"Dev, aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Clara. Ia mengaitkan kedua tangannya dan memejamkan mata sejenak."Mau ngomong apa?" tanya Dev penasaran. Ia menaikkan sebelah alisnya.Clara terdiam, memandang manik mata milik suaminya yang nampak tulus. Ia bingung harus memulai semuanya dari mana. Tapi, ia harus segera mengatakan isi hatinya pada laki-laki itu sebelum semuanya semakin runyam."Kenapa malah bengong, Ra?" Devaro geleng-geleng kepala."Aku mau kita pisah."Deg!Apa? Berpisah? Nggak ada angin, nggak ada badai, tiba-tiba minta pisah. Devaro tak mengerti apa yang gadis itu pikirkan hingga ingin mengakhiri semuanya.Bebeapa detik kemudian ...."Hahahaha!""Kamu ngelawak, Ra? Please, bercandanya nggak lucu," ucap Dev. Ia geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan istrinya itu."Aku serius, Dev," sahutnya mencoba meyakinkan."Cukup." Dev menghentikan pembicaraan yang sama sekali tak berguna itu. Ia meraih tangan Clara."Kamu nggak usah ngomong yang aneh-aneh, Sayang. Aku nggak aka
"Apa lu yakin Clara nggak akan benci sama lu nantinya? Rencana ini sangat berisiko, Dev," ujar Denis. Ia menyeruput seteguk kopi hitam.Dev tersenyum simpul. "Lu nggak usah khawatir. Gue lakuin ini demi dia. Gue cinta banget sama dia," jawabnya."Tapi lu harus ingat satu hal, walaupun semua bukti kejahatan Arya sudah terkumpul, hal itu tidak akan merubah pandangan dunia terhadap Clara," peringat Denis penuh penekanan.Tangannya mengepal. "Gue yang akan merubah dunia demi cinta!"Denis geleng-geleng kepala. "Pesan gue, jangan sampai lu buta karena cinta. Karena cinta yang lu perjuangin saat ini, bisa jadi seseorang yang akan membuat kehancuran dalam hidup lu." Denis beranjak dari kursinya. Ia menepuk pundak Dev ala laki-laki. "Gue cabut dulu, Dev. Good luck!" "Oke, hati-hati." Mereka berpelukan ala pria sejati. Dev masih memikirkan apa yang Denis katakan. Entah mengapa pikirannya menjadi tak tenang. Seperti ada ketakutan yang akan menghancurkan hatinya kelak."Apa yang dibilang Den
Dua tahun kemudian ...."Devaro Mahardika Sanjaya!" panggil MC dengan mikrofon.Devaro berjalan dengan langkah tegap. Wajahnya nan tampan menyita perhatian semua warga kampus yang akan wisuda. Ia terlihat modis dengan kemeja hitam bernuansa Korea."Akhirnya, gue lulus juga," lirih Dev.Ia berjalan ke arah panggung dengan ekspresi yang datar. Meski begitu, tak mengurangi aura ketampanan yang ia miliki sejak lahir.Sang dosen menjabat tangan Dev sembari memberikan tanda kelulusannya sebagai seorang magister hukum. "Selamat Devaro!"Devaro membalas jabatan tangan itu dan menerima tanda kelulusannya. "Terimakasih, Pak." Sang fotografer mengabadikan momen bersejarah itu. Begitupun dengan Clara yang sedari tadi memotret setiap adegan yang suaminya lakukan. Mulai dari saat ia berjalan hingga Dev tiba di atas panggung."Dev!" teriak Clara dari bawah panggung. Karena jaraknya terlalu jauh, Dev tak mendengarnya. Ia malah diajak fotbar dengan teman kampusnya. Hal itu membuat Clara cemburu. Seb
Devaro memakai pakaian serba hitam dengan penutup wajah hitam pula. Ia akan melancarkan aksinya untuk melakukan aktivitas yang sempat terhenti sejak ia menikah. Diujung telepon sana terdengar samar, suara Denis menyapa Devaro. "Halo ...."Bersahut kemudian, suara Dev terdengar berat. "Gue tunggu lu di tempat biasa. Jangan lupa bawa apa yang gue suruh.""Oke, Dev. By the way, Clara beneran nggak tahu apa yang lu lakuin?" tanya Denis penasaran."Dia nggak bakalan tahu kalau lu tutup mulut!" Dev langsung memutuskan sambungan telepon sepihak. Ia bersiap seperti seorang pencopet. Lebih tepatnya pencopet hati Clara."Bagus. Maafin aku, Ra. Aku nggak mau kamu kepikiran kalau aku jujur soal pekerjaan rahasia aku," lirihnya.Ia menutup pintu kamar dengan sangat pelan. Sebelum pergi, ia mencium puncak kepala istrinya yang tertidur pulas. Setelah menikah, ini kali pertama ia menjalankan misi rahasia yang tidak Clara ketahui.Dev selalu beroperasi di tengah malam dan kembali sebelum istrinya ba
"Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja? Apakah semua orang akan percaya dengan apa yang aku katakan?" resah Caca memandang wajahnya di depan cermin.Caca memegang pelipisnya yang terasa sakit. Rasanya kepalanya ingin pecah. Memikirkan segala masalah yang harus ia pikul setelah orang tuanya bangkrut.Ting!"Siapa lagi yang ingin menagih hutang?" Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. [Temui saya sekarang jika kamu ingin semua hutangmu lunas!]Pesan dari nomor tidak dikenal itu tiba-tiba membuat satu alisnya terangkat."Nomor siapa ini? Apakah salah sambung? Ah, mungkin hanya orang iseng." Caca melempar ponselnya ke kasur. Di saat pikirannya sedang amburadul, malah ada pesan dari nomor yang tidak dikenal yang terus mengganggu pikirannya."Ish, kenapa aku terus kepikiran? Apa aku balas saja ya? Siapa tahu dengan begitu orang itu akan melunasi hutang orang tuaku," pikirnya.Caca pun beranjak dan mengambil ponselnya kembali. Ia membalas pesan dari nomor yang tidak
"Maaf, keberatan Yang Mulia. Semua bukti yang terdakwa berikan adalah palsu. Saya memiliki bukti fisik yang kuat jika semua itu hanyalah rekayasa. Izin untuk menunjukkan bukti pada Yang Mulia," beber Devaro penuh penekanan.Saat sang hakim menerima bukti yang Dev lontarkan, mereka nampak mempertimbangkan kembali mengenai tuduhan palsu yang ditujukan pada kliennya, Amara."Di dalam video ini nampak jelas jika saudara Tono telah memanipulasi data untuk memutar balikkan fakta. Dia telah melecehkan saudari Amara dan menganiayanya dengan sangat kejam."Ketika sang hakim membeberkan sejumlah fakta, suasana persidangan semakin panas. Amara yang hanya menunduk malu, menantikan keadilan dan berharap pelaku dihukum seberat-beratnya. Jika perlu hukuman penjara seumur hidup."Yang Mulia, hukum pelaku bejat ini dengan seberat-beratnya. Saya tidak rela dia berkeliaran bebas setelah apa yang diperbuat pada putri saya. Hukum mati, Yang Mulia!" bentak Hardi, ayah korban. Ia nampak histeris saat video
Algo melihat sosok perempuan yang berjalan kaki sambil membawa tas belanja. Ia pun memelankan mobilnya."Kenapa gadis itu sekilas mirip dengan Clara?" Tin! Tin! Tin!Algo membunyikan klakson mobilnya agar gadis itu menyingkir. Karena terkejut mendengar suara klakson yang begitu lantang, Clara langsung berbalik dan menatap tajam ke arah mobil yang Algo kendarai."Ish, siapa sih? Mentang-mentang mobilnya bagus, seenak jidat aja ngagetin orang," gerutu Clara."Clara," lirih Algo. Ia segera menepikan mobilnya."Bukankah itu ... mobil Algo?" pikir Clara.Saat mobil Algo berhenti di pinggir jalanan yang sepi, Clara segera berlari dari sana. Ia tak boleh menemui laki-laki itu lagi. Algo keluar dari mobilnya. "Claraaaa!" teriak Algo.Clara berlari sekencang mungkin agar tidak sampai bertemu dengan Algo. Algo yang merasa panik, langsung mengejar Clara dengan langkah tergesa-gesa."Claraaa, tunggu!" seru Algo sambil berlari dan mengarahkan tangannya ke depan.Clara berlari dengan kencang, ses
"Jadi, kamu tadi dianter sama si brengsek itu saat pulang?" tanya Dev tanpa ekspresi. Ia melepas sepatunya dan membuangnya asal."Maksud kamu?" tanya Clara pura-pura tak mengerti. Dev mendengus kesal. "Udah Ra, kamu nggak perlu berpura-pura. Jawab aja pertanyaan aku dengan jujur, apa kamu pulang sama Algo?" tanyanya lagi.Clara menggigit bibir bawahnya. Di bawah sana tangannya saling bertautan karena sangat gugup. Entah mengapa ia sangat takut kalau Dev sampai salah paham lagi.Dev menatap Clara penuh arti. "Kenapa malah bengong? Aku nanya baik-baik sama kamu. Apa aku mesti ulang pertanyaannya sampai ribuan kali? Baru kamu paham setelah itu?!" Dev geleng-geleng kepala. Ia memutar kedua bola matanya malas. Jika saja di sana ada sapu, ia ingin terbang bebas ke angkasa."Maaf, Dev," lirih Clara.Clara terlihat menyesal. Namun, hal itu tidak akan merubah rasa kesal Dev. Lelaki itu sangat tidak suka jika Algo merebut apa yang sudah menjadi miliknya, apapun alasannya."Aku nggak tahu mest
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
Dev melihat istrinya yang sedari tadi mondar-mandir di depannya. Clara terlihat sibuk mencari buku-buku dan keperluan kuliahnya hari ini. Ingin rasanya ia mengutarakan segala isi hatinya pada Clara, tapi ... ia takut jika gadis itu akan marah setelah tahu semuanya."Ra," panggil Dev lirih. Meski sangat lirih, ia yakin jika gadis itu bisa mendengar suaranya. Namun, Clara hanya meliriknya sekilas lalu pergi dari sana. "Clara, tunggu!" teriak Dev saat Clara hendak membuka pintu kamar.Clara menoleh. "Ada apa?" tanyanya datar."Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu," pinta Dev tersenyum manis.Clara menyipitkan kedua matanya. 'Sepertinya ada yang aneh dengan suami aku,' pikirnya."Kamu mau ngomong apa?" tanya Clara penasaran.Clara berjalan menuju tempat tidur. Di mana Dev duduk sila dengan laptop di depannya. "Duduk di sini," pinta Dev meminta istrinya duduk di pangkuannya.Clara terdiam sejenak. Pikirannya ke mana-mana. Namun, ia langsung duduk di sebelah suaminya. "Mau ngomong ap
"Dev, cukup ya kamu bersikap cuek sama aku! Aku udah nggak sanggup lagi!" marah Clara tak kuat menahan diri.Dev tak menyahut sedikit pun. Ia tetap fokus dengan layar laptopnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Clara saat ini."Dev! Aku sedang bicara sama kamu. Apa kamu sengaja melakukan ini sama aku?" tanyanya dengan rasa amarah."Nggak usah lebay deh, Ra," ketus Dev tanpa ekspresi. Bahkan ia tak melihat lawan bicaranya sama sekali."Lebay kamu bilang?" Clara geleng-geleng kepala tak percaya. "Aku hanya bertanya, Dev. Harusnya kamu jawab aja ada apa sebenarnya. Kalau aku ada salah, katakan di mana letak kesalahan aku. Nggak perlu diemin aku kayak gini. Aku bukan patung yang nggak punya perasaan. You know?"Dev berhenti mengetik dan melihat sekilas istrinya yang menahan rasa sakit dan marah bersamaan. Wajahnya yang memerah membuat Dev merasa bersalah.Tapi, ia masih tak bisa berkata jujur. Karena terkadang, kejujuran sangat menyakitkan."Terserah kamu, Dev. Aku nggak peduli lagi. Ma
Kedua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan pernikahan Devaro dan Alice. "Bagaimana menurutmu, Dev? Apakah kamu suka gaun yang ini?" tanya Farah disertai senyum tipis di wajahnya. Dev melirik mamanya sekilas, lalu kembali fokus dengan benda pipih di tangannya. "Terserah Mama aja," jawabnya datar. "Kenapa kamu terlihat tidak minat seperti itu, Dev? Sebentar lagi kita akan menikah, harusnya kamu bahagia bisa menikah dengan aku," sahut Alice yang menatapnya. "Anda tahu jika saya tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini. Jika Anda suka, ya sudah, ambil aja," ketus Dev. Jika sebelumnya Devaro bersikap sopan terhadap Alice. Tidak kali ini. Atau mungkin, ia akan sangat membencinya. Karena keegoisannya, Dev harus poligami. Itu pun tanpa sepengetahuan istrinya. "Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Aku ini calon istri kamu, Dev!" Alice membuang napas gusar. "Anda sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya? Dan ya ... bagi saya, hanya Clara yang menjadi istri saya satu-satuny
"Assalamualaikum," ucap Devaro dengan nada kurang bersemangat. Bagaimana mau semangat? Ia harus memulai drama agar istrinya tak curiga mengenai pengkhianatan yang akan ia lakukan. Meski rasanya tidak tenang, namun ini demi kebaikan semua orang.Kebaikan semua orang katanya? Mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Bahkan dirinya sama sekali tak bahagia dengan pernikahan yang akan ia jalani."Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Clara. Ia mencium punggung telapak tangan suaminya dan mengambil tas kerjanya."Kamu kenapa, Dev? Pulang-pulang kok mukanya masam gitu?" tanya Clara. Ia nampak curiga.Dev mengendurkan dasinya. "Nggak papa, Sayang. I am fine," jawabnya.Dev berjalan ke kamar. Clara yang masih tidak percaya dengan apa yang suaminya katakan, berjalan mengikutinya. Dev membuang dasinya ke ranjang. Memang kebiasaan, selalu Clara yang membereskan nantinya."Kenapa aku merasa kalau kamu berusaha menghindar dari aku?" tanya Clara penasaran. Ia mengambil dasi suaminya d
ANDAI KU MALAIKAT KU POTONG SAYAPKU DAN RASAKAN PERIH DI DUNIA BERSAMAMU. PERANG KAN BERAKHIR CINTA KAN ABADI DI TANAH ANARKI, ROMANSA TERJADI ....Seroang dengan rambut pirang blonde itu bernyanyi dengan jiwa rock-nya. Tania tampak menikmati pertunjukan rock and roll itu dengan sangat antusias. Ditambah lagi teriakan para penonton yang memekakkan telinga. Belum lagi aksi gila sang gitaris yang bisa memainkan gitarnya dengan lihai sambil lompat-lompat.Acara ini diselenggarakan tidak jauh dari sekolahnya. Ia pun menerima ajakan temannya untuk menonton konser SID (Superman Is Dead) penuh rasa bangga."Gimana, Tan? Bagus kan konsernya?" tanya Algi, teman sekolahnya. Meski masih duduk di bangku satu SD, mereka seperti anak kuliahan yang tak memiliki rasa takut."Bagus banget, Algi!" teriak Tania dengan girangnya.Sejenak kemudian, Tania nampak sedih dan menundukkan kepalanya."Katanya bagus. Kenapa wajah kamu sedih?" tanya Algi dengan wajah penasaran."Aku takut Momma dan Dadda aku nant
Caca melihat alamat di ponselnya. Dari alamat yang dikirim orang misterius itu, dirinya berada di lokasi yang benar. Namun, ia merasa aneh dengan tempatnya. Pasalnya tempat itu sangat gelap dan terlihat kumuh. Bukan hanya itu, dari luar saja ... bangunan itu nampak horor."Masuk, nggak? Masuk, nggak? Masuk. Ish ... ayolah Caca, masuk aja," ucapnya meyakinkan diri.Setelah merasa yakin dan mengumpulkan keberanian, Caca menaruh ponselnya di tas selempang yang ia kenakan. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak.Saat kakinya hendak melangkah masuk ke bangunan tua itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Drt ... drt ... drt ....Ia memutar bola matanya malas. "Astaga, siapa sih yang ngirim pesan di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan wajah cemberut.Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. Di sana tersemat seuntai pesan dari orang yang sama.[CEPAT MASUK! SAYA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!]Begitulah isi pesan dari orang misterius yang akan Caca temui. Tiba-ti
"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Dev? Papa tidak punya banyak waktu, cepat putuskan!" desak Anton tak punya perasaan.Devaro menatap istrinya yang tidak hentinya menangis dalam rangkulan mamanya. Ia sama sekali tak tega melihatnya. Tapi ia terdesak di antara dua pilihan yang sulit."Dev belum bisa memutuskan sekarang, Pa. Ini terlalu sulit untuk Dev," balasnya. Ia memejamkan mata sejenak.Anton menyipitkan matanya. "Apa kamu mau keluarga kita hidup di jalanan? Papa tidak mau tahu, kamu harus putuskan sekarang!" bentak Anton terus mendesak Dev mengambil keputusan.Dev mendengar kesal. "Tidak semudah itu, Pa. Apa hanya karena sebuah janji, Papa tega membuat hidup anak papa tidak bahagia nantinya? Aku nggak cinta sama pilihan papa. Lagi pula, kenapa harus aku yang menikahi dia?" "Satu lagi, aku tidak mungkin pisah sama Clara. Tidak mungkin," sambungnya.Farah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Sejujurnya ia tak mau putranya menikah lagi. Tapi keadaannya sangat genting. Selain u