Pov Yudi "Harry, sialan! aku sakit perut. Kenapa kau malah mengunciku dari luar!" teriakku sambil memegang perutku yang sangat sakit. Sudah dua puluh menit aku berteriak namun Harry belum juga menampakan batang hidungnya. Kemana dia? "Harryyy....buka pintunya!" teriakku lagi menggunakan seluruh tenagaku untuk berteriak. "Pak Yudi anda ada di dalam?" tanya Marni, aku lega karena akhirnya ada juga yang mendengarkan teriakanku. "Iya, Bik. Tolong buka pintunya. Harry mengunciku di dalam, sekarang aku sakit perut." "Sebentar pak, saya telepon Harry dulu. Harry menggembok pintu dari luar, mungkin dia buru-buru pas saya suruh dia pergi ke apotik beli obat sakit gigi. Jadi dia lupa kalau ada bapak ada di dalam." jawab Bik Marni. "Tolong cepat suruh dia pulang, Bik. Lagian aneh-aneh saja dia pakai acara lupa segala kalau saya ada di dalam." "Ba...baik, Pak. Saya akan menyuruhnya cepat pulang." Aku mencoba tidak panik, ku sandarkan pelan tubuhku ke bibir ranjang dengan posisi hampir tidu
Pov Yudi"Len, kali ini jangan tolak Mas lagi, ya. Mas akan berikan apapun yang kamu mahu. Mas janji!"Aku melonggarkan pelukanku. Aku mencoba mencium Alena namun dia kembali melakukan perlawanan. Dia mendorong tubuhku sampai aku benar-benar marah."Cukup Alena, kesabaranku sudah habis berlembut-lembut denganmu!"Rahangku mengeras, Alena makin nglunjak jadi istri. Dulu dia penurut, tapi sejak aku menikah lagi, dia menjadi pembangkang seperti ini. Aku harus bersikap lebih tegas lagi agar dia bisa kembali menjadi istri penurut.Ku dorong Alena hingga tubuhnya membentur tembok."Kali ini kamu tidak bisa melawan lagi!"Wajah cantik Alena berubah ketakutan. Aku suaminya, kenapa dia melihatku seperti melihat hantu. Keterlaluan! sebegitu takutnya dia menjalankan kewajibannya sebagai istri sampai dia terlihat begitu ketakutan padaku.Tok...tok...tok...!Sialan! siapa lagi yang berani menggangguku. Baru saja aku mau memulai, tapi ada saja pengganggu."Pak Yudi, maaf. Ada yang cari bapak di lua
Yudi keluar dari kantor Bram dengan perasaan lega. Bram dan kakak Bram akan berinvestasi untuk menolong perusahaannya dari kebangkrutan.Harry membuka pintu mobil untuk majikannya, setelah itu menutupnya kembali setelah Yudi masuk ke dalam.Yudi menanyakan perkembangan pencarian Rani pada anak buahnya melalui telepon. Saat anak buahnya mengatakan belum mengetahui keberadaan Rani, Yudi memaki-maki mereka. Harry tersenyum tipis melihat Yudi semarah itu pada anak buahnya."Apa anda baik-baik saja, Pak?" tanya Harry pura-pura takut melihat kemarahan bosnya."Gara-gara Rani, perusahaanku hampir saja bangrut!" jawab Yudi dengan penuh emosi."Hampir? itu berarti Yudi berhasil membujuk Bram?" batin Harry."Aku tak menyangka, Rani adalah orang yang sangat berbahaya. Cuma gara-gara aku tak mau menikahinya, dia membuat kekacauan sebesar ini!"Lagi-lagi Harry tersenyum tipis. Yudi tak tahu, kalau kekacauan yang terjadi bukan dilakukan oleh Rani seorang. Bahkan Harrylah yang menjadi otak di balik
"Apa enggak cukup penderitaan yang Mas berikan pada mereka selama ini sampai-sampai Mas tambah lagi dengan siksaan seperti ini?"Yudi terdiam sesaat. Dia membenarkan ucapan Alena, namun tetap saja dia tak mau mengakui kesalahannya di depan tiga istrinya."Bilang sama dua madumu, kalau tidak mau hal seperti ini terjadi lagi, tolong jaga sikap mereka. Jangan kaya anak kecil seperti tadi!"Yudi meninggalkan Alena dan yang lainnya. Kemudian menemui kembali Sinta dan Bram."Maaf, istri-istriku kembali membuat masalah." Ucap Yudi sembari duduk di kursi."Jadi malam ini anda gagal mendekatkan saya dengan Alena?" bisik Bram pada Yudi."Maaf. Keadaan sedang kacau. Lain kali saya janji akan membantu anda." ujar Yudi menyesal.Bram terlihat berpikir, "Bagaimana kalau besok suruh Alena pergi menyusul anda ke kantor. Terus nanti saya suruh pereman menghadangnya di jalan. Lalu saya datang pura-pura menghajar pereman itu. Gimana pak?""Apa ini tidak terlalu berlebihan, Pak?" tanya Yudi kurang setuj
"Aku akan laporkan kamu ke Pak Yudi! kamu pasti akan di pecat!" ancam Bram. Harry yang sudah sangat marah dengan kelakuan Bram dan Yudi sudah tak pedulikan ancaman Bram lagi."Laporkan saja. Saya tak takut!" Harry melepaskankan cengkalan tangannya, kemudian menggandeng Alena masuk ke dalam mobilnya.Tanpa mereka sadari, sosok dalam mobil hitam besar tengah memperhatikan mereka. Sosok itu adalah Yudi. Yudi memang mengatakan setuju dengan ide Bram, tapi hatinya tetap tak terima patner bisnisnya itu berusaha mendekati Alena. Dia menggunakan cara liciknya untuk menggagalkan rencana Bram. Dia yang membayar pereman untuk mencegat mobil orang-orang bayaran Bram. Dia juga yang menyuruh pereman untuk menghajar Bram hingga babak belur. Awal mulanya ia menikmati pemandangan yang ada di depannya, namun saat tiba-tiba istrinya memeluk Harry, moodnya berubah seketika.Setelah melihat istri dan sopirnya masuk dalam mobil, Yudi melajukan mobilnya. Dia kembali menuju kantornya menggunakan mobil yang
"Telepon pacarmu. Bilang saya tak jadi memecatnya!"Marni girang bukan main. Tapi tidak dengan Alena. Di satu sisi dia senang Harry akan kembali, tapi di sisi lain dia marah setelah mendengar pernyataan Marni."Terimakasih, Pak. Saya kedalam dulu. Saya akan langsung menelpon Harry sekarang juga!"Cepat-cepat Marni masuk untuk menghubungi Harry."Bik Marni dan Harry pacaran?" tanya Alena yang masih belum hilang rasa syoknya.Yudi mengangguk, "Iya. Kamu tahu, mereka diam-diam sering sekamar tanpa sepengetahuan kita. Lucu kan?" cerita Yudi sambil terkekeh.Suhu tubuh Alena panas dingin mendengar cerita suaminya, "Sekamar?"Lagi-lagi Yudi mengangguk, "Hari itu Mas sampai lihat banyak kissmark di dada Harry. Ternyata pembantu kita itu sangat ganas. Meski usianya terpaut sepuluh tahun dari Harry, Mas pikir mereka pasangan yang sangat serasi."Tangan Alena mengepal, menelan mentah-mentah ucapan suaminya tanpa mau bertanya kebenarannya terhadap Marni."Kamu kenapa, kok dengernya kaya engggak
Pov HarrySeperginya aku dari rumah Yudi, aku mulai disibukan dengan kegiatanku di empat butik milikku. Dua di jakarta dan dua lagi di Bandung. Karena ku tinggal cukup lama, stok baju banyak yang hilang. Aku harus mengecek CCTV demi menemukan pencurinya. Aku yakin salah satu pegawai di butikku ada yang tidak jujur.Karena harus mengurus banyak hal, aku menyuruh Bik Marni berbohong bahwa aku tidak bisa di hubungi. Aku terpaksa melakukannya demi membereskan masalahku.Ku cek CCTV di masing-masing butik dengan sabar, akhirnya setelah beberapa jam mengecek ku temukan sebuah kejanggalan. Di setiap hari minggu CCTV dalam butikku bermasalah. Itu terjadi setiap jam tujuh malam sampai tutup CCTV itu tidak menyala. Saat itulah aku curiga kalau ini di lakukan dengan sengaja oleh salah satu dari pegawaiku.Setelah menanyakan pada semua pegawai, ternyata ini ulah Agus, lelaki yang ku tunjuk sebagai supervisior di butikku. Dia sahabat sekaligus orang kepercayaanku. Dia yang menghandle semua butikku
Pov Author"Harry? kau sudah datang?" tanya Yudi sembari menarik kursi kemudian duduk diatasnya."Sudah, Pak. Maaf saya baru bisa bekerja lagi sekarang." jawab Harry."Kalau saya sih tidak masalah. Tapi Bik Marni itu loh, hari-hari ngeluh dan cemberut karena enggak ada kamu. Dampaknya ke makanan yang di masaknya. Rasa masakannya sesuram wajahnya tanpa kamu. Ngeri kan kalau hari-hari aku lihat wajahnya mengerikan seperti itu.""Hehe...Pak Yudi bisa saja becandanya." balas Harry sembari melirik Alena yang terlihat sangat cuek padanya."Aku enggak lagi becanda. Bik Marni kaya orang gila tanpa kamu. Kamu kemana saja sampai matiin ponsel selama ini? punya gebetan baru ya, sampai lupa sama yang lama?" goda Yudi sambil menyendok nasi ke piringnya."Gebetan baru? enggaklah, Pak. Menurut saya satu pacar saja sudah cukup.""Eleh...! jangan bohong kamu Har, pasti selain Bik Marni, kamu pacar lain kan. Ngaku!" Yudi masih terus menggoda sopirnya sambil mengunyah makanannya. Tiga istrinya hanya men
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja