Besok Abang El libur sehari ya Kak. Happy weekend \(^o^)/ Selamat bermalam minggu, kalau aku di rumah aja nonton TV. ( ꈍᴗꈍ)
Hari berlalu, tetapi sesekali Livy mengungkit kesalahan El. Hingga pria itu kehilangan nafsu makan dan enggan berkerja. Alhasil beberapa hari ini pria itu disidang oleh Dad Leon.Semua tidak lain lantaran El berbohong tidak bisa menjemput anak-anak mengatasnamakan rapat, tetapi bukti berbicara lain.“Kamu masih marah? Maaf Mi Amor, tolong jangan hukum aku seperti ini,” keluh El sambil menatap Livy yang membantunya melepas dasi lalu kemeja putih.“Bagaimana tidak marah dibohongi suami, Luis juga sudah menjelaskan alasannya mengajakmu ke café itu. Tapi ....” Livy menggelengkan kepala sambil memutar badan menjauh dari suaminya.Sedangkan El memijat pelipis yang berdenyut, jangankan bercinta, mendapat kecupan selamat pagi pun tidak. Ibu dua anak itu benar-benar kecewa dan marah.Sampai satu minggu kemudian, Livy tetap berperang dingin dengan El, kendati pria itu berusaha meluruskan masalah.“Aku berbohong demi kebaikan,” lirih El di sela sarapan.Air muka mengenaskan pria itu menjadi perta
“Bagaimana Daddy, bisa menghubungi Paman Luis tidak?” desak Al, wajah berisinya memancarkan rasa iba, bagi El dan Livy sangat menggemaskan.Keluarga kecil itu telah tiba di Kota Valencia, Al ingin segera mengetahui di mana keberadaan temannya.“Tidak bisa, mungkin masih di pesawat.” El menunjukkan ponsel, supaya anak itu bisa melihat layarnya. ‘Kalau bukan karena Al, malas sekali menghubungi Luis,’ gerutunya dalam hati.“Sebaiknya kita ke hotel, tunggu Paman Luis memberi kabar,” ajak Livy. Kemudian, wanita itu menoleh Gal. “Memangnya Al tidak kasihan pada Gal? Dia ‘kan tidak boleh kelelahan.”Setelah mengatakan itu, Livy melihat putra sulungnya luluh. Al mengangguk pelan, lantas menghampiri Gal, menggenggam tangan adiknya, berjalan beriringan keluar dari bandar udara. Sesampainya di hotel, bukannya istirahat, Al mengeluarkan tab. Tidak lama, sambungan video terhubung, anak itu tersenyum manis melihat layar tipisnya dipenuhi wajah cantik seorang gadis kecil.[Katanya mengantar teman,
Hari berubah menjadi minggu, entah mengapa kekecewaan Livy terhadap suaminya kian menggunung, setiap waktu selalu ada alasan baginya menggerutu. Meskipun dirundung kekesalan luar biasa, ia tidak melupakan tugasnya.Terpaksa melayani kebutuhan suami termasuk biologis, dan El menyadari hal itu, sebab Livy tampak enggan disentuh di atas ranjang. Akhirnya selama dua minggu ini kegiatan panas yang biasanya terjadi hampir setiap hari, sudah jarang dilakukan.“Kenapa Tuan lemas dan pucat?” tanya Alonso baru saja menaruh tab di atas meja kerja. “Bagaimana jika dibuatkan jadwal cuti?” sambungnya.Lamunan El buyar, matanya beralih memandangi tablet. Pria itu menatap serius, lalu manggut-manggut dan memberi tanda tangan digital.Bukan menjawab, El malah mengajukan pertanyaan. “Apa yang dia lakukan? Masih bersama Estefania?” Tanpa menyebutkan nama yang dimaksud.“Benar Tuan. Nyonya sedang memasak, sangat banyak. Memangnya acara itu dilangsungkan di sini?” ucap Alonso sangat pelan dan hati-hati.El
“Tidak perlu, aku baik-baik saja,” tolak Livy pada Estefania.Bukan tanpa alasan ia melontarkan kalimat itu, sebab adik ipar dan Penelope memaksanya untuk memeriksakan diri. Livy tampa kekurangan darah, hingga menjadi pertimbangan dokter obgyn, khawatir pada kesehatannya.“Mumpung kita ada di sini! Apa kamu lama tidak check up rutin? Bisa-bisanya Kak El lalai, biar ku marahi dia!” Estefania bertolak pinggang sambil merapikan dress. Wanita itu baru saja selesai melakukan USG, hasilnya sangat bagus. Ibu dan bayi sehat, berkembang sesuai usia kehamilan.Livy tersenyum melihat hasil cetak gambar calon keponakan. Ia tidak sabar menanti bayi itu lahir ke dunia. “Bagaimana, mau tidak?!” desak adik ipar cerewet, lalu duduk di samping Livy yang berhadapan dengan Dokter Penelope.“Belakangan ini tubuhku memang kurang sehat, tapi setelah minum multivitamin dan istrahat cukup, aku sehat lagi.” Bola mata Livy bergerak ke atas, mengingat kesehatannya. “Tidak perlu cek ambil darah, aku yakin ini b
“Memangnya kenapa El? Kami ke sini sengaja untuk me—“El menyela ucapan Dad Leon, “Bagaimana kalau kita ke ruang kerja, di sana ada masalah yang harus kita diskusikan Dad.”Buru-buru El menggiring Dad Leon ke ruang kerja, menutup rapat pintu, tidak lupa menguncinya. Pria itu mengusap kasar wajahnya, bahkan berkeringat.“Istriku tidak tahu tentang itu Dad, aku mohon jangan sekarang. Biarkan sebentar lagi.” El mengiba di depan sang ayah.Dad Leon mengangguk, saking senangnya pria paruh baya itu melupakan sandiwara yang diperintahkan oleh El. Pemilik Torres Inc itu tergelak, lantaran melihat wajah pucat putra sulungnya.“Baiklah, aku senang karena memiliki cucu lagi. Jaga istrimu, bebanmu semakin berat, jangan sampai mengabaikan salah satu diantara mereka!” pesan Dad Leon, memutar badan, keluar ruang kerja lalu bercengkerama bersama cucu.Memasuki waktu makan siang, Al dan Gal mengamati beberapa pria serta para maid sibuk mondar-mandir dari satu sisi ke tempat lain. Bahkan anak-anak itu m
Livy terpaku melihat pemandangan di depannya, senyum manis mengembang sempurna menghiasi wajah cantik. Ia berkedip, dan lelehan bening pun turun membasahi pipi. “Kenapa Mommy nangis? Tidak suka ya?” Al mendongak sambil mengulurkan saputangan.“Terima kasih Sayang.” Livy membelai puncak kepala putra sulung, tidak ketinggalan Gal yang sedang menekuk wajah. “Bukan itu, tapi Mommy suka.”Livy menyeka air mata hingga kering, ia pikir semua tamu yang hadir langsung pulang karena pesta ulang tahunnya menjadi kacau. Ternyata, mereka tidak menginggalkan mansion ini, melainkan berpindah tempat.“Ini bukan seperti … garasi,” ucap ibu hamil itu terkekeh. “Bagaimana caranya memiliki ide di sini?” “Kata Bibi Claudya, meskipun semua bunga dibersihkan tetap saja serbuknya masih ada. Jadi Bibi menyarankan pestanya dipindahkan,” jawab Al sambil mencuri tatapan ke arah lain.“Ah, kalau begitu Mommy harus mengucapkan banyak terima kasih pada Claudya.” Livy mengalihkan tatapan pada wanita bergaun navy
“Setelah hari ulang tahunku dia jadi pendiam, belum lagi dari banyaknya hewan peliharaan tersisa ikan hias saja,” lirih Livy dari balik kaca, memandangi ke arah taman.“Kasihan sekali keponakan ajaibku. Apa mereka tidak saling menghubungi?” Estefania mengalihkan pandangan dari Al kepada Livy.Paska perayaan hari ulang tahun, Al sedikit berubah. Tampaknya anak itu memiliki luka tersendiri di dalam dada. Biasanya Al berlarian mengejar mainan remot kontrol yang dikendalikan Gal, tetapi … lihat sekarang duduk diam di ayunan.Dua bulan ini juga Al tidak terlihat memainkan tabletnya, anak itu sibuk membaca buku sesekali mengoperasikan permainan di komputer.Bahkan Livy berusaha mengorek informasi dari Gal, sayang putra keduanya tidak tahu apa-apa. Sebab Al tidak pernah menceritakan kejadian itu pada sang adik.“Kamu percaya dia mendorong anak Arjuna?” Lagi, Estefania melontarkan pertanyaan. “Kalau masalah Belle aku percaya, Al melakukan itu karena dia membela ibunya, tapi sekarang apa alasan
“Daddy, aku mau ikut lihat adik bayi.” Pipi Gal menggembung, kedua matanya mengiba.“Tidak boleh, kalian harus pulang bersama Paman Ed! Rumah sakit bukan tempat rekreasi, anak kecil dilarang ikut!” tegas El, kemudian mengalihkan tatapan kepada Livy.Pria itu melingkarkan tangan pada pinggul yang mulai berisi. Ia melabuhkan bibir di pelipis Livy dan membisikan kata-kata cinta.Selesai rapat dengan beberapa kolega bisnis, El memutuskan menghampiri Livy di toko roti. Kebetulan hari ini jadwal memeriksa kandungan yang sudah ia nanti sejak beberapa minggu lalu.“Tidak apa-apa Gal, kita pulang saja. Kita beli coklat saja, kamu mau tidak?” Al membujuk tanpa ekspresi. “Tidak mau Kak, lebih baik bujuk Daddy supaya mengajak kita!” Gal mendorong pelan bahu kakaknya.Tatapan El dan Al bersirobok, beberapa detik keduanya menyelami bola mata masing-masing. Hingga pergerakkan Livy membebaskan ayah dan anak itu.Livy berdiri tepat di depan Gal. “Begini Sayang, rumah sakit itu bukan tempat bebas melai