Ruang kerja, Jimmy menggunakan ruang kerja untuk berbicara empat mata dengan Siena setelah pembicaraan mereka dengan Wijaya. Jimmy sangat tahu jika waktu papinya tidak akan lama lagi, serangan yang terjadi tadi adalah petanda jika memang waktunya sudah dekat. Penyakit komplikasi dengan usia yang sudah tidak bisa melakukan tindakan lebih, walaupun selama masa muda papinya adalah orang yang peduli dengan kesehatan tapi ternyata tetap jatuh kedalam penyakit di usia tuanya ini.
“Jeno siapa dia?” tanya Jimmy langsung.“Seseorang.” Siena menjawab singkat.“Ayolah, Siena! Apa yang harus aku lakukan agar hubungan kita bisa seperti dulu? Aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apapun tentang kamu, tidak tahu kesalahan apa yang sudah aku perbuat sama kamu.” Jimmy mengatakan dengan sedikit frustasi.“Kamu tidak perlu tahu apa-apa tentang aku.” Siena mengatakan dengan santai.“Siena, kamu tadi dengar permintaan papi? Mereka semua meminta kiFokus, mencoba fokus dengan pekerjaannya itu yang dilakukan Jimmy saat ini. Tidak memikirkan tentang pembicaraan atau kenyataan yang didapatnya kemarin, semua harus sesuai dengan apa yang direncanakannya hari ini.“Jadwal praktek sudah keluar,” ucap Danu sambil menatap layar.“Baguslah,” ucap Jimmy menanggapi dengan santai.“Kamu nggak papa?” tanya Danu memastikan.“Nggak, memang kenapa?” Jimmy menatap Danu dengan bingung “Oh...masalah praktek. Aku nggak masalah sama sekali, aku memikirkan hal lain.”“Febby?” tebak Danu yang langsung dijawab dengan gelengan kepala Jimmy “Lalu?”“Complicated, aku nggak tahu harus cerita darimana.” Jimmy mengangkat bahunya “Aku harus ngecek bayi yang kemarin.”Jimmy menatap layar dan rekaman medis yang baru dibacanya, menghembuskan nafas panjang sebelum beranjak dari tempat duduknya. Berdiri dengan menepuk bahu Danu pelan sebelum meninggalkan di ruangan seorang diri, melangka
Seminggu sudah Jimmy tidak pulang ke rumah, tugas yang diberikan Albert untuk menggantikannya selama tidak di tempat membuat Jimmy lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Beberapa kali dirinya mendatangi Wijaya yang masih berada di rumah sakit dengan ditemani maminya, Tania. Kondisi kesehatannya sudah sedikit membaik tapi tetap saja membutuhkan perhatian ekstra, salah satunya adalah faktor usia. Pria dengan egoisnya selalu meminta pulang ke rumah, menghabiskan waktu di rumah atau terkadang memakan sesuatu yang dilarang oleh dokter. Jimmy yang membaca group chat keluarga hanya bisa menggelengkan kepalanya, beberapa kali saudaranya sudah meminta dirinya untuk datang atau pulang ke rumah.“Papi kamu tuh ya nggak jauh sama Lucas, keras kepala.” Tania mengatakan dengan sedikit emosi.“Sabar, mi.” Jimmy menenangkan Tania dengan membelai punggungnya pelan.“Kamu lagi libur?” tanya Tania menatap Jimmy penuh selidik.Jimmy menga
“Mau kemana?” tanya Tania saat melihat Jimmy tapi.“Rumah Siena,” jawab Jimmy yang membuat Tania menatap bingung “Ada yang mau aku bicarakan, mi.”Jimmy mendatangi Tania dengan mencium pipinya sekilas sebelum keluar, langkahnya terhenti mendapati Rifat yang berbicara dengan Rey serius. Tidak ingin mengganggu waktu mereka dengan tetap berjalan kearah rumah Siena, langkahnya terhenti tepat di depan pintu pagar rumah Siena. Jarak rumah mereka yang tidak terlalu jauh, menuju rumah Siena hanya dengan berjalan kaki, menekan bel rumahnya dari dalam Jimmy bisa mendengar suara anak kecil didalam. Tidak lama pintu terbuka menampilkan Siena dengan menggunakan pakaian rumah dan anak laki-laki disampingnya, terkejut dengan kedatangan Jimmy tapi tidak lama menampilkan ekspresi biasa.“Ada apa datang kesini?” tanya Siena setelah berada dihadapan Jimmy.Jimmy mengalihkan pandangan dari anak laki-laki disamping Seina dengan mantap Siena yang saat ini menat
Kedatangan Siena langsung disambut oleh maminya dengan tangan terbuka, tidak berbeda jauh dengan Fransiska dan Anggi. Jimmy menatap dalam diam, membayangkan Febby yang mendapatkan perlakuan seperti ini, tapi tampaknya akan sangat sulit.“Bicara di taman belakang aja nanti mami bilang bibi buat siapin kalian camilan dan minuman.” Tania menatap Jimmy dan Siena bergantian.Membawa Siena masuk kedalam menuju taman belakang, tempat yang menjadi favorit mereka semua. Mereka duduk berhadapan membuat Jimmy bisa menatap Siena secara keseluruhan, sahabatnya dari kecil yang dilupakan begitu saja. Bibi mengantarkan camilan untuk mereka berdua, belum ada yang membuka pembicaraan dan tampak Siena sedang mengatur kata-kata yang akan diucapkan.“Jadi?” Jimmy membuka suaranya terlebih dahulu.“Aku harap kamu jangan terkejut dan jangan potong ceritaku nanti.” Siena mengatakan aturannya terlebih dahulu.Jimmy menganggukkan kepalanya “Kalau kamu be
“Apa maksudmu?” tanya Jimmy menatap terkejut. “Bukan suatu yang penting untuk sekarang.” Siena tersenyum kecil melihat reaksi Jimmy. “Kamu tidak berniat mengatakan padaku?” tembak Jimmy langsung yang dijawab dengan gelengan kepalanya “Kamu mau menyiksaku dan membalas dendam?” “Aku tidak ada niat itu sama sekali. Saat ini aku hanya ingin hidup tenang berdua dengan Jeno, jangan merasa tanggung jawab karena Jeno bukan darah dagingmu. Aku akan berbicara dengan papi dan mami untuk tidak membuat kamu menjadi seperti ini, kembalilah bersama kekasihmu karena aku tahu kamu mencintainya.” Jimmy menatap Siena yang berbicara seakan tidak memiliki beban sama sekali, bisa saja dulu mengalami hal yang menyakitkan tapi dirinya tidak pernah ada. Mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Siena seakan membuatnya semakin merasa bersalah, tidak mengingat apapun yang membuat wanita dihadapannya ini menderita. “Jangan memberikan tatapan seperti itu
“Gantiin Dokter Albert?” tanya Danu yang diangguki Jimmy “Gimana bokap?”“Biasa penyakit tua, ada aja mintanya. Sejauh ini sudah agak mendingan, tapi kamu tahu sendiri penyakit gitu gimana.”Danu menganggukkan kepalanya “Terbaik aja lah buat bokap.” “Amin, kamu nggak ada jadwal praktek?” tanya Jimmy mengalihkan pandangan dari Danu.ke rekam medis.“Ada, tapi nanti jam sebelas gantian.” “Kalau gitu aku duluan,” pamit Jimmy yang langsung keluar dari ruangan.Albert dikenal sebagai dokter yang hebat dalam menangani masalah jantung anak, tidak hanya jantung tapi penyakit dalam anak-anak. Menggantikan Albert membuat Jimmy banyak belajar, setidaknya bisa membuat wawasannya bertambah dibandingkan sebelumnya.Data pasien yang datang dibaca terlebih dahulu sebelum membawanya masuk, data mereka sudah sangat lengkap jadi memudahkan Jimmy dalam mengambil tindakan. Satu per satu pasien masuk dan tidak ada hentinya, Jim
Menyelesaikan visitnya dengan cepat, memastikan semua berjalan dengan baik, melihat pasien yang akan menjalani operasi besok. Hembusan nafas panjang dikeluarkannya, membayangkan kehadiran Febby nanti sedikit membuatnya bernafas lega.Berangkat menuju tempat tinggal yang menjadi saksi dirinya dengan Febby bersama, Jimmy sudah membayangkan semuanya dengan baik termasuk hangatnya ranjang mereka nantinya. Jimmy sudah tidak sabar sama sekali dengan itu semua, walaupun mereka memutuskan berpisah tapi tetap saja membutuhkan pengalihan dari semua masalah yang ada.Ponsel Jimmy berbunyi membuat Jimmy mengerutkan keningnya saat melihat nama di layar, mengangkat panggilan dan langsung keluar dengan langkah cepatnya. Tidak lupa memberi kabar pada Febby jika mereka tidak bisa bertemu, pikirannya berjalan kemana-mana setelah mendengar kabar dari orang yang menghubunginya.“Bagaimana papi?” tanya Jimmy saat sudah berada dihadapan keluarganya.“Pingsan di
“Apa kamu memang nggak bisa memikirkan lagi?” tanya Rifat dengan nada tegasnya.“Om, jangan jadi kaya papi lah.” Jimmy menggarukkan kepalanya.Rifat menghembuskan nafas panjang “Kalian sudah aku anggap anak sendiri, jangan lupa wasiat papi kamu kalau aku bakal nikah sama mami kamu. Jim, aku hanya ingin papi kamu tenang tidak lebih. Kami berdua melakukan ini juga demi papi kamu, walaupun pada akhirnya kebablasan.”“Maunya om sama mami aja yang nggak bisa menahan nafsu.” Jimmy memutar bola matanya malas.Rifat tertawa mendengar tuduhan Jimmy “Mami kamu masih seksi, Jim. Perasaan om ke mami kamu itu sama kaya papi kamu ke mami.”“Menikah sama Siena berat, Om.” Jimmy memilih kembali membicarakan masalah dirinya.“Om tahu berat, tapi demi papi kamu.”“Kalau akhirnya berpisah gimana?” tanya Jimmy menatap Rifat penuh selidik.“Lucas sama Anggi baik-baik saja.” “Mbak Anggi cinta sama abang,