Clara berjalan menyusuri koridor dengan langkah tergesa-gesa. Lima menit lagi kelasnya dimulai. Sepertinya ia akan terlambat karena terjebak macet di jalan tadi.Ia melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga sore. Itu artinya ia akan terlambat untuk kedua kalinya di pekan ini."Astaga, lima menit lagi ada kelas praktik biologi, duh ... gimana ini?" Ia pun berlari sekencang mungkin agar bisa sampai di kelas sebelum pelajaran dimulai.Brukkkkk!Tak sengaja ia menabrak tubuh seseorang. Ia pun tersungkur ke lantai."Aw," ringisnya.Ia memegangi lututnya yang sakit akibat terbentur dengan lantai. Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangan kepadanya.Wajahnya langsung mendongak ke atas. Setelah melihat siapa orang yang menabraknya, matanya langsung membulat sempurna. Ia tak percaya jika hidupnya sering berdampingan dengan dosen mesum itu."Kenapa aku harus bertemu dia lagi, Tuhan? Aku benci wajahnya. Aku benci semua tentangnya," batin Clara.Ia pun menangkis tangan Arya de
"Baiklah, untuk rapat kali ini cukup sampai di sini. Jika nanti ada perubahan akan saya jadwalkan rapat susulan."Algo Mahesa Rahendra, selaku Presdir di fakultas hukum memang selalu menampakkan kewibawaannya. Meskipun dulunya ia kurang cakap berbicara di depan orang banyak, kini keadaannya berbeda. Ia lebih percaya diri dan memiliki kemapuan public speaking yang baik."Baik, Kak.""Oke, Al.""Silakan kalian buat pertanyaan jika ada yang kurang jelas. Untuk pertanyaannya bisa dishare lewat room chat ya. Karena setelah ini saya akan mengajukan proposal ke dekan," ucapnya."Untuk Devaro, silakan menemui saya secara pribadi," pesan Algo.Dev mengeryitkan dahi bingung. Padahal mereka tidak ada masalah, tetapi mengapa Algo ingin menemuinya secara privat? Entahlah ia juga tidak tahu.Ia membereskan berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh dekannya. Kemudian, ia keluar duluan dari ruangan itu. "Oi Dev!" panggil Naufal, selaku bendahara BEM fakultas hukum."Iya, kenapa?" tanya Devaro."A
Devaro hanya bungkam. Ia tak berbicara pada Clara sedikitpun. Hal itu membuat Clara semakin tercekam. Ia sama sekali tidak tahu kenapa suaminya tiba-tiba bersikap dingin seperti ini.Ia bahkan tidak tahu apa yang suaminya bicarakan dengan Algo, mantan kekasihnya. Walaupun sekarang ia sudah melupakan Algo, hal itu tidak bisa menghapus fakta jika Clara pernah membicarakan masa depan yang indah bersamanya."Kenapa Dev tidak bicara kepadaku? Apakah aku ada salah, atau ... ia memang ingin fokus menyetir?" tanya Clara dalam hati.Ia melirik suaminya sekilas. Wajahnya sangat datar, tidak ada eskpresi sama sekali. Hal itu semakin membuat Clara bingung."Positive thingking aja, Clara, mungkin suami kamu sedang fokus nyetir," batinnya.Ia pun menatap jalanan yang lenggang. Tidak ada kendaraan yang berlalu lalang. Wajar saja sangat sepi. Rupanya jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.Tania yang duduk di belakang sudah nampak tertidur pulas. Clara bisa melihatnya dari cermin depan. Ia pun men
Fida melihat segerombolan mahasiswi yang sedang membuli adik angkatannya. Hal itu membuatnya geram. Pasalnya ia benci dengan perundungan yang terjadi di lingkup mahasiswa.Menurutnya, perundungan adalah salah satu tindak kekerasan yang harus segera dibasmi agar tidak menjatuhkan banyak korban. Ia benci dengan pembulian. Karena ia sering mendapat perlakuan tak menyenangkan itu sejak di bangku sekolah dasar."Kayaknya gue harus ngasih pelajaran ke tuh bocah!"Ia pun berjalan menghampiri antek-antek Anne yang sedang membuli adik angkatannya."Woi!" seru Fida.Semua pasang mata langsung tertuju ke arahnya. Termasuk Anne beserta antek-anteknya. Anne pun menaikkan sebelah alisnya. "Siapa sih dia? Berani banget bicara dengan nada tinggi?" tanya Martha."Duh, kayaknya dia bakal jadi saingan Anne, deh. Lihat tuh ... lagaknya aja kayak pemberani gitu," sahut Serly.Sedangkan gadis yang dibuli oleh Anne, langsung menggunakan kesempatan itu untuk lari dari sana. Jika tidak, maka Anne akan membu
Devaro tak sengaja menabrak seseorang yang membawa setumpuk buku dari perpustakaan. Akibatnya, gadis itu terjatuh bersama dengan buku-buku yang ia bawa.Sedangkan Dev, ia tak peduli dan memilih untuk tetap melanjutkan langkahnya. "Heh, kalau jalan lihat-lihat dong! Punya mata nggak, sih?!" teriak Fida tak terima.Namun, Devaro tak mendengar apa yang gadis itu lontarkan. Pasalnya telinganya menggunakan earphone. "Wah, minta dihajar tuh bocah!" cicit Fida. Emosinya semakin melunjak.Ia pun mengejar laki-laki itu. Ia tak menyadari jika laki-laki yang baru saja menabraknya adalah mantan kekasihnya sendiri, Devaro Mahardika Sanjaya.Saat posisinya sudah sejajar dengan laki-laki itu, Fida langsung mencabut earphone yang Dev kenakan dengan paksa. Saat laki-laki itu menoleh, Fida terkejut bukan main."Devaro!" pekiknya.Dev hanya menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya laki-laki itu sama sekali tak merasa bersalah setelah membuat buku-buku Fida berserakan di lantai."Kamu tahu nggak, karena u
Clara duduk manis sembari menikmati camilan kesukaannya, keripik pisang. Ia sempat membelinya saat sepulang dari kampus. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul lima sore, ia tetap menunggu Devaro selesai meeting dengan para pengurus BEM.Ia juga sudah menitipkan anak angkatnya, Tania, pada tetangganya. Hal ini terpaksa ia lakukan. Karena ia tak bisa mengajak gadis kecil itu saat kuliah."Clara!" teriak seseorang dari arah belakang.Clara yang asik menikmati camilan sembari mendengarkan musik dengan headset tidak bisa mendengar panggilan itu.Lantas, gadis itu menghampiri sahabatnya dengan perasaan kesal."Claraaaaaa!" teriak Caca dengan lantangnya.Ia menarik headset milik Clara dan berkacak pinggang di depan gadis manis itu. Namun, ia sama sekali tidak peduli akan kemarahan Caca yang seperti Buto Ijo."Caca, kembaliin nggak?!" "Nggak. Karena headset ini, kamu jadi mengabaikan aku. Apa ini yang dinamakan sahabat?" tanya Caca dengan wajah kesal."Sahabat kamu bilang? Tapi kamu nggak per
Fida tersenyum miring melihat rasa kecewa di wajah Clara. Ia merasa puas bisa membuat perempuan itu menangis. Walaupun sebenarnya tidak ada niat dalam benaknya."Padahal gue nggak berpikir kalau lu bakal dateng dan ngerusak semuanya. Tapi it's okey, lah. Gue sedikit terhibur dengan drama ini," batin Fida.Sedangkan Devaro masih mengejar istrinya yang berlari sambil menangis."Aku harap kamu nggak berpikir macam-macam, Ra," lirihnya."Ra! Claraaa! Berhenti! Dengerin penjelasan aku, Ra!" teriak Devaro.Namun, gadis itu tetap berjalan tanpa memperdulikan apa yang ingin Dev jelaskan. Jika dibilang baperan, ia memang orang yang mudah baper. Tapi jika dibilang salah, ia tak sepenuhnya salah. Ia seorang perempuan. Juga seorang istri yang memiliki rasa cemburu. Apalagi saat mantan kekasih suaminya sendiri, mengungkapkan perasaan di depan mata kepalanya sendiri. Sungguh menyakitkan."Claraaa! Dengerin aku dulu!"Dev mengejar istrinya dan mengehentikan langkahnya dengan menarik tangan Clara. I
"Dev, aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Clara. Ia mengaitkan kedua tangannya dan memejamkan mata sejenak."Mau ngomong apa?" tanya Dev penasaran. Ia menaikkan sebelah alisnya.Clara terdiam, memandang manik mata milik suaminya yang nampak tulus. Ia bingung harus memulai semuanya dari mana. Tapi, ia harus segera mengatakan isi hatinya pada laki-laki itu sebelum semuanya semakin runyam."Kenapa malah bengong, Ra?" Devaro geleng-geleng kepala."Aku mau kita pisah."Deg!Apa? Berpisah? Nggak ada angin, nggak ada badai, tiba-tiba minta pisah. Devaro tak mengerti apa yang gadis itu pikirkan hingga ingin mengakhiri semuanya.Bebeapa detik kemudian ...."Hahahaha!""Kamu ngelawak, Ra? Please, bercandanya nggak lucu," ucap Dev. Ia geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan istrinya itu."Aku serius, Dev," sahutnya mencoba meyakinkan."Cukup." Dev menghentikan pembicaraan yang sama sekali tak berguna itu. Ia meraih tangan Clara."Kamu nggak usah ngomong yang aneh-aneh, Sayang. Aku nggak aka
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
Dev melihat istrinya yang sedari tadi mondar-mandir di depannya. Clara terlihat sibuk mencari buku-buku dan keperluan kuliahnya hari ini. Ingin rasanya ia mengutarakan segala isi hatinya pada Clara, tapi ... ia takut jika gadis itu akan marah setelah tahu semuanya."Ra," panggil Dev lirih. Meski sangat lirih, ia yakin jika gadis itu bisa mendengar suaranya. Namun, Clara hanya meliriknya sekilas lalu pergi dari sana. "Clara, tunggu!" teriak Dev saat Clara hendak membuka pintu kamar.Clara menoleh. "Ada apa?" tanyanya datar."Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu," pinta Dev tersenyum manis.Clara menyipitkan kedua matanya. 'Sepertinya ada yang aneh dengan suami aku,' pikirnya."Kamu mau ngomong apa?" tanya Clara penasaran.Clara berjalan menuju tempat tidur. Di mana Dev duduk sila dengan laptop di depannya. "Duduk di sini," pinta Dev meminta istrinya duduk di pangkuannya.Clara terdiam sejenak. Pikirannya ke mana-mana. Namun, ia langsung duduk di sebelah suaminya. "Mau ngomong ap
"Dev, cukup ya kamu bersikap cuek sama aku! Aku udah nggak sanggup lagi!" marah Clara tak kuat menahan diri.Dev tak menyahut sedikit pun. Ia tetap fokus dengan layar laptopnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Clara saat ini."Dev! Aku sedang bicara sama kamu. Apa kamu sengaja melakukan ini sama aku?" tanyanya dengan rasa amarah."Nggak usah lebay deh, Ra," ketus Dev tanpa ekspresi. Bahkan ia tak melihat lawan bicaranya sama sekali."Lebay kamu bilang?" Clara geleng-geleng kepala tak percaya. "Aku hanya bertanya, Dev. Harusnya kamu jawab aja ada apa sebenarnya. Kalau aku ada salah, katakan di mana letak kesalahan aku. Nggak perlu diemin aku kayak gini. Aku bukan patung yang nggak punya perasaan. You know?"Dev berhenti mengetik dan melihat sekilas istrinya yang menahan rasa sakit dan marah bersamaan. Wajahnya yang memerah membuat Dev merasa bersalah.Tapi, ia masih tak bisa berkata jujur. Karena terkadang, kejujuran sangat menyakitkan."Terserah kamu, Dev. Aku nggak peduli lagi. Ma
Kedua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan pernikahan Devaro dan Alice. "Bagaimana menurutmu, Dev? Apakah kamu suka gaun yang ini?" tanya Farah disertai senyum tipis di wajahnya. Dev melirik mamanya sekilas, lalu kembali fokus dengan benda pipih di tangannya. "Terserah Mama aja," jawabnya datar. "Kenapa kamu terlihat tidak minat seperti itu, Dev? Sebentar lagi kita akan menikah, harusnya kamu bahagia bisa menikah dengan aku," sahut Alice yang menatapnya. "Anda tahu jika saya tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini. Jika Anda suka, ya sudah, ambil aja," ketus Dev. Jika sebelumnya Devaro bersikap sopan terhadap Alice. Tidak kali ini. Atau mungkin, ia akan sangat membencinya. Karena keegoisannya, Dev harus poligami. Itu pun tanpa sepengetahuan istrinya. "Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Aku ini calon istri kamu, Dev!" Alice membuang napas gusar. "Anda sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya? Dan ya ... bagi saya, hanya Clara yang menjadi istri saya satu-satuny
"Assalamualaikum," ucap Devaro dengan nada kurang bersemangat. Bagaimana mau semangat? Ia harus memulai drama agar istrinya tak curiga mengenai pengkhianatan yang akan ia lakukan. Meski rasanya tidak tenang, namun ini demi kebaikan semua orang.Kebaikan semua orang katanya? Mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Bahkan dirinya sama sekali tak bahagia dengan pernikahan yang akan ia jalani."Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Clara. Ia mencium punggung telapak tangan suaminya dan mengambil tas kerjanya."Kamu kenapa, Dev? Pulang-pulang kok mukanya masam gitu?" tanya Clara. Ia nampak curiga.Dev mengendurkan dasinya. "Nggak papa, Sayang. I am fine," jawabnya.Dev berjalan ke kamar. Clara yang masih tidak percaya dengan apa yang suaminya katakan, berjalan mengikutinya. Dev membuang dasinya ke ranjang. Memang kebiasaan, selalu Clara yang membereskan nantinya."Kenapa aku merasa kalau kamu berusaha menghindar dari aku?" tanya Clara penasaran. Ia mengambil dasi suaminya d
ANDAI KU MALAIKAT KU POTONG SAYAPKU DAN RASAKAN PERIH DI DUNIA BERSAMAMU. PERANG KAN BERAKHIR CINTA KAN ABADI DI TANAH ANARKI, ROMANSA TERJADI ....Seroang dengan rambut pirang blonde itu bernyanyi dengan jiwa rock-nya. Tania tampak menikmati pertunjukan rock and roll itu dengan sangat antusias. Ditambah lagi teriakan para penonton yang memekakkan telinga. Belum lagi aksi gila sang gitaris yang bisa memainkan gitarnya dengan lihai sambil lompat-lompat.Acara ini diselenggarakan tidak jauh dari sekolahnya. Ia pun menerima ajakan temannya untuk menonton konser SID (Superman Is Dead) penuh rasa bangga."Gimana, Tan? Bagus kan konsernya?" tanya Algi, teman sekolahnya. Meski masih duduk di bangku satu SD, mereka seperti anak kuliahan yang tak memiliki rasa takut."Bagus banget, Algi!" teriak Tania dengan girangnya.Sejenak kemudian, Tania nampak sedih dan menundukkan kepalanya."Katanya bagus. Kenapa wajah kamu sedih?" tanya Algi dengan wajah penasaran."Aku takut Momma dan Dadda aku nant
Caca melihat alamat di ponselnya. Dari alamat yang dikirim orang misterius itu, dirinya berada di lokasi yang benar. Namun, ia merasa aneh dengan tempatnya. Pasalnya tempat itu sangat gelap dan terlihat kumuh. Bukan hanya itu, dari luar saja ... bangunan itu nampak horor."Masuk, nggak? Masuk, nggak? Masuk. Ish ... ayolah Caca, masuk aja," ucapnya meyakinkan diri.Setelah merasa yakin dan mengumpulkan keberanian, Caca menaruh ponselnya di tas selempang yang ia kenakan. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak.Saat kakinya hendak melangkah masuk ke bangunan tua itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Drt ... drt ... drt ....Ia memutar bola matanya malas. "Astaga, siapa sih yang ngirim pesan di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan wajah cemberut.Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. Di sana tersemat seuntai pesan dari orang yang sama.[CEPAT MASUK! SAYA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!]Begitulah isi pesan dari orang misterius yang akan Caca temui. Tiba-ti
"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Dev? Papa tidak punya banyak waktu, cepat putuskan!" desak Anton tak punya perasaan.Devaro menatap istrinya yang tidak hentinya menangis dalam rangkulan mamanya. Ia sama sekali tak tega melihatnya. Tapi ia terdesak di antara dua pilihan yang sulit."Dev belum bisa memutuskan sekarang, Pa. Ini terlalu sulit untuk Dev," balasnya. Ia memejamkan mata sejenak.Anton menyipitkan matanya. "Apa kamu mau keluarga kita hidup di jalanan? Papa tidak mau tahu, kamu harus putuskan sekarang!" bentak Anton terus mendesak Dev mengambil keputusan.Dev mendengar kesal. "Tidak semudah itu, Pa. Apa hanya karena sebuah janji, Papa tega membuat hidup anak papa tidak bahagia nantinya? Aku nggak cinta sama pilihan papa. Lagi pula, kenapa harus aku yang menikahi dia?" "Satu lagi, aku tidak mungkin pisah sama Clara. Tidak mungkin," sambungnya.Farah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Sejujurnya ia tak mau putranya menikah lagi. Tapi keadaannya sangat genting. Selain u