Pagi yang cerah menyambut Naomi, termasuk David yang tersenyum cerah terlihat bahagia.Kehadiran Naomi di kediaman Axel adalah sebuah berkah untuk David, terlebih Naomi adalah orang pilihan Teresia untuk menjadi pendamping Axel.Axel Morgan, tuannya itu memiliki reputasi yang bagus dalam pekerjaan, beberapa orang terkadang memanggilnya anjing gila karena Axel berdiri dengan kokoh tanpa bisa di goyahkan dan di runtuhkan dengan mudah meski banyak serangan yang mengarah kepadanya.Sejak kecil Axel terbiasa di hadapkan banyak konflik dalam bisnis keluarga, karena keterbiasaan itu Axel terlatih untuk menjadi sosok yang kuat dan pekerja keras.Axel tidak menggantungkan kehidupannya pada warisan keluarga Morgan, diam-diam dia juga membangun kekuatan sendiri dengan secara perlahan meletakan uang-uangnya pada bisnis di pelabuhan dan menguasi beberapa wilayah juga kapal.Sipapun mungkin tidak akan percaya karena ayah Axel yang payah dan bodoh itu memiliki seorang anak yang cerdas dan kuat.Sebe
Naomi memasuki ruangan makan, pandangan gadis itu mengedar tidak melihat keberadaan Axel karena pria itu kini tengah sibuk dengan handponenya dan berbincang serius di luar ruangan.Naomi mengambil segelas air dan meminumnya, gadis itu tidak dapat menyembunyikan senyuman senangnya tatkala melihat cokies cokelat kesukaannya di hidangkan juga di piring-piring makanan penutup.Sementara itu, di luar ruangan makan, Axel masih sibuk berbicara dengan Sharen melalui teleponnya.“Jika guci antiknya sudah di temukan, apalagi masalahnya?” protes Axel tidak terima. Sejak pagi buta dia menerima banyak panggilan, orang-orang mengkritik maskapai penerbangan karena sudah menurunkan kepercayaan mereka, celakanya lagi orang yang kehilangan guci antic itu adalah seorang warga negara asing.Hal-hal yang terlihat sederhana dalam dunia pekerjaan yang melibatkan jasa tidak sesederhana apa yang di lihat karena kepuasan pelanggan dan dedikasi juga kejujuran pihak perusahaan sangatlah penting.“Axel, berita gu
“Kau mau apa?” Tanya Naomi sambil menikmati cokies terakhir dalam genggaman tangannya. Sejak kembali duduk di kursinya Axel tidak berbicara, pria itu hanya bersedekap memperhatikan Naomi dalam diam dan penuh penilaian. Sikap aneh pria itu membuat Naomi merasa tidak nyaman. “Habiskan dulu makananmu, aku tidak bicara dengan orang yang sedang makan. Terlihat seperti kambing.” Naomi tercengang mendengar jawaban menyebalkan Axel yang terkesan sedang mengajak Naomi ribut. Jika saja kedua tangan Naomi baik-baik saja, dia pasti akan menggebrak meja dan menjambak rambut Axel hingga pria itu berteriak menangis. Naomi menghabiskan cokies cokelatnya dengan cepat dan mengakhirinya dengan minum segelas air. “Sekarang aku sudah selesai makan, katakan sekarang,” titah Naomi terdengar tidak bersahabat. “Kau bukan tunawisma?” tanya Axel tanpa basa-basi. Naomi menggeleng dengan kerutan di keningnya. “Aku sudah mengatakannya kepadamu, aku bukan gelandangan.” “Di mana kau tinggal?” “Kenapa kau ber
“Axel, katakan saja padaku. Kau mengenal dia di mana?” tanya Hans sekali lagi. Kening Axel mengerut sama, ketidak sabaran Hans yang ingin tahu membuat Axel penasaran, apa temannya itu mengenal Naomi? “Kenapa diam saja? Cepat katakan kepadaku” desak Hans tidak sabaran. “Dua hari yang lalu aku tidak sengaja menabraknya, karena kondisinya buruk dan lemah, aku membawa dia ke rumah,” jawab Axel, dengan tatapan tajamnya. Hans menganga tidak percaya, jawaban Axel terdengar seperti karangan. Bagaimana bisa Naomi tertabrak dn menumpang di rumah orang? Hans menutup mulutnya seketika untuk berhenti bersikap berlebihan. “Kenapa denganmu? Kau mengenal Naomi?” tanya Axel. Hans menekan tengkuknya dengan kuat, pria itu sempat terdiam cukup lama dan berpikir keras harus memulai dari mana untuk bercerita. “Aku mengenal dia, dia anak majikan Jaden, teman satu kampusku dulu. Aku dan Naomi saling kenal sejak dia masih duduk di bangku sekolah menengah,” cerita Hans. “Lanjutkan.” “Untuk apa?” “Aku
Naomi bergerak gelisah dalam kesendiriannya, beberapa kali Naomi mengetuk-ngetuk ujung balpoinnya di atas meja. Di hadapannya ada secarik kertas kosong yang belum dia isi apa-apa. Sejak tinggal di rumah Axel, Naomi tidak berhenti memikirkan ayahnya yang mungkin saat ini sangat kecewa atas keputusannya yang pergi. Naomi ingin mengirimkan surat kepada Magnus agar dia tidak khawatir dengan kondisi Naomi yang saat ini baik-baik saja. Naomi harus segera membuat pesan itu agar ayahnya bisa berpikiran dengan tenang, Naomi tidak bisa menghubungi Magnus secara langsung karena dia takut Magnus akan melacak keberadaannya dan memaksa Naomi pulang. Naomi akan pulang jika sudah waktunya tiba, dia ingin lebih lama tinggal di North Emit dan belajar mandiri. Naomi sangat ingin banyak belajar seperti gadis-gadis lainnya agar dia bisa kuat dan tidak membuat Magnus khawatir apalagi menjdi bebannya. Naomi ingin membuktikan diri bahwa dia bisa mandiri, bisa menjalani kehidupan dengan bahagia meski har
Saat Axel datang, Naomi tidak ada di taman, namun gadis itu berada di bukit di dekat rumah. Dari kejauhan Axel melihat Naomi tengah duduk di bawah pohon ek merah, tangan mungilnya menggenggam sepotong cokies cokelat yang dia dapatkan tadi pagi. Axel segera pergi naik ke bukit, pandangan pria itu tidak terlepas dari sosok Naomi yang mengenakan gaun putih selutut dengan rambut terurai. Sosoknya yang mungil berwajah cantik dan rambut indahnya yang bergerak berkilauan membuat Naomi terlihat seperti seorang peri hutan. Semakin dekat Axel melangkah, pria itu dapat melihat bola mata Naomi yang berwarna safir itu terlihat bercahaya karena tersapu sinar matahari yang akan segera terbenam. Naomi menelan cokies cokelat terakhirnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pemandangan yang ada di hadapannya. Dari bukit Naomi dapat melihat keberadaan dermaga dan lautan yang berada cukup jauh, namun karena keberadaan rumah Axel berada di ketinggian, seluruh kota North Emit dapat di lihat begitu jelas
Dengan kesulitan Naomi meraih tangan Axel dan berusaha berdiri. “Gendong aku,” pinta Naomi terdengar lebih berani. Axel menganga tidak percaya, begitu beraninya Naomi menyuruhnya Axel dengan tatapan mata polos tak berdosanya. “Kau benar-benar berani,” ucap Axel dengan penuh tekanan. Tanpa sangkalan apapun, Naomi langsung membuka tangannya lebar-lebar seperti anak kecil yang meminta di gendong. Di bandingkan dengan malu dan berpikir, Naomi bersikap lebih berani di hadapan Axel karena dia tahu, percuma bersikap baik pada Axel karena pria itu akan tetap berbicara tidak mengenakan. Tangan Axel terkepal kuat, pria itu menggeram kesal tampak tidak senang karena di perlakukan seenaknya. Dengan terpaksa Axel membungkuk dan menggendong Naomi. Naomi memeluk erat leher Axel dan menjatuhkan kepalanya di bahu pria itu, ada senyuman yang terlukis di bibir mungil Naomi ketika dia memperhatikan wajah Axel lebih dekat. Axel terlihat lebih tampan saat di lihat lebih dekat, meski kini pria itu memas
Di malam itu, tepatnya saat kepergian Naomi, gadis itu berada dalam pengawasan. Kepergian Naomi yang keluar dari rumah dan memutuskan kabur menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi orang misterius itu, orang itu cukup takut jika rencana pernikahan politik yang terjadi pada Naomi dan Axel gagal. Di malam itu juga, saat Naomi kabur dan naik kereta pertamanya, Naomi sempat berencana pergi ke Emilia Island, bukan North Emit. Namun, ketika di dalam kereta Naomi di hampiri seorang gadis, gadis itu mengajak Naomi berbicara panjang lebarm lalu membicarakan kehebatan kota North Emit dan menggirin pikiran Naomi untuk pergi ke sana. Naomi yang baru pertama kali kabur dan pegi keluar sendirian akhirnya memilih kota yang di rekomendasikan teman berbicaranya yang baru di temui. Kedatangan Naomi di North Emit semakin mudah di pantau, rencana selanjutnya akhirnya Jamal turun tangan sendiri dengan merampok koper Naomi. Rencana yang sesungguhnya bukanlah mempertemukan Naomi dengan Axel di jalan,
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara