakyat dengan meminta pajak melebihi hasil setiap panen.“Ini sangat buruk. Kita harus melakukan sesuatu,” ucap Kepala Pejabat istana dengan tatapan dinginnya kepada pejabat bawahan lainnya.“Kita bisa memenangkannya. Kekuatan Ratu Deriya sangat hebat,” balas salah satunya.“Kau sangat tahu jika Panglima Asmat saja tidak berani turun sendiri saat menyerang bawah bukit selama bertahun-tahun. Bahkan saat dia memberanikan diri menemui Mustafa, berakhir dengan pelarian.” Kepala Pejabat berusaha menenangkan hatinya. Dia sangat paham jika perkataan Trisula tentang kekalahan Deriya setelah dua puluh tahun, akan segera terjadi.“Kita akan segera membicarakannya.” Kepala Pejabat memutar

    Last Updated : 2021-09-21
  • Sri Sultan   Kemenangan Awal

    Mustafa menarik Aigul menuju kursi, dan mendudukkannya. Dia masih diam tidak berkata apapun. Agha mendekatinya dengan membawa kain panjang bewarna merah yang dia ambil dari sandaran kursi. Kain yang biasa Aigul gunakan untuk menghiasi tubuhnya.“Agha ikat dia,” ucap Mustafa tegas sembari berdiri tegak di hadapan Aigul yang masih menatapnya dengan sedikit senyuman.“Agha, kau menunggu di sini. Jika dia berteriak, bungkam mu--.”“Dia berada di lapangan penggal. Ratu mengetahui rencanamu dari pejabat istana yang melihatmu datang menemui rakyat. Hanya dengan memenggal ibumu, kau pasti akan me-nye-rah.” Aigul mendadak membuat Mustafa menghentikan ucapannya. Kini Aigul semakin berbinar saat sosok idamannya berjalan ke arahnya dan melepaskan ikatan yang sudah dilakukan Agha.“Asal dekat denganmu, aku sudah sangat senang, Mustafa,” bisik Aigul sekali lagi yang masih tidak mendapat tanggapan dari Mustafa.&ldq

    Last Updated : 2021-09-23
  • Sri Sultan   Pesan

    Pembebasan akhirnya berhasil dilakukan oleh Mustafa dengan bantuan rakyat, serta Burak bersama tawanan. Mereka sangat hebat melawan semua prajurit Deriya. Satu hal yang membuat Mustafa merasa lega, akhirnya sang ibu terselamatkan.“Akhirnya kau terselamatkan, Ibu,” batinnya terus menatap depan.Aslan masih saja menghentakkan kakinya diatas tanah dengan sangat cepat menyusul rakyat dan semuanya yang sudah berada di pemukiman.Mustafa yang masih berada di atas punggung Aslan, sebenarnya masih merasakan kegelisahan. Dalam perasaannya, dia sangat khawatir jika Deriya mengirimkan semua pasukannya untuk menyerang pemukiman, dan membuat semua rakyat akan kehilangan nyawa.“Aslan, kita harus cepat,” bisiknya sembari mengelus kepala Aslan yang semakin menambah kecepatan berlarinya.Rakyat bersuka cita menyambut kedatangan Mustafa bersama Aslan. Dia menepuk-nepuk Aslan, untuk mengurangi kecepatannya saat sampai di pemukiman. Mustafa s

    Last Updated : 2021-09-25
  • Sri Sultan   Berikan Sedikit Saja

    Ciuman pertama terasa sangat indah. Mustafa dengan lembut bersama perasaan yang bergetar, melakukannya. Perlahan lidah mereka bersentuhan di dalam. Kenikmatan bercampur rasa cinta semakin membuat mereka enggan melepaskannya. Ciuman semakin dalam terjadi.Burak dari kejauhan menatapnya. Dia sangat bahagia melihat Mustafa tumbuh menjadi pemuda hebat. “Aku akan selalu melindungimu, Pangeran,” batinnya kemudian berlalu.***Mustafa melepaskan bibirnya dengan senyuman. Zivana sedikit menundukkan kepalanya karena rasa malu. Sontak jemari kanan Mustafa memegang dagu lancip Zivana untuk kembali terangkat. Kini mereka kembali berpandangan.“Kerajaan Alcatraz berada di bawah kekuasaan Ratu Deriya. Aku tidak akan pernah mengorbankan itu.” Zivana menggelengkan kepalanya. “Tidak!” ucapnya keras. “Bebaskan aku, Pangeran,” sambungnya.“Mustafa. Panggil aku dengan sebutan itu,” balas Mustafa membuat Zivan

    Last Updated : 2021-09-27
  • Sri Sultan   Rayuan Aigul

    Zivana merasa resah. Di dalam kamarnya, dia selalu menahan hatinya. Pikirannya bergelud tanya. Apakah Mustafa akan memegang janjinya? Hingga lamunannya teralihkan suara ketukan pintu.“Masuklah,” ucap Zivana sedikit keras.Pelayan wanita masuk membawa nampan dengan buah-buahan segar. Jemarinya dengan sigap mengatur semua isi nampan di atas meja. Zivana masih saja duduk sembari menggeleng pelan karena perasaan gelisah. Pelayan melirik Zivana, perlahan mendekatinya. “Apakah Putri ada masalah? Maafkan hamba yang lancang menanyakannya,” kata Pelayan masih menundukkan kepala.Zivana hanya sedikit tersenyum. Dia menganggap perasaan yang dia rasakan adalah pribadi. “Kau boleh keluar,” ujarnya membuat Pelayan masih diam di tempat.“Putri, maafkan hamba. Mungkin hamba terlambat mengantar buah kesukaan, Anda. Hamba harus mengantar Putri Aigul di sungai.” Pelayan masih saja menundukkan kepala sembari tersenyum dengan l

    Last Updated : 2021-09-28
  • Sri Sultan   Kerajaan Pertama

    Mustafa bersama Zivana menemui Akasma yang sudah terbangun dan mendapatkan perawatan Safa. Mereka terkejut melihat Mustafa bergandengan tangan dengan seorang wanita sangat mesra.“Apakah ini Putri Zivana?” tanya Akasma masih mengembangkan senyuman. Akasma sangat mengenal kedua orang tua Zivana karena memang mereka bersahabat hingga Deriya melakukan konspirasi untuk menghabisi semuanya. Deriya tidak membunuh Zivana karena jika persembahan Aigul gagal, maka Zivana adalah sasaran selanjutnya.“Ratu, sangat bahagia, saya bisa bertemu dengan Anda,” balas Zivana menundukkan kepala, namun Akasma menahannya.“Jangan. Aku adalah ibumu. Dan Safa juga ibumu. Kami merestuimu, Putri.”Safa menganggukkan kepala, memeluk Zivana.Mustafa mengarahkan kepalanya kepada Sarman untuk mengikutinya. Mereka menuju ruangan pertemuan, diikuti Burak dan Agha.“Kerajaan mana yang harus aku taklukkan untuk pertama kalinya?&rdquo

    Last Updated : 2021-09-29

Latest chapter

  • Sri Sultan   KEMENANGAN SRI SULTAN

    Kebahagiaan semakin lengkap. Zivana akan melahirkan ahli waris Sri Sultan. Semua cemas saat menunggunya. Para tabib berjaga di dalam. Di depan kamar Zivana, Mustafa hanya diam, menatap pintu kamar Zivana. Pembawaannya yang tenang, membuat semua orang yang berada di sana juga ikut tenang. Akasma berdiri di sebelah Mustafa. Dia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya akan melahirkan Mustafa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya. Saat itu, kejadian mengerikan terjadi. Akasma tidak ingin hal itu terulang kembali. Burak bersama sisa prajurit menjaga dengan sangat ketat. Walaupun mereka berjumlah sangat sedikit, Burak berusaha melakukan yang terbaik. Dia juga tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali. “Burak, Maria datang dengan Ozone,” kata Agha dengan cemas. “Baiklah. Buka gerbang dan biarkan dia masuk,” balasnya dengan tegang. Sarman mendekati Burak. Perasaannya ikut cemas. “Maria mengejar Aigul saat menyerang perut sang rat

  • Sri Sultan   Akhir Putri Persembahan

    Aslan membuka mulutnya lebar. Dia melahap Selim sekali telan. Kini Raja Spartan benar-benar binasa. Zivana dan Akasma menatap tajam. Beberapa putri spontan menutup kedua mata mereka. Burak menarik kemudi kudanya. Dia mengarahkan sang kuda medekati Mustafa yang masih terdiam menatap langit. Arwah Selim melayang ke atas. Dia kini bersama semua korbannya. Mustafa menarik napas sejenak sebelum menatap Burak. “Sri Sultan. Semua sudah berakhir. Kita akan kembali ke istana.” Mustafa menganggukkan kepala. Dia kembali menghentakkan kudanya. Mustafa beserta rombongan kembali menuju Zengini. Semua bersorak gembira menyambut kedatangan Mustafa. Para rakyat kini menikmati sinar matahari yang kembali terlihat. Mereka keluar rumah. Menikmati keindahan alam yang sudah mereka nanti. Semua hewan juga merasakan kemenangan. Tumbuhan mulai bermekaran. Semua penghuni istana bersorak. Mereka terus mengagungkan nama Sri Sultan.

  • Sri Sultan   Acaman Untuk Zivana

    Pedang legenda masih menjurus tepat ke wajah Selim. Dia masih tidak menyerah. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Kedua matanya memerah. Tidak peduli postur tubuhnya kembali seperti semula, Selim tetap akan melawan Mustafa.“Aku sudah melakukan pengorbanan dengan nyawaku. Aku tetap tidak akan menyerah. Kau bukan yang terkuat. Aku yang paling hebat!” teriaknya. Dia berusaha bangkit, tetap akan melawan Mustafa. Sambil mendongakkan kepalanya, dia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan tajam, semakin mengarah dengan intens.“Selim. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. Dan aku, tidak akan pernah melawanmu. Kau bukan tandinganku. Aku tidak akan pernah melakukan itu.”Beberapa kuda datang mendekati Mustafa. Aslan yang berada di sebelah Mustafa, terus mengerang. Giginya yang tajam, ingin sekali mengunyah Selim. Mustafa terus mengelus tubuh sang singa agar mereda dengan keinginannya.“Sri Sultan!” teriak Burak diikuti beberapa prajur

  • Sri Sultan   Kehancuran Batu Iblis

    Arman berlari cepat. Dia melawan beberapa prajurit Spartan yang menjaga. Sarman sangat hebat dalam memanah. Dia melumpuhkan para prajurit dengan anak panahnya.Namun, Sarman terkejut. Kabut hitam melilit di semua tubuh para prajurit, membuat mereka tidak bisa bergerak."Pasti Asmat meminta Deriya melakukan ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku."Sarman berlari kencang. Dia menelusuri semua istana yang megah itu. Dia masih saja belum menemukan tempat batu itu berada."Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemui pelayan," gumamnya sembari terus berlari menuju dapur istana. Sarman tidak menyangka. Sangat sepi di mana pun berada. "Ke mana mereka semua?" lanjutnya.Sarman semakin mengedarkan pandangannya ke semua arah, hingga dia mendengar suara di dalam gudang persediaan makanan. Sarman mengeluarkan pedang, mendekati pintu itu."Keluarlah kalian, atau aku akan mendobrak pintu ini!" teriaknya keras.Sarman masih bersiap. H

  • Sri Sultan   Menuju Batu Iblis

    Mustafa tidak menyangka. Jemarinya berdarah. Dia perlahan mengangkat wajahnya, tersenyum ke arah Selim.“Aku terluka. Aku akan mengalahkannya,” batin Mustafa mulai bangkit.Aslan mengaum dengan keras. Bahkan, tanah sedikit membelah. Semua mata mendongak ke atas. Para rakyat dan penghuni istana mulai merasakan sedikit kehangatan. Paling tidak ada sesuatu yang tidak membuat mereka menggigil hingga nyaris kehilangan nyawa.Dia menatap pedang legenda, menyambarnya. Kakinya berlari cepat menghampiri Aslan dan menaiki punggungnya. Auman semakin terdengar keras. Selim mengernyit, tidak mengerti dengan Mustafa. Dia masih mengamati dengan saksama musuh hebatnya itu.“Kenapa dia tersenyum memandangku? Bahkan … udara kenapa semakin hangat,” tanya Selim membatin. “Tidak … ini tidak mungkin!” teriaknya keras.“Selim!” balas Mustafa sembari mengarahkan ujung pedang yang mulai memberikan sinarnya. Baya

  • Sri Sultan   Akan Menyerah

    "Selim! Aku tidak akan pernah membiarkanmu!" Mustafa mengarahkan pedang legenda. Dia menghentakkannya ke tanah, membuat semua es batu yang sudah mengeras dan menusuk itu meretak hingga cair. Dia terus melakukannya ke semua arah. Mendadak sedikit memberikan kehangatan yang tiba-tiba muncul. Namun, itu sia-sia. Udara yang menusuk kembali menutupnya.Mustafa tidak percaya dengan penglihatannya. Sementara Salim tertawa dengan keras melihat Mustafa semakin kebingungan. Dia ingin sekali melindungi semua manusia yang ada, namun kali ini dia gagal!"Hahaha. Lihatlah, mereka semua akan mati secara perlahan. Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan mereka. Pada nantinya hanya akan ada kita berdua saja. Kau kehilangan semua orang yang kau sayangi. Tapi aku tidak peduli, karena aku hanya ingin menjadi orang yang terkuat. Tidak masalah jika aku hanya sendirian di sini. Aku memiliki kerajaan Spartan dan mereka terlindungi oleh kekuatan iblis yang sudah merasukiku."

  • Sri Sultan   Keadaan Yang Semakin Mencekam

    Awan mulai menggulung semakin gelap dari arah barat. Bahkan angin semakin menusuk. Tanah yang semula sedikit terasa hangat menjadi sangat dingin. Semua dilapisi oleh kerasnya es yang sangat menusuk jika menyentuh.Mustafa tidak mengerti bagaimana dia bisa menghancurkan Selim. Serangannya sama sekali tidak bisa mengenai, bahkan melukai Raja Spartan itu. Kini dia paham jika mereka sama-sama menjadi pengikut dari iblis, maka salah satu dari mereka tidak akan pernah bisa memenangkan pertandingan ini atau pun terluka. Iblis hanya bisa kalah dengan kekuatan manusia berdarah merah."Kenapa aku tidak menghancurkan batu itu? Ternyata ini membawa akibat yang sangat sulit. Akusama sekali tidak akan bisa mengalahkannya. Hanya darah merah yang bisa mengalahkan Selim.Kini aku paham dengan apa yang dikatakan Trisula.Titik darah terakhir yang hanya bisa membuat akumemenangkan pertarungan ini.""Kenapa kau diam saja Sri Sultan Mustafa? Apa kau sud

  • Sri Sultan   Pertarungan Tiada Akhir

    Selim tidak bisa lagi menahan amarahnya. . Dia berdiri di atas kuda hitam yang sudah memancarkan cahaya merah dari kedua matanya.Kuda itu melesat sangat kencang. Bahkan kecepatannya sama seperti angin. Tak kasat mata. Mustafa pun mengerjapkan kedua matanya hingga tiga kali untuk membuat pandangannya fokus kembali kepada kuda itu. Hanya beberapa detik saja, sang kuda sudah berada di hadapannya. Mengangkat kedua kaki depannya dan akan menyerang dari depan.Sontak Aslan mengaung sangat keras. Membuat sang kuda akhirnya tidak menyerangnya. Auman Aslam membuat tanah bergetar, hingga sedikit retak."Kau tahu Mustafa. Kekuatanmu tidak bisa dibandingkan denganku. Aku tidak akan pernah memberikanmu ampun. Walaupun kau sudah mengambil semua puluhan ribu prajuritku.Tenang saja, sekarang hanya kita berdua yang akan bertanding.""Aku juga tidak sabar untuk menghabisimu segera.Karena aku hanya ingin melindungi kerajaanku yang sudah berdiri secara tur

  • Sri Sultan   Menghilangkan Kutukan

    Selim masih sangat kesal. Dia tidak percaya melihat Panglima Spartan yang sangat hebat kini sudah kehilangan nyawanya di tangan seorang lelaki tua Ayah angkat dari Mustafa. "Aku benar-benar tidak percaya. Dia ... sudah mengalahkan Panglima!" Selim mengepalkan kedua tangannya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi."Argh!"Dia berteriak sangat keras, memberikan perintah kepada puluhan ribu pasukannya yang sudah siap untuk segera menyerang kerajaan Sri Sultan Mustafa Zulfikar.Sarman bersama 500 prajuritnya terdiam, dengan tubuh yang gemetar sambil mencengkram senjata mereka masing-masing untuk menerima serangan yang akhirnya datang juga."Kita akan menyerang sampai detik terakhir. Jangan pernah menyerah! Kita akan mati sebagai pahlawan, dari pada kita hidup bersembunyi seperti seorang pengecut!" teriak Sarman kepada semua prajuritnya yang semakin bergetar. Mereka bersiap untuk menyerang semua puluhan para prajurit dengan wajah sangat menyeramkan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status