"Bagaimana kamu tahu ini semua?" Tania menatap Jimmy penasaran.
"Hanya menduga, mi." Jimmy menatap Tania lembut yang menghembuskan napas panjang."Semua orang kayaknya mau aku menderita," ucap Tania menyandarkan tubuhnya di sofa "Apa setelah ini akan ada lagi?""Semoga ini yang terakhir, mi." Lucas menatap sedih kearah Tania yang sama sekali tidak bisa dipeluk."Strategi selanjutnya apa?" Rifat mengalihkan perhatian pada hal semula "Kalian sudah memikirkan? Kita menghadapi psikopat lagi ini.""Apa harus ada yang terluka lagi?" Tania menatap takut kearah Rifat "Jaga mereka semua, aku takut anak-anak dan cucu-cucu yang kena. Lebih baik aku yang...""Nggak akan ada yang terluka lagi! Kita sudah memberikan perlindungan pada mereka, perlindungan yang lebih baik daripada sebelumnya." Rifat memotong kalimat Tania dengan nada tegasnya "Bagaimana mereka yang di poliklinik?""Mereka hanya bisa memberi kabar pada saat sudah di rum"Kenapa kamu datang?" Jimmy menatap Siena yang sudah berada di rumah dan saat mengetahui itu langsung mengarahkan kendaraannya ke rumah untuk bertemu."Besok sidang awal, aku cemas kalau disana dan kamu disini. Makanya aku memutuskan buat kesini sama Jeno dan Fransiska, mereka ada di rumah depan sama mami dan Om Rifat juga Rey." Jimmy memegang tangan Siena, membawanya masuk kedalam dengan duduk di sofa keluarga. Merapikan rambut Siena yang berantakan dengan ekspresi khawatir yang terlihat sangat jelas."Kamu disini sama siapa tadi? Aku nggak lihat pengawal kalian." Jimmy menatap sekitar."Mereka pakai baju biasa biar nggak dikenalin, nggak usah mengalihkan pembicaraan. Bagaimana perkembangannnya?" Siena memukul pelan lengan Jimmy."Kamu nggak kangen?" Jimmy kembali mendapatkan pukulan pelan di lengan "Kamu mukul mulu bukannya dipeluk malah pukul."Siena memutar bola matanya mendengar nada suara Jimmy, meskipun begitu tetap memel
"Mereka terkejut saat tahu kita memiliki banyak bukti tentang kejadian dulu." Lucas menceritakan yang terjadi beberapa jam lalu pada keluarga yang ada di rumah dengan Tania yang masih berada di Bali."Kami sudah bisa pulang?" Tania bertanya dengan memohon "Abang curang masa Siena dan Fransiska bisa pulang sedangkan mami nggak boleh.""Mami masih agak riskan kalau pulang," jawab Lucas yang semakin membuat Jimmy mengerutkan keningnya "Yudi masih mencari cara untuk mendekati mami.""Bagaimana abang tahu? Pengawal yang bilang?" Lucas menganggukkan kepalanya, berbeda dengan Jimmy yang menggelengkan kepalanya "Dia ini cinta atau obsesi? Keduanya nggak jauh beda.""Jadi semuanya berjalan dengan lancar?" Tania membuka suaranya yang diangguki Lucas "Abang makin dewasa aja," goda Tania yang seketika wajah Lucas menjadi merah "Nggak usah malu gitu, bang.""Mami bicara begitu nggak akan berpengaruh apapun," ucap Lucas yang mendapatkan decakan keras.
"Fakta apalagi yang di dapat?" Jimmy menatap Endi yang masuk kedalam ruangan Lucas."Aku kira kamu di rumah sakit, jadi benar cuti?" Endi menatap Jimmy tanpa menjawab pertanyaannya yang mendapatkan decihan "Aku hanya penasaran, setidaknya Naila masih bisa dipercaya.""Ketiga sahabatku hubungi terus bertanya tentang kepastian cutiku, apa terlalu mendadak? Aku hanya ingin fokus, memang salah satu sahabatku ada yang mencurigakan?" Jimmy menatap Endi penasaran."Sejauh ini nggak, tapi tetap harus berhati-hati dalam cerita." Jimmy memilih menganggukkan kepalanya, perkataan Endi memang ada benarnya. Sahabatnya memang tidak akan berbuat sesuatu, tapi jika pihak mereka mengancam atau apapun itu yang berhubungan dengan keselamatan mereka pastinya secara tidak langsung akan membuka semuanya."Kami memiliki sample Yudi, memeriksa dengan Jeno." "Bagaimana mendapatkan milik Yudi?" Jimmy memberikan tatapan penuh selidik pada Endi "Jangan bil
"Alan sudah mengatakan semuanya." Jimmy bertemu dengan orang yang akan menjadi Alan, pria bernama Alex ini tidak lain adalah orang kepercayaan Alan yang secara kebetulan adalah saudara jauhnya. Mereka tidak tahu siapa saja saudara Arkan, pada saat itu yang datang di pemakaman hanya orang tua dan langsung keluar negeri atas ajakan Alan."Kita tinggal mengikuti apa yang dikatakan lawyer, saya harap kita bisa kerjasama dengan baik." Alex berkata dengan menatap kedua mata Jimmy."Semoga." Jimmy mengatakan dengan perasaan tidak percaya diri."Kenapa nada suaranya begitu? Kamu nggak yakin memenangkan ini semua?" Alex memberikan tatapan selidik."Bukan itu, hanya...entahlah. Kita masuk saja." Jimmy menepuk bahu Alex agar memasuki ruang sidang.Sidang kali ini meminta penjelasan Alex sebagai saudara Arkan, mendengarkan penjelasan Alex yang sebenarnya sudah dibahas beberapa waktu lalu. Tim pengacara mereka sudah menyiapkan semuanya dan A
"Semua akan baik-baik saja?" Jimmy sudah bertanya tidak terhitung jumlahnya pada Fira."Semua akan baik-baik saja, Jim. Kamu harus percaya sama Siena, dia bisa melewati itu semua." Fira menenangkan Jimmy."Kandungannya?" Jimmy menatap Tomo yang sudah memutar bola matanya."Gue harus jawab berapa kali? Kalian berdua aja yang ladeni dia," jawab Tomo mengangkat kedua tangannya "Ya...gue akan gercep kalau ada apa-apa sama Siena. Gue nggak akan jauh duduknya dari Siena. Puas? Mau mastiin lagi? Gue bosen jawabnya." Jimmy tidak menghiraukan kekesalan Tomo, bahkan tidak peduli jika sahabatnya beranjak dari tempat duduknya. Setengah jam lagi mereka akan berangkat ke pengadilan dengan Siena sebagai saksi, wajar jika Jimmy merasa tidak tenang karena Siena harus berhadapan lagi dengan pemerkosanya."Jim, nggak usah khawatir atau takut. Kamu harus percaya sama aku dan semuanya, kalau terjadi apa-apa mungkin kamu bisa tuntut pengadilannya." Siena mene
"Mereka membicarakan masalah kasusmu dengan Febby, pada kaget kalau Febby melakukan itu sama kamu."Jimmy mendengarkan Danu yang bercerita tentang kedatangannya di rumah sakit lama, mereka sedang berkumpul di rumah orang tua Jimmy sehari setelah kesaksian Siena, lebih tepatnya berada di taman belakang."Kabar Febby sama Prof Yudi memang sudah terdengar disana, group bedah sempat heboh dan tanya sama aku tentang kebenarannya tapi aku nggak jawab sama sekali dan biarkan mereka tahu sendiri nanti," sahut Ruli sambil memejamkan matanya "Jim, Bang Leo kemana?""Mau minta diskon ballroom hotel?" tembak Jimmy yang langsung diangguki Ruli "Leo biasanya jam segini sama Fransiska di rumah, tapi nggak tahu lagi soalnya abang minta kita tinggal satu rumah sampai keadaan aman.""Memang mereka akan melakukan apa lagi? Sudah dalam keadaan begini masih ingin melakukan kejahatan lagi?" Tomo menatap penasaran "Aku salut sama Siena bisa tenang menghadapi semuanya."
"Kehamilannya baik-baik saja, kan?" Leo menatap Tomo yang meletakkan alatnya."Sejauh ini baik-baik saja, denyutnya terdengar sangat jelas. Kak Fransiska kalau ada keluhan apapun langsung hubungi aku, walaupun selama ini nggak pernah ada keluhan tetap harus dijaga semuanya." Tomo menatap Fransiska yang menganggukkan kepalanya."Hubungan intim?" Fransiska langsung mencubit Leo."Aman, Kak." Tomo mengangkat ibu jarinya "Siena nggak sekalian? Mumpung bawa USG mini." Tomo mengalihkan pandangan kearah Siena yang hanya diam."Kalian kenapa tiba-tiba kesini?" Jimmy menatap Leo setelah memastikan Siena nyaman di posisi berbaringnya."Nggak tahu Fransiska pengen kesini bicara sama Anggi dan Siena," jawab Leo "Mami dimana?""Mami di kamar lain sama Om Rifat, memang kenapa?" "Jim, Siena sehat banget ini. Lo harus benar-benar jaga jangan sampai terjadi sesuatu," ucap Tomo yang diangguki Jimmy "Obat kalian nanti aku ambilkan di ruma
"Apa itu akan dijadikan bukti?" Ruli membuka suaranya yang dijawab Jimmy dengan mengangkat bahunya."Aku hanya berharap beliau nggak datang kesini," ucap Jimmy."Harapanmu tidak tercapai, beliau ada disini dan tepat di pintu masuk." Danu memberitahukan keberadaan Yudi.Jimmy menarik dan menghembuskan napas panjangnya "Harusnya aku masih di rumah, mau tidak mau harus berhadapan dengannya."Danu menepuk bahu Jimmy pelan "Aku rekam jadi jangan jauh-jauh duduknya."Tidak menanggapi kata-kata Danu memilih menunggu apa yanb dilakukan pria itu di rumah sakit ini, mengalihkan fokus dengan berbicara hal lain bersama kedua sahabatnya. Ruli memberi kode jika Yudi melangkah kearah meja mereka, tetap saja Jimmy tidak berharap pria itu akan berbicara dengannya."Bisa kita bicara?" 'Shit!' Jimmy membatin dalam hati dengan memberikan kode pada sahabatnya yang paham dengan kode tersebut.Jimmy melangkahkan kakinya mencari tempa