Rayhan tersenyum penuh arti sambil menenggak lagi minuman di tangannya. Dia tahu bahwa Vero tidak akan datang dan sengaja mengatakan semua itu. Bukan berarti semuanya hanya sebuah ancaman karena Rayhan bukan pria yang suka memberikan gertak sambal pada orang lain. Apalagi yang menjadi lawan bicaranya saat ini adalah Vero – istri yang sudah teramat sangat dirindukannya selama ini.“Aku akan tetap menunggumu walau kau tidak akan datang,” gumam Rayhan setelah satu jam berlalu dan sudah menghabiskan dua botol besar minuman beralkohol lagi.“Siapa yang bilang kalau aku tidak akan datang?” tanya Vero yang entah sejak kapan ada di depan mata kepalanya.Rayhan tertawa dengan suara yang tertahan dan masih ada nada mabuk di sana. Jelas saja jika saat ini Rayhan tidak percaya dengan penglihatannya itu. Dia merasa berhalusinasi karena sudah dalam keadaan mabuk berat. Menurutnya tidak mungkin Vero datang ke rumah ini, karena dia tahu betul keras kepalanya Vero seperti apa.Dia mengambil satu botol
“Saat seperti ini pun, aku seperti merasa kau ada di sisiku. Kenapa kau membuatku merasa mati di saat napasku tak bisa berhenti? Apa salahku padamu? Kenapa kau menghukumku seperti ini?” tanya Rayhan yang mengayunkan lengannya hendak menenggak minuman keras di tangannya itu lagi.“Aku sungguh ada di sini sekarang!” ucap Vero dan memukul tangan Rayhan yang sedang memegang botol minuman keras hingga botol itu jatuh berderai ke lantai.Rayhan terkejut dengan adanya bunyi suara pecahan kaca yang berhamburan di lantai. Namun, masih tidak bisa percaya bahwa yang ada di belakangnya saat ini adalah Vero yang sebenarnya. Bukan lagi Vero sekedar dalam khayalan dan ingatannya saja, seperti yang selalu terjadi selama lima tahun terakhir.“Tampar aku kalau memang kau nyata ada di sini. Atau ... tusuk saja perutku dengan pisau agar aku tidak merasa semua hanya khayalanku saja.” Rayhan berkata dengan nada mabuk yang mulai bisa dikontrolnya sedikit. Akan tetapi, dia masih enggan berbalik untuk melihat
Belum sempat Vero membalas lagi ucapan Rayhan, pria itu tumbang tanpa sempat dia pegang dan tahan. Tubuh Rayhan merosot ke lantai dan tak sadarkan diri lagi. Vero melihat ada buih kecil yang kini keluar dari sudut bibirnya dan dia merasa sangat takut.Vero segera menghubungi ambulance dan berusaha memberikan bantuan pada Rayhan. Kalau dilihat dari gejalanya, sepertinya pria itu sudah keracunan dan itu terus terang saja membuat Vero sangat takut.“Ya Tuhan ... apa yang terjadi dan bagaimana sekarang? Aku tidak bisa menolongnya terlalu lama, karena ini membutuhkan pertolongan cepat. Dia keracunan apa?” tanya Vero seorang diri dan terus menangis menatap tubuh Rayhan yang kini juga menjadi kejang-kejang.Vero menarik tubuh Rayhan perlahan lahan dan sekuat tenaga tentunya. Dia membawa Rayhan naik ke atas sofa santai di dalam ruang kerjanya dan semua masih sama seperti lima tahun lalu, sebelum Vero pergi meninggalkan rumah ini bersama Richard.Dengan cepat, Vero meninggikan kepala Rayhan y
Merasa tidak punya waktu banyak lagi untuk berbincang dengan Vero, akhirnya para petugas medis itu tetap pergi dan mobil ambulance itu menghilang dari pandangannya. Vero sendiri masih termangu di tempatnya berdiri dan memikirkan semua ucapan Denada tadi.Vero memang rencananya tidak akan datang ke rumah ini lagi, bahkan setelah Rayhan menghubunginya tadi. Namun, hati nurani Vero tidak bisa dibohongi dan tidak dipungkiri bahwa dia masih cukup peduli dengan pria yang sudah lima tahun ditinggalkannya itu. Bagi Vero, semuanya mungkin sudah usai, tapi tidak dengan perasaannya pada Rayhan.Semuanya masih saja sama, dan bahkan bisa dikatakan semua perasaan itu semakin kuat dan merekat dalam hati serta pikirannya. Perpisahannya dengan Rayhan membuat dirinya terbelenggu antara perpisahan dan kerinduan yang tak bisa diungkapkan dan tak bisa diobati.“Aku harus segera mencari tahu semuanya di surat kabar dan laman sosial media. Aku yakin ada jawaban yang aku butuhkan di sana,” lirih Vero dan seg
Vero pulang ke apartemen tempat tinggalnya sekarang dengan hati dan perasaan yang tidak tenang. Apa yang baru saja dibacanya tadi, sungguh membuatnya hampir tidak bisa bernapas dengan baik. Bagaimana bisa berita seperti itu terbit dan entah siapa pelaku yang mengunggahnya. Namun, yang pasti di pikiran Vero pasti ada orang yang selama ini tahu keberadaannya dan itu sebabnya berita tentang kepulangannya itu menjadi topik hangat pada laman berita.“Kau dari mana saja, Vero?” tanya Marco dengan cemas dan segera menghampiri istrinya itu di sofa.“Aku ada keperluan mendadak. Maaf, lupa mengabarimu,” jawab Vero dengan wajah gusar dan tak tenang. Marco jelas bisa menangkap raut wajah ketegangan itu dari Vero.“Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak cerita padaku tentang masalahmu? Apakah kau sudah tidak percaya lagi padaku, hem?” tanya Marco bertubi-tubi pada wanita yang sudah dinikahinya selama tiga tahun itu. Namun, sama sekali tidak pernah disentuhnya di atas ranjang.“Tidak, Marc. Aku tidak a
Di ranjang rumah sakit, Rayhan masih terbaring tidak sadarkan diri dan ini sudah hari ketiganya. Petrus sudah berada di sisinya dan juga menemaninya sejak kemarin malam. Pagi ini masih tidak ada reaksi apapun dari Rayhan setelah diberikan suntikan dan juga pengecekan secara menyeluruh.“Tuan, kapan kau akan sadar? Siapa yang membawamu ke rumah sakit ini? Apakah dia benar nyonya Vero?” tanya Petrus dengan suara pelan dan terus duduk di samping kiri ranjang Rayhan.Petrus tentu saja sudah mendapatkan informasi itu dari perawat yang memantau keadaan Rayhan sejak kemarin. Perawat yang tak lain adalah Denada itu juga memberitahukan bahwa yang ada di rumah itu dan meminta ambulance datang adalah istri Rayhan. Siapa lagi kalau bukan Veronica Sweet yang juga dikatakannya baru saja pulang dari kampung halaman setelah lima tahun di sana.Sama halnya seperti Vero, jelas saja Petrus membuka situs internet dan membuat pencarian tentang kabar itu. Tidak ubahnya dengan Vero juga, Petrus sangat terke
Meskipun Petrus sudah berada di rumahnya saat ini, tapi pikirannya tidak bisa dibohongi. Dia masih terus memikirkan Rayhan dan merasa tidak tenang meninggalkan tuannya itu di sana bersama dengan Bella. Entah mengapa, Petrus mempunyai firasat tidak baik pada wanita yang selalu saja menganggap Rayhan sebagai tunangannya itu.“Apa lagi yang masih kau pikirkan, Sayang?” tanya Alesha yang datang dengan secangkir kopi di teras paviliun tempat mereka tinggal sejak menikah.“Aku merasa tidak tenang meninggalkan tuan muda di sana bersama nona Bella. Aku seperti merasa tidak bisa mempercayai wanita itu, Sayang.” Petrus menjawab kegusaran hatinya dengan berterus terang kepada Alesha.Tidak ada lagi tempatnya mengadu dan bercerita selain istrinya itu. Semua yang mereka rasakan, tentu saja saling mereka ungkapkan dan ceritakan. Tidak ada rahasia antara mereka sejak pernikahan terjadi dan sejak itu pula cinta semakin menguatkan hubungan mereka hingga sampai detik ini.“Kenapa dengan dia? Apa dia me
Petrus dan Alesha tertawa kekeh mendengar celetehan anak berusia lima tahun itu.Bagaimana bisa dia bicara soal calon istri di saat dia mungkin saja belum mengerti istri itu apa. Namun, tumbuh dan berkembang di sekeliling orang-orang cerdas, tentu membawa banyak pengaruh kepada anak-anak Petrus.Selain itu, keluarga Alesha juga bisa dikatakan orang-orang terpandang yang kecerdasannya tidak perlu diragukan lagi. Selain itu, Petrus dan Alesha juga tidak pernah lalai dan lengah dalam mendidik anak-anaknya agar pola pikir mereka tidak jauh tertinggal.Di rumah sakit, Bella masih menunggu dengan sabar di kursi yang berada di samping ranjang pembaringan Rayhan. Dia terus tersenyum tiap kali memandang wajah pria yang sudah sangat dicintainya itu. Sebenarnya, selama ini Bella sudah menyadari bahwa Rayhan bukanlah pria yang akan menikahinya tiga tahun lalu.“Aku sudah ada di sampingmu, Sayang. Kau sudah menjadi milikku sejak hari itu dan aku tidak akan pernah membiarkan orang lain merebutmu dar
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah