Ini mungkin akan menjadi hari yang paling sial dalam hidup Lily. Dia tidak hanya duduk bersama dnegan pria yang dicintainya namun pria itu hanya menatap wanita lain dna bukan diirnya. Sekarang, dia jatuh, tersungkur di lantai dan pakaiannya basah.Lily tidak hanya merasakan malu namun juga sakit hati.“Lily, kamu baik-baik saja?” Riley berdiri untuk membantunya.Namun Lily langsung menepis tangan Riley, dan tertegun saat dia melihat uluran tangan dari pria lain. Lily menengadah, mendapati Axel berdiri di sana, tersenyum manis padanya.“Ayo, biar ku bantu,” kata Axel.Lily belum sepenuhnya sadar saat Axel memapahnya dan membantu Lily mengeringkan wajah yang terkena tumpahan jus. “Aku akan mengurusnya,” kata Axel pada Riley yang terlihat sangat khawatir. “Kalian lanjut saja makan siangnya.”Axel mengambil alih tas belanjaan Lily. Dia menggenggam tangan gadis itu dan menyeretnya pergi dari sana. Sambil berjalan, Lily merasakan buliran bening meluncur dari kelopak matanya. Pandangannya be
Mereka tiba di villa saat matahari hampir terbenam. Menyadari Lily masih tidur, Axel memarkir kendaraannya di dekat pagar pembatas yang terbuat dari susunan batang pohon. Pagar pembatas itu menghadap ke arah Barat dan mereka bisa melihat matahari terbenam dari sana.Axel keluar dari mobil, dengan sangat pelan dan hati-hati menutup pintu. Udara di pegunungan cukup dingin dan dia hanya mengenakan kaus saja. Pria itu mendekat ke pagar, merasakan hidungnya membeku karena suhu udara yang rendah.Dia juga tidak tahu kenapa dia harus mengajak Lily ke sini. Dia hanya ingin menenangkan gadis itu akibat patah hatinya terhadap Riley. Axel ingin menunjukkan pada Lily, dia pun layak untuk dicintai.Dengung konstan ponsel yang bergetar di dalam saku jaket membangunkan Lily. Setengah sadar, gadis itu merogoh-rogoh, mengira kalau itu adalah ponsel miliknya. Tapi karena Lily terlambat mengangkatnya, getar ponsel itu berhenti dan Lily kembali tidur.Tak lama, ponsel Axel mulai bergetar lagi. Dengan per
Axel tidak terlalu terkejut ketika Lily bertanya seperti itu. Dia memang sudah menduga kalau sejak awal Lily tahu perasaannya, namun dia hanya pura-pura. Entah agar mereka tidak canggung, atau karena gadis itu memang tidak siap menerima kenyataan kalau pria lain menyukainya disaat dia menyukai seseorang.Entahlah!“Dan kenapa kamu menyukai Riley?” Axel balik bertanya.“Aku...” Lily diam, namun kedua bola matanya masih menatap wajah Axel.“Aku menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu di rumah sakit,” ujar Axel pada akhirnya. Dia berdiri dengan tegap dan memilih untuk mengatakannya secara terang-terangan pada Lily.“Aku pikir kamu gadis yang tegas ketika kamu berdiri membela Emmy. Cara bicaramu, suaramu, gestur tubuhmu. Aku sama sekali tidak bisa lupa. Bahkan ketika aku kembali, yang ada dalam ingatanku adalah kamu. Saat itu, aku masih ingin meyakinkan diri kalau aku hanya sekedar mengagumimu saja.”Lily mendengar dengan seksama, menunggu kata demi kata yang terucap dari mulut Axel.
Emmy mematung, tubuhnya mendadak kaku saat melihat Keenan berdiri bersebelahan dengan Leo. Dari balik kaca mata hitamnya, Emmy bisa merasakan tatapan tajam pria itu membelah jantungnya. Dalam sekejap, perasaan nyaman berganti dengan cemas yang luar biasa.“Kamu takut?” Josiah melirik Emmy.Dengan cepat Emmy mengangguk, namun dia menggeleng lagi. “Tidak. Maksudku...”“Sepertinya kabar mengenai cara Keenan yang tidak pantas memperlakukanmu memang benar.”Emmy melirik lagi, alisnya mengerucut. “Apa katamu barusan?”“Dia memperlakukanmu dengan kasar, bukan?”“Tidak,” Emmy masih bingung. “Sungguh demi apa pun, kenapa kamu mengetahui banyak hal tentang kehidupanku? Tentang Isa, tentang Keenan, kenapa?”Keenan tidak bisa melepas pandangan tajamnya dari keduanya. Dia menjaga agar matanya tidak berkedip, namun semakin dia menatap keduanya, semakin dia merasa Emmy mengacuhkannya. Lihat saja cara gadis itu bicara dengan Josiah. Dia bahkan mengabaikanku?“Emmely Isla.” Akhirnya Keenan tak tahan,
Cahaya keemasan matahari yang hendak kembali ke peraduannya memantul diantara dinding-dinding gedung. Sebagian menyusup keantara rambut Emmy sehingga rambut hitamnya memancar. Dia begitu memukau bermandikan cahaya matahari sore yang hangat, dan Keenan tidak bisa menahan diri untuk tidak mencumbunya.Ketika Keenan menyebut dia adalah istrinya, Emmy memaksa diri untuk menjaga fokusnya. Sungguh, mungkin ini kali pertama Keenan mengatakan di hadapan Emmy langsung. Kedua bola mata gadis itu mengerjap, sedikit kaget namun dia juga merasakan rasa bahagia menjalar dalam dirinya.“Kamu bilang apa?” desis Emmy.“Kamu tidak tuli. Aku tahu kamu mendengarnya,” dengus Keenan.Ketika pria itu berjalan lagi, butuh waktu bagi Emmy untuk benar-benar menyadari kalau Keenan tidak menyangkal. Walau dia tidak mau mengatakan lagi, setidaknya dia tidak berusaha mengelak jika dia memang mengatakan Emmy adalah istrinya.Dan begitu Isa melihat adegan menjijikkan di hadapannya, dia merasakan bubungan amarah meng
Isa masih harus mengumpulkan sisa-sisa akal sehatnya ketika dia melihat kembali Nikky setelah tahun demi tahun berlalu. Isa pikir Nikky sudah mati dilalap oleh api, namun siapa yang menyangka dia bisa melihat kembali wanita itu sekarang.Nikky berada di sana, dengan tatapan nyalang penuh dendam, dia melihatnya dan Diane. Sungguh, ini adalah kartu As yang luar biasa. Dengan keberadaan Nikky, Isa sangat yakin kalau dia akan bisa membuat Emmy terpojok dan mengontrolnya sesuka hati.Bahkan hanya menunjukkan foto wanita itu saja, Isa yakin Emmy akan bertekuk lutut padanya dan memohon. Dia akan meninggalkan Keenan dengan kerelaan hati dan Isa akan bisa mengisi tempat yang seharusnya menjadi miliknya.“Ini... Sungguh...” Isa tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Sembari mengipas wajahnya yang panas akibat rasa senang yang tak terkira, dia menatap Diane dengan tawa yang meledak. “Mom, ini bagus sekali. Ini luar biasa,” katanya.Diane menarik Isa ke dalam peluka
Emmy tahu dia terlalu berharap lebih pada Keenan. Mana mungkin Keenan cemburu padanya? Walau pria terus mengungkapkan secara tersirat kalau dia ingin memperbaiki hubungan dengan Emmy, belum tentu perasaan Keenan terlibat.Bisa jadi dia hanya tidak ingin mengecewakan Granny dan kedua orang tuanya. Atau, bisa jadi dia hanya ingin membuat kehidupannya sepi dari skandal. Hanya itu.Tidak mungkin Keenan cemburu padanya.“Baiklah, aku hanya menggodamu,” kata Emmy pada akhirnya. “Aku tahu kamu tidak akan cemburu padaku. Perasaan cemburu hanya akan terjadi ketika kamu menyukai seseorang. Sekarang, kembalilah ke dalam kamarmu dan tidur dengan baik.”Keenan berjalan menuju pintu dan Emmy membuntutinya. Ketika dia sudah membuka pintu kamar Emmy dan hendak kembali ke kamarnya, pria itu merenung. Tidak. Bukan seperti ini. Seharusnya aku bicara padanya sekarang. Kenapa malah kembali ke kamar tanpa kesimpulan apa pun?Dia menutup pintu lagi dan Emmy menatapnya bingung. “Ada apa?”“Kalau aku cemburu,
Emmy tidak yakin ketika Isa mengirim pesan padanya. Dia ingin membicarakan hal penting pada Emmy walau Emmy tidak merasa mereka memiliki masalah yang harus dibicarakan. Emmy tidak ingin bertemu dengan Isa, tapi nada bicara Isa terdengar mendesak.Lagipula, lebih baik bertemu di luar daripada Isa akan masuk ke dalam kediaman Barat. Emmy tidak mau Isa bertemu dengan Keenan untuk sementara waktu.Dia masuk ke dalam sebuah restoran. Ketika pelayan menanyakan namanya, dia langsung mengantar Emmy ke sebuah ruangan privat. Emmy makin tidak yakin, namun seharusnya peringatan Charles cukup membuat Isa tidak berani menyakitinya.Setelah mengumpulkan keberaniannya, Emmy masuk dan pelayan langsung menutup pintu. Di dalam, Isa sedang memunggunginya. Gadis itu berdiri di dinding kaca restoran yang berbatasan langsung pada hamparan lapangan golf yang asri.“Kamu ingin membicarakan apa?” tanya Emmy.Isa menghirup aroma winenya dengan perasaan riang. “Domaine de la Romanee Conti 1990,” katanya sambil