Setelah beberapa jam perjalanan di udara, pesawat pribadi milik Arshaka telah mendarat. Kini Arshaka dan Starlee sudah berada di dalam sebuah limousine hitam yang akan menjadi kendaraan Arshaka selama ia berada di Roma."Aku memiliki pertemuan penting setengah jam lagi. Kau bisa melakukan apapun selama aku pergi." Arshaka bicara pada Starlee yang duduk sembari menatap ke luar jendela.Starlee tidak menjawab, tapi ia mendengarkan ucapan Arshaka."Starlee, kau punya mulut, kan? Jawab aku.""Aku mengerti." Starlee menjawab singkat."Sopir akan mengantarmu.""Tidak perlu. Aku bisa sendiri.""Kau mungkin akan tersesat, Starlee. Jangan merepotkanku dengan mencari dirimu.""Siapa yang memintamu untuk mengajakku?!" Starlee membalas acuh tak acuh.Arshaka bangkit dari tempat duduknya. Ia memenjarakan Starlee dengan kedua tangannya yang kini berada di sandaran kursi.Starlee terkejut, ia mendongak menatap wajah Arshaka yang dingin. Nyalinya sedikit menciut. Ah, ia sangat tidak suka aura mengeri
Di tengah kerumunan, Starlee sedang menari dengan beberapa orang yang ia tidak kenali diiringi dengan irama musik Despacito. Wajah Starlee terlihat riang. Inilah Starlee yang sebenarnya, mudah berbaur dengan orang lain.Ia menari tanpa beban, seperti ia tidak memiliki masalah hidup sama sekali, padahal beberapa waktu lalu ia kehilangan dompet dan ponselnya. Ia bahkan tidak memikirkan bagaimana ia akan pulang nanti.Di sisi lain tempat itu, Arshaka dan Nicole serta beberapa orangnya berpencar mencari Starlee.Arshaka melihat ke kerumunan orang di sebelah kirinya. Ia melangkah mendekat, matanya tertuju pada sosok cantik yang kini sedang tersenyum dengan lebar. Kaki Arshaka berhenti melangkah, matanya tak bisa beralih dari wanita yang tak lain adalah Starlee.Senyuman itu begitu menawan, Arshaka harus mengakui ia menyukai senyum Starlee. Senyum yang tidak pernah diarahkan wanita itu padanya.Arshaka tak menghampiri Starlee, ia masih berdiam diri dengan wajah kaku seperti biasa.Alunan m
Mata Starlee memandangi sosok serius yang kini sedang mengolesi obat pada sudut bibirnya yang pecah. "Terima kasih sudah menyelamatkanku." Starlee mengucapkannya dengan tulus. Ia bersyukur Arshaka mencarinya, karena jika tidak maka hidupnya akan berakhir di tangan dua pria bajingan.Arshaka mengangkat pandangannya, ia menatap lurus ke iris biru Starlee. "Jika kau benar-benar ingin berterima kasih, maka jangan membantahku lagi.""Aku bisa menjadi simpanan sesuai yang kau mau, tapi aku ingin kau tidak merendahkanku lagi."Arshaka tidak menjawab, ia kembali mengobati bibir Starlee. "Sudah selesai."Arshaka berdiri, ia hendak mengembalikan kotak obat ke tempatnya, tapi tangan Starlee menahannya. "Kau terluka, biar aku obati," seru Starlee.Jika tadi Starlee yang diobati oleh Arshaka kini gantian Arshaka yang diobati Starlee. Tangan Starlee melepaskan jas dan kemeja yang Arshaka kenakan. Ia melihat luka di lengan Arshaka, membersihkannya kemudian mengolesi obat. Tak ada pembicaraan di anta
Sinar matahari datang menyerang Arshaka dengan tiba-tiba. Pria yang masih ingin tertidur itu mengubah posisi tidurnya jadi tertelungkup.Starlee melihat ke Arshaka sejenak lalu kemudian beralih pada pemandangan pantai di depannya. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, menikmati suasana yang begitu tenang saat ini.Di ranjang, tangan Arshaka bergerak mencari keberadaan Starlee. Merasakan tak ada Starlee di sana, Arshaka membuka matanya. Membalik posisi tidurnya kembali ke semula.Ketika ia hendak bangkit untuk mencari Starlee, ia menemukan Starlee tengah berdiri di dekat dinding kaca dengan membelakanginya.Arshaka turun dari ranjang. Ia mendekati Starlee kemudian memeluk wanita itu dari belakang.Starlee terkesiap. "Kau sudah bangun?" tanyanya sembari memiringkan wajah, menatap wajah Arshaka yang diletakan di bahunya."Terbangun lebih tepatnya.""Kau tidak bekerja?" Starlee bertanya lagi.Arshaka memejamkan matanya lagi. "Pekerjaanku sudah selesai.""Jadi hari ini kau hanya akan
Sore hari, Starlee sampai ke kediamannya. Ia melangkah masuk dengan membawa koper kecil yang berisi barang-barangnya.Sampai di ruang tengah, ia melihat Asher duduk di sofa dengan wajah dingin. Starlee melangkah dengan santai melewati Asher."Dari mana kau, Starlee?" tanya Asher dingin.Starlee berhenti tepat disebelah sofa yang Asher duduki. "Roma." Ia menjawab jujur."Kenapa kau tidak memberitahuku terlebih dahulu?""Aku rasa dahulu kau juga tidak pernah memberitahuku jika kau ingin pergi."Asher bangkit dari tempat duduknya. Ia berdiri berhadapan dengan Starlee. "Jadi saat ini kau sedang membalasku?!" Selama di rumah sakit Asher banyak berpikir. Ia yakin Starlee pasti memiliki dendam padanya, dan wanita itu sedang membalasnya.Starlee memiringkan wajahnya lalu tersenyum kecil. "Kenapa aku harus repot melakukannya?""Berhenti bersikap kekanakan, Starlee. Jika saat ini kau mencoba untuk membuatku menyesal telah menyia-nyiakanm
Dengan bantuan make up, lebam di wajah Starlee tertutupi. Kini ia berada di gedung majalah Amor, membicarakan kontrak dengan kepala editor yang memilih Starlee sebagai sampul majalah untuk edisi selanjutnya.Penandatanganan kontrak berjalan dengan hangat dan santai. Pemotretan akan diambil satu minggu lagi. Tidak hanya menjadi sampul majalah, Starlee akan mengisi dua lembar untuk bagian dalam majalah itu.Kali ini ia akan menggunakan pakaian yang dibuat oleh seorang designer ternama. Kontrak Starlee kali ini bukan hanya akan melebarkan namanya, jika ia bisa menarik perhatian sang designer maka bukan tidak mungkin ia akan jadi salah satu model di salah satu fashion show designer tersebut.Jalan bagi Starlee semakin terbuka lebar. Ia bisa mencapai puncak dalam beberapa waktu lagi. Dan ketika ia berada di puncak barulah ia bisa berhadapan langsung dengan Amber. Starlee akan menunggu dengan sabar. Waktu itu pasti akan segera tiba.Selama ia di Roma, Vivi mend
Satu minggu sudah Starlee berada di Kota A, hari ini hari terakhir ia menjalani pemotretan di sana. Semuanya berjalan dengan lancar, seperti biasa ia menuai pujian.Kali ini Starlee bekerja sama dengan tiga model wanita kelas satu. Mereka memakai masing-masing tiga pakaian.Usai dari pemotretan Starlee kembali ke hotel. Ia membaringkan tubuhnya yang cukup terasa lelah."Starlee, aku ingin membeli cemilan di luar. Kau mau sesuatu?" tanya Vivi yang tidur sekamar dengan Starlee.Starlee menggelengkan kepalanya. "Tidak, terima kasih, Vivi.""Baiklah, kalau begitu aku pergi."Starlee hanya membalas dengan dehaman. Wanita itu kemudian menutup matanya sejenak. Beberapa saat kemudian ia mendengar suara pintu terbuka. Sepertinya Vivi melupakan sesuatu, atau mungkin Vivi tidak jadi membeli cemilan."Kenapa tidak mengaktifkan ponselmu, Starlee?" suara itu membuat Starlee yang tidur tertelungkup membalik tubuhnya.Senyum tipis menyapa Star
Malam terakhir di Kota A, Starlee habiskan dengan pergi ke club malam bersama tiga rekannya, Shirley, Amanda dan Kaia. Sementara Vivi, wanita itu memilih untuk berada di hotel saja.Mereka berempat berkumpul di satu meja. Berdiri di sana menikmati minuman mereka sembari melihat orang-orang yang berdansa di lantai dansa."Kau mau turun, Starlee?" tanya Amanda, si pemilik rambut kemerahan yang terlihat manis.Starlee menggelengkan kepalanya. "Aku di sini saja.""Baiklah, kalau begitu kami turun." Amanda dan kedua rekannya melangkah ke lantai dansa dengan wajah ceria.Starlee tersenyum kecil melihat tiga rekannya yang telah bekerjasama dengannya selama satu minggu. Starlee hanya berteman sekedarnya saja. Ia tak mau lagi terlalu dekat dengan orang lain. Apa yang Amber lakukan padanya membuat ia belajar banyak hal, termasuk untuk tidak mempercayai siapapun. Orang yang tersenyum di depanmu tidak berarti orang itu baik padamu. Terkadang manusia memiliki l