Zivana tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sri Sultan bersama Panglima Burak dan puluhan prajurit menatap dirinya dengan wajah tegang. Sang Ratu semakin bergemetar melihat ekspresi Mustafa.
Saat itu mereka mendapat kabar dari prajurit yang tidak sengaja melihat Zivana keluar istana. Prajurit itu sangat khawatir, akhirnya mengikuti Zivana dan melihat Ratu diserang prajurit wanita kiriman Spartan. Dia segera kembali ke Zengini, berlari menemui Mustafa yang masih membicarakan strategi perang.
“Sultan. Maafkan saya. Ratu mengalami bahaya. Saya melihat Ratu Zivana diserang oleh prajurit Spartan,” ucapnya dengan terengah-engah.
Mustafa berjalan cepat keluar dari aula tanpa berucap. Burak kebingungan melihatnya, begitu juga dengan lainnya.
“Emir, kau uruslah masalah ini bersama Sarman. Aku dan Ozone akan pergi mengawal Sri Sultan,” kata Burak mendapat anggukan dari Emir. Dia berjalan cepat keluar dari aula untuk menyusul Mustafa yan
Angin semakin kencang. Gemuruh terdengar keras. Petir menyambar keras menghiasi langit yang cukup gelap. Sinar matahari yang seharusnya terbit, semakin menghilang. Tidak ada cahaya kehidupan lagi.Zivana yang masih berjongkok akan menerima hukuman, ikut bergetar melihat fenomena mengerikan itu. Selintas suara menjerit untuk mengancam Mustafa terdengar di telinganya.“Selim. Dia sangat marah dengan Mustafa. Aku mendengarnya. Ternyata dia masih mengingatku,” batin Zivana menatap Mustafa yang masih terdiam mendongakkan kepalanya melihat angkasa.“Sultan. Raja kegelapan yang melakukan ini. Kita sebaiknya masuk ke dalam. Hukuman untuk Ratu Zivana sebaiknya akan kita tunda saja!” teriak Burak kencang.Angin kencang menyebabkan suara Burak masih saja terdengar samar di telinga Mustafa. Sang penguasa segera menarik tubuh Zivana dan membawanya menuju ke dalam istana.Ratu masih saja termangu. Dalam pikirannya, Zivana tidak percaya jika
Selim masih menatap tajam pasukan Mustafa. Dia tersenyum dan terus melihat strategi Sri Sultan. Selim mengetahui jika Mustafa dilindungi semua pasukannya untuk mendekati dirinya.“Jadi memang dia ingin mendekatiku. Baiklah, aku akan menemuinya sebelum dia mendekat.”Selim semakin menatap tajam Mustafa. Tangan kanannya mencengkeram tongkat ujung tengkorak. Kabut hitam mulai keluar. Selim melompat sangat tinggi. “Hah!”“Dia …” Mustafa terkejut melihatnya. Kepalanya mendongak ke atas, mengikuti ke mana Selim pergi. “Aku akan mengikutinya!” teriaknya keras. “Aslan, ikuti dia!” lanjutnya sembari menepuk tubuh Aslan.Auman keras terdengar. Aslan melompati semua arah untuk menyusul Selim. Sementara Burak dan yang lainnya terus berjuang melawan pasukan Spartan yang memiliki kekuatan yang ghaib.Aslan semakin mengencangkan kakinya untuk berlari. Hutan gelap tanpa sinar sama sekali dengan aur
Burak berlari kencang menaiki istana untuk menyusul Mustafa. Ledakan di angkasa membuat pertempuran terhenti. Terompet kemenangan Spartan, terdengar cukup jelas. Mereka meninggalkan kerajaan Zengini yang dipenuhi mayat. Lautan darah terlihat jelas. Prajurit yang tersisa hanya berjumlah ratusan saja.Burak tidak percaya melihat Mustafa tengkurap tidak berdaya di tanah. “Sultan!” teriaknya keras mendekati Mustafa dan perlahan membalikkan tubuh Sri Sultan. “Panggilkan tabib!” lanjutnya terus berteriak.Ozone yang masih selamat, segera berlari masuk ke dalam istana untuk mencari tabib. Namun, dia terkejut melihat dalam istana sangat berantakan. Ternyata prajurit Spartan sudah memasuki istana dan memporak-porandakan semua.“Ini tidak mungkin!” teriak Ozone terus berlari memasuki Harem. Kedua matanya melotot tajam. Ternyata semua putri terluka. “Apa yang terjadi?” tanyanya mendekati pelayan yang menangis memeriksa salah
Zivana terpaku melihat Selim dengan tersenyum sinis kini berdiri di hadapannya. Dia berusaha mengatur detakan jantungnya yang seketika berjalan dengan cepat. Sekujur tubuhnya terasa kaku. Bahkan sebenarnya dia tidak bisa menumpu tubuhnya lagi karena mengalami rasa ketakutan yang semakin dalam.Selim perlahan mendekatinya, mengangkat jemari tangan kanannya dan membelai pipi Zivana dengan sangat lembut. Kedua matanya yang memerah, seketika mereda dan terlihat hitam pekat."Aku sangat merindukanmu, Zivana. Ternyata kau sangat cantik. Dulu kau adalah sahabat terbaikku."Ucapan Selim membuat Zivana bergetar. Dia tidak mengerti dengan ucapan lembut itu. Apakah itu sebagai sahabat, ataukah dia memiliki maksud lain? Zivana berharap Selim hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak menginginkan lebih. Karena jika itu terjadi, dia akan terjebak di dalam dan tidak bisa melarikan diri."Kenapa kau sangat ketakutan? Apakah kau tidak ingat jika kita sering berc
Kedua mata penguasa saling menatap tajam. Bahkan dalam mimpi pun Mustafa bisa menemui Selim. Senyuman sinis Selim terlihat jelas. Bahkan kemenangan terlihat di wajah Selim. Mustafa terdiam hanya memandang wajah yang mengintimidasinya dari raja kegelapan itu.Pedang legenda Selim genggam erat. Bahkan sosok Zivana dan Aigul terlihat di belakangnya dengan menundukkan kepala. Tangisan bercampur jeritan semakin menyeruak telinga Mustafa.Mustafa menggelengkan kepalanya dengan keras. Kedua tangannya mengepal, mulai akan menggerakkan kedua kakinya.“Aku … aku tidak bisa membiarkannya. Aku harus mengalahkannya. Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya manusia sama seperti diriku. Iblis itu hanyalah bayangan.” Mustafa semakin ingin meluapkan semua amarahnya. Jiwanya sudah terbakar. “Aku akan membunuhmu!” teriaknya. Suara berat itu terlontar sangat keras. Tanah mulai bergetar, angin pun mulai terasa kencang. Dedaunan mengumpul di udara yang semula k
Zivana berteriak, saat Selim sudah melebarkan kedua kakinya. Miliknya semakin terbuka lebar dari belakang, dan siap untuk dinikmati Selim. Napasnya semakin sesak. Namun, sang ratu tidak akan menyerah.“Percuma kau memilikiku. Aku sudah tidak suci. Mustafa pertama kali mengambilnya. Kau tetap kedua!”“Selim! Argh!” Dengan kuat, Selim menarik rambut Zivana ketika mendengar perkataan yang semakin membuat emosinya meluap.“Kau … akan aku hajar!”“Plak!”Zivana mendorong Selim, lalu memalingkan wajahnya. Tangan kuat Selim dengan kuat menahannya. Selim kembali membalikkan tubuh Zivana dan menamparnya keras, “plak!” hingga membuat sang ratu pingsan. Wajahnya sangat lebam. Selim memandang tubuh Zivana tergeletak di lantai dengan napas yang keras.“Argh!”Selim berteriak sangat kencang. Suaranya menggelegar keras. Semua prajurit berlari mendekati kamar. Namun, Pangl
Mustafa masih saja menikmati tubuh Zedrich tanpa sadar. Sang putri sangat bergairah. Dia semkain menikmati sentuhan Sri Sultan. Kulitnya bergemetar. Jantungnya berdetak kencang. Darahnya mengalir dengan cepat, seiring dirinya yang sangat tegang menikmati sentuhan laki-laki impiannya.“Aku … aku sangat bahagia. Dia akhirnya menyentuhku. Aku akan menghasilkan anak Sultan.” Zedrich tidak hentinya membatin dengan hatinya yang menyeruak kegirangan. Apalagi miliknya sudah terjamah Sultan Zengini.Dia semakin melebarkan kedua kakinya. Miliknya yang memang masih suci itu siap untuk dia berikan. “Jangan menundanya, Sultan. Aku akan memberikannya kepadamu sekarang juga.”“Zivana, aku mencintaimu,” bisik Mustafa mendesah.Zedrich yang semula bergairah, kini perasaannya merasa dipermainkan. Walaupun dia bisa saja berbohong dengan semuanya, namun dirinya yang sangat menjunjung tinggi harga diri, tidak bisa melanjutkan keingin
Tatapan tajam masih saja terarah kepada Aigul. Putri sangat bahagia, tersenyum sendiri mengetahui jika Mustafa harus memilikinya. Wajahnya merona, berwarna merah. Selim masih terdiam di tempat berusaha mengetahui apa yang ada di dalam pikiran wanita di hadapannya.“Aku tidak bisa masuk ke dalam pikirannya. Apa yang harus aku lakukan?” Selim melangkah cepat. Sekelebat bayangan dalam pikirannya terlihat. Dia melotot, tidak percaya. Langkahnya terhenti, berusaha mengingat satu detik petunjuk yang dia ketahui.“Aigul … bersama dengan Mustafa. Untuk apa?” Selim menarik tubuh Aigul. Pandangan Putri masih saja kosong. “Aku tidak akan membiarkan kau bersama Mustafa. Sekarang juga aku akan memilikimu, Aigul.”“Krek!”Selim menarik kain yang menutupi tubuh indah Aigul. Selim merebahkan tubuh Aigul di ranjang. Sang Putri masih saja dalam bayangannya bersama Mustafa.“Dia masih saja membayangkan sese
Kebahagiaan semakin lengkap. Zivana akan melahirkan ahli waris Sri Sultan. Semua cemas saat menunggunya. Para tabib berjaga di dalam. Di depan kamar Zivana, Mustafa hanya diam, menatap pintu kamar Zivana. Pembawaannya yang tenang, membuat semua orang yang berada di sana juga ikut tenang. Akasma berdiri di sebelah Mustafa. Dia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya akan melahirkan Mustafa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya. Saat itu, kejadian mengerikan terjadi. Akasma tidak ingin hal itu terulang kembali. Burak bersama sisa prajurit menjaga dengan sangat ketat. Walaupun mereka berjumlah sangat sedikit, Burak berusaha melakukan yang terbaik. Dia juga tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali. “Burak, Maria datang dengan Ozone,” kata Agha dengan cemas. “Baiklah. Buka gerbang dan biarkan dia masuk,” balasnya dengan tegang. Sarman mendekati Burak. Perasaannya ikut cemas. “Maria mengejar Aigul saat menyerang perut sang rat
Aslan membuka mulutnya lebar. Dia melahap Selim sekali telan. Kini Raja Spartan benar-benar binasa. Zivana dan Akasma menatap tajam. Beberapa putri spontan menutup kedua mata mereka. Burak menarik kemudi kudanya. Dia mengarahkan sang kuda medekati Mustafa yang masih terdiam menatap langit. Arwah Selim melayang ke atas. Dia kini bersama semua korbannya. Mustafa menarik napas sejenak sebelum menatap Burak. “Sri Sultan. Semua sudah berakhir. Kita akan kembali ke istana.” Mustafa menganggukkan kepala. Dia kembali menghentakkan kudanya. Mustafa beserta rombongan kembali menuju Zengini. Semua bersorak gembira menyambut kedatangan Mustafa. Para rakyat kini menikmati sinar matahari yang kembali terlihat. Mereka keluar rumah. Menikmati keindahan alam yang sudah mereka nanti. Semua hewan juga merasakan kemenangan. Tumbuhan mulai bermekaran. Semua penghuni istana bersorak. Mereka terus mengagungkan nama Sri Sultan.
Pedang legenda masih menjurus tepat ke wajah Selim. Dia masih tidak menyerah. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Kedua matanya memerah. Tidak peduli postur tubuhnya kembali seperti semula, Selim tetap akan melawan Mustafa.“Aku sudah melakukan pengorbanan dengan nyawaku. Aku tetap tidak akan menyerah. Kau bukan yang terkuat. Aku yang paling hebat!” teriaknya. Dia berusaha bangkit, tetap akan melawan Mustafa. Sambil mendongakkan kepalanya, dia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan tajam, semakin mengarah dengan intens.“Selim. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. Dan aku, tidak akan pernah melawanmu. Kau bukan tandinganku. Aku tidak akan pernah melakukan itu.”Beberapa kuda datang mendekati Mustafa. Aslan yang berada di sebelah Mustafa, terus mengerang. Giginya yang tajam, ingin sekali mengunyah Selim. Mustafa terus mengelus tubuh sang singa agar mereda dengan keinginannya.“Sri Sultan!” teriak Burak diikuti beberapa prajur
Arman berlari cepat. Dia melawan beberapa prajurit Spartan yang menjaga. Sarman sangat hebat dalam memanah. Dia melumpuhkan para prajurit dengan anak panahnya.Namun, Sarman terkejut. Kabut hitam melilit di semua tubuh para prajurit, membuat mereka tidak bisa bergerak."Pasti Asmat meminta Deriya melakukan ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku."Sarman berlari kencang. Dia menelusuri semua istana yang megah itu. Dia masih saja belum menemukan tempat batu itu berada."Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemui pelayan," gumamnya sembari terus berlari menuju dapur istana. Sarman tidak menyangka. Sangat sepi di mana pun berada. "Ke mana mereka semua?" lanjutnya.Sarman semakin mengedarkan pandangannya ke semua arah, hingga dia mendengar suara di dalam gudang persediaan makanan. Sarman mengeluarkan pedang, mendekati pintu itu."Keluarlah kalian, atau aku akan mendobrak pintu ini!" teriaknya keras.Sarman masih bersiap. H
Mustafa tidak menyangka. Jemarinya berdarah. Dia perlahan mengangkat wajahnya, tersenyum ke arah Selim.“Aku terluka. Aku akan mengalahkannya,” batin Mustafa mulai bangkit.Aslan mengaum dengan keras. Bahkan, tanah sedikit membelah. Semua mata mendongak ke atas. Para rakyat dan penghuni istana mulai merasakan sedikit kehangatan. Paling tidak ada sesuatu yang tidak membuat mereka menggigil hingga nyaris kehilangan nyawa.Dia menatap pedang legenda, menyambarnya. Kakinya berlari cepat menghampiri Aslan dan menaiki punggungnya. Auman semakin terdengar keras. Selim mengernyit, tidak mengerti dengan Mustafa. Dia masih mengamati dengan saksama musuh hebatnya itu.“Kenapa dia tersenyum memandangku? Bahkan … udara kenapa semakin hangat,” tanya Selim membatin. “Tidak … ini tidak mungkin!” teriaknya keras.“Selim!” balas Mustafa sembari mengarahkan ujung pedang yang mulai memberikan sinarnya. Baya
"Selim! Aku tidak akan pernah membiarkanmu!" Mustafa mengarahkan pedang legenda. Dia menghentakkannya ke tanah, membuat semua es batu yang sudah mengeras dan menusuk itu meretak hingga cair. Dia terus melakukannya ke semua arah. Mendadak sedikit memberikan kehangatan yang tiba-tiba muncul. Namun, itu sia-sia. Udara yang menusuk kembali menutupnya.Mustafa tidak percaya dengan penglihatannya. Sementara Salim tertawa dengan keras melihat Mustafa semakin kebingungan. Dia ingin sekali melindungi semua manusia yang ada, namun kali ini dia gagal!"Hahaha. Lihatlah, mereka semua akan mati secara perlahan. Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan mereka. Pada nantinya hanya akan ada kita berdua saja. Kau kehilangan semua orang yang kau sayangi. Tapi aku tidak peduli, karena aku hanya ingin menjadi orang yang terkuat. Tidak masalah jika aku hanya sendirian di sini. Aku memiliki kerajaan Spartan dan mereka terlindungi oleh kekuatan iblis yang sudah merasukiku."
Awan mulai menggulung semakin gelap dari arah barat. Bahkan angin semakin menusuk. Tanah yang semula sedikit terasa hangat menjadi sangat dingin. Semua dilapisi oleh kerasnya es yang sangat menusuk jika menyentuh.Mustafa tidak mengerti bagaimana dia bisa menghancurkan Selim. Serangannya sama sekali tidak bisa mengenai, bahkan melukai Raja Spartan itu. Kini dia paham jika mereka sama-sama menjadi pengikut dari iblis, maka salah satu dari mereka tidak akan pernah bisa memenangkan pertandingan ini atau pun terluka. Iblis hanya bisa kalah dengan kekuatan manusia berdarah merah."Kenapa aku tidak menghancurkan batu itu? Ternyata ini membawa akibat yang sangat sulit. Akusama sekali tidak akan bisa mengalahkannya. Hanya darah merah yang bisa mengalahkan Selim.Kini aku paham dengan apa yang dikatakan Trisula.Titik darah terakhir yang hanya bisa membuat akumemenangkan pertarungan ini.""Kenapa kau diam saja Sri Sultan Mustafa? Apa kau sud
Selim tidak bisa lagi menahan amarahnya. . Dia berdiri di atas kuda hitam yang sudah memancarkan cahaya merah dari kedua matanya.Kuda itu melesat sangat kencang. Bahkan kecepatannya sama seperti angin. Tak kasat mata. Mustafa pun mengerjapkan kedua matanya hingga tiga kali untuk membuat pandangannya fokus kembali kepada kuda itu. Hanya beberapa detik saja, sang kuda sudah berada di hadapannya. Mengangkat kedua kaki depannya dan akan menyerang dari depan.Sontak Aslan mengaung sangat keras. Membuat sang kuda akhirnya tidak menyerangnya. Auman Aslam membuat tanah bergetar, hingga sedikit retak."Kau tahu Mustafa. Kekuatanmu tidak bisa dibandingkan denganku. Aku tidak akan pernah memberikanmu ampun. Walaupun kau sudah mengambil semua puluhan ribu prajuritku.Tenang saja, sekarang hanya kita berdua yang akan bertanding.""Aku juga tidak sabar untuk menghabisimu segera.Karena aku hanya ingin melindungi kerajaanku yang sudah berdiri secara tur
Selim masih sangat kesal. Dia tidak percaya melihat Panglima Spartan yang sangat hebat kini sudah kehilangan nyawanya di tangan seorang lelaki tua Ayah angkat dari Mustafa. "Aku benar-benar tidak percaya. Dia ... sudah mengalahkan Panglima!" Selim mengepalkan kedua tangannya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi."Argh!"Dia berteriak sangat keras, memberikan perintah kepada puluhan ribu pasukannya yang sudah siap untuk segera menyerang kerajaan Sri Sultan Mustafa Zulfikar.Sarman bersama 500 prajuritnya terdiam, dengan tubuh yang gemetar sambil mencengkram senjata mereka masing-masing untuk menerima serangan yang akhirnya datang juga."Kita akan menyerang sampai detik terakhir. Jangan pernah menyerah! Kita akan mati sebagai pahlawan, dari pada kita hidup bersembunyi seperti seorang pengecut!" teriak Sarman kepada semua prajuritnya yang semakin bergetar. Mereka bersiap untuk menyerang semua puluhan para prajurit dengan wajah sangat menyeramkan