Ya, di mana saja dia berada, Nabila selalu merasa diabaikan. Dirinya merasa selalu dianggap bodoh dan tidak pantas untuk didengarkan. Ia berpikir keras, bagaimana caranya agar ia bisa pergi dari rumah itu.
Apalagi mendengar kalau Zack dan Veronica akan datang menyusul ke Indonesia. Ia sudah tidak mau lagi melihat kedua orang itu. Biar saja mereka hilang dari hidupnya. Begitu pikirnya sekarang.Nabila hanya ingin bersama bayinya saja. Ya, hanya bayinya itu yang merupakan teman setianya. Tidak ada orang lain ....Tak lama Hana pun pergi untuk bekerja."Ini camilannya, Mbak. Silakan ...," tawar Mbok Tarni kepada Nabila yang sedang duduk-duduk di teras belakang rumah Hana sembari meletakkan satu nampan berisi sepiring bollen pisang dan secangkir teh hangat.Tawaran itu mengembalikan Nabila ke dunia nyata. Pikirannya terasa sedang kusut masai karena memikirkan ke mana ia akan pergi selanjutnya. Tidak ada seorang pun yang bisa ia harapkan diVeronica terkejut bukan kepalang mendengar informasi dari Hana. "I'm sorry, Ve ... aku udah lalai ngejagain dia ...," keluh Hana menyesal."Gi–Gimana ini, Haan? Kok, bisa kabur lagi, sih!" Veronica terdengar kesal sekaligus sedih. "Aku udah bicara dengan dia. Dan kupikir dia bakal tenang di rumahku. Nyatanya dia kabur lagi tanpa sepengetahuan orang-orangku di rumah," jelas Hana."Sialan banget tu anak! Gemess aku! Dia bawa anak kami! Kalau udah ngelahirin dan anak itu ada sama kami, nggak masalah. Ini ... aaargh!" cetus Veronica. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun rasanya. "Maunya apa sih, tuh bocah, Han?! Aku percaya, karena dia rekomendasi dari kamu. Kamu sahabat baikku! Nyatanya malah kayak gini. Padahal udah dikasih semua kebutuhan dia, bahkan sudah aku anggap seperti keluarga sendiri!" omel wanita itu lagi."Ve, kamu ada hubungan apa dengan investormu, hhh?" tanya Hana akhirnya. Ia teringat, kalau karena hal itulah Nabila ingin kab
"Iya ...." Hana menundukkan pandangannya. Ia benar-benar menyesal. Karena keteledoran dirinyalah akhirnya menyebabkan masalah bagi kehidupan rumah tangga sang sahabat. Veronica dan Zack menyimak dengan saksama."Aku kemarin berkunjung ke rumah orang tua angkatnya untuk mencari informasi. Kata ibunya, Nabila pernah berbuat sesuatu yang membahayakan di keluarga itu," lanjut Hana."Sesuatu yang membahayakan bagaimana?" tanya Zack. Ia pun ikut penasaran. Selama ini, pria tersebut tidak melihat gelagat yang tidak baik pada Nabila. Wanita muda itu bahkan terlihat seperti perempuan baik-baik. Di mata Zack, Nabila itu rajin beribadah, dia juga masih virgin ketika ia menyentuhnya. Zack sendiri adalah lelaki pertama yang menyentuh Nabila. Ya, itu artinya kalau wanita berwajah manis tersebut adalah termasuk perempuan yang menjaga dirinya dengan baik. Di mana yang ia tahu, di zaman sekarang, sudah begitu jarang perempuan bisa menjaga keperawananny
"Akuu ... aku nggak tahu, Mr." Akhirnya kalimat itu yang keluar dari lisan Metta. Ia benar-benar tidak terpikir, ke mana Nabila akan pergi saat ini. Ia tidak mengenal teman-teman Nabila lainnya."Hmm, Oke," sahut Zack seraya menghela napas berat. Begitu juga Veronica, ia terlihat kecewa. Karena hasil pencarian hari ini, nihil. Percuma saja ia mendatangi tempat kumuh itu. Akan tetapi, tidak mendapatkan informasi apa-apa."Metta, kalau boleh saya tahu, menurut kamu ... Nabila itu orangnya seperti apa?" tanya Zack. Semenjak Hana mengatakan kalau Nabila pernah berbuat jahat, ia jadi begitu penasaran, karena di dalam hatinya yang paling dalam, seolah ia tidak mempercayai hal tersebut."Oh, Nabilaaaa ...." Metta menerawang. "Selama yang aku kenal sih, dia orangnya baik. Mau menerima dan mendengar keluh kesah aku sebagai temannya, Mr. Terus, dia juga tidak pelit. Ya, kami sering saling berbagi selama ini." Metta tersenyum. Ia teringat ketika meminjam ua
"Kamu sudah setahun di sini baru menemui aku?" Zack tertawa kecil mendengar sindiran temannya, Maximus Setiawan. Padahal dirinya baru dua pekan di Indonesia, malah dikatakan setahun. "Gimana kabar istri cantikmu?" tanya Max setelah menyeruput kopinya, kemudian meletakkan cangkir itu kembali ke atas meja kafe."Baik," jawab Zack singkat.Max tersenyum miring. "Tumben kamu nggak bersemangat membicarakan istrimu? Biasanya kalau ditanya tentang dia, kamu langsung saja bercerita panjang lebar tentang ini dan itu. Tentang cita-citanyalah, pencapaiannya," sahut pria itu mengingat sikap Zack selama ini."Aku memang lagi nggak bersemangat, Max," jawab Zack terlihat lesu."Sebenarnya ada apa? Lagi pula kamu ke sini sampai lama begini ini, ada proyek apa?" tanya Maximus penasaran. Hal itu karena ia tahu, sangatlah jarang Zack berkunjung ke Indonesia sampai lebih dari sepekan, kecuali ada keperluan bisnis yang membutuhkan waktu yang cukup
Semenjak pembicaraan tentang pencarian solusi bersama sang istri, Zack pun kembali ke negeri asalnya, Negeri Paman Sam. Walaupun ia mempunyai orang yang kompeten di dalam mengatur berjalannya perusahaan, tetapi ia tidak bisa begitu saja berlama-lama meninggalkan mereka. Beberapa waktu di Indonesia, Zack juga sempat membahas urusan bisnis bersama Maximus, temannya itu. Max mengajaknya bekerja sama di Indonesia. Pria berjanggut tebal itu menyarankan agar Zack mau membuka cabang juga di Indonesia, sekaligus bekerja sama dengan Antony.Saat ini Max menjalankan bisnis property. Semakin hari, permintaan dari kliennya semakin berkembang. Antony yang diberikan kepercayaan untuk meng-handle soal perlengkapan rumah dan desain interior, belum cukup berpengalaman. Ia butuh orang yang lebih kompeten lagi. Ya yaitu Zack. Zack pun berpikir mungkin ini peluang baginya juga untuk melebarkan sayap. Waktu itu, ia pernah bekerja sama dengan Mr. Lee, pengusaha dari Singapura
Degup jantung Zack kini bertalu kencang. Ia bingung, bagaimana sang ibu bisa tahu? Padahal selama ini ia pun biasa melakukan video call dengan Jennifer. Selama ini Veronica menggunakan perut silikon di balik bajunya, biar terlihat hamil. Dan selama ini pula mereka berhasil mengelabui semua orang."Jawab, Zaack ...!" geram Jennifer kepada sang putra. Ia berusaha menahan emosinya agar tidak meledak di tempat umum seperti itu. Dari tadi ia sudah menahan gejolak di dalam hatinya sampai mereka semua selesai berbelanja, bahkan sampai selesai makan. Jennifer selama ini memang dikenal oleh anak-anaknya sebagai orang tua yang bijaksana. Ia tidak pernah menuntut ini dan itu kepada kedua anaknya, Zack dan juga Katharina—adik perempuan dari Zack—yang kini sudah tinggal di Inggris bersama suaminya. Bahkan wanita paruh baya itu sama seperti sang putra, tidak mau memburu-buru Veronica untuk segera hamil. Toh, ia sendiri sudah punya dua cucu yang lucu dari putrinya, Kat
Jennifer menatap lekat ke arah sang putra. Ia memahami apa yang menjadi kegundahan Zack. Ya, walau memang selama ini putranya itu terkesan sabar untuk menanti kehadiran seorang anak di dalam rumah tangganya. Akan tetapi, wajar ... karena ia tahu bayinya masih ada kemungkinan hidup, tentu saja ia harus terus berusaha mencari. Walau sampai di ujung dunia sekalipun.Ya, bukan hanya sekadar persoalan cinta dengan perempuan muda itu. Akan tetapi, lebih kepada darah daging pria itu yang ada bersamanya.***Satu tahun berlalu. Saat ini Zack sudah mempunyai kantor cabang yang berada di Indonesia. Tepatnya di daerah Bekasi.Zack sudah memberikan kepercayaan kepada Harold Joshua untuk memegang peranan penting di kantor pusat di Los Angeles. Sementara Zack sendiri dalam sebulan sekali ia akan kembali melepas rindu bersama sang istri dan juga sekadar mengunjungi kantor pusat dalam beberapa hari, setelah itu ia akan kembali lagi ke Indonesia. Bahkan ia lebih b
"Sorry, aku telat! Entah kenapa bayiku agak rewel dari kemarin," keluh seorang wanita berkerudung merah muda yang dengan gerakan cepat meraih sebuah apron dan mengenakan benda itu ke badannya."Oke, Nabila. Untung saja hari ini toko kita belum ramai jam segini, dan masih ada Selly yang santai," ujar Vivi, manajer yang bertanggungjawab di bakery shop itu seraya mengulas senyuman.Nabila pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas membalas senyuman Vivi. Sang manajer, wanita berusia 30 tahunan itu memang sangat baik. Ia tidak pernah marah kepada para pekerja, asalkan semua pekerjaan mereka beres. Dan selama ini ia belum pernah merasa kecewa karena mereka semua bekerja dengan giat dan cekatan.Di bakery shop itu terdapat enam orang pekerja. Tiga orang bekerja di bagian dapur, dua orang melayani tamu, dan satu orang sebagai petugas keamanan. Matahari merangkak naik semakin tinggi, menyebarkan cahaya hangatnya ke muka bumi. Hari ini terlihat cu
Nabila melirik sebentar ke arah Zack. Ia sama sekali tidak mau menyahuti. Wanita muda itu lalu menoleh ke arah Hana dan mengulurkan tangan sembari meringis kesakitan."Kamu nggak apa-apa, Nabila?" tanya Hana cemas seraya membantu memapah adiknya."Sakit, Kaak ...," rengek wanita muda itu sembari bangkit perlahan."Zayn ...." Tiba-tiba Zack tersadar akan putra kecilnya yang terlihat khawatir pada ibunya itu. Zayn menoleh ke arah ayahnya. Ia terlihat tengah mengingat-ingat. "Dad ... Daddy ...," ucapnya ketika ingatannya mulai terbuka. Zack tersenyum, kemudian memeluk putra kecilnya itu dengan perasaan membuncah dan penuh keharuan. Ia sangat merindu."Kaaak ...!" Tiba-tiba Nabila kembali merengek pada Hana.Zack menoleh ke arah Nabila dan pandangan matanya mengikuti pandangan wanita muda itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat air bercampur darah yang mengalir ke lantai."Nabila! Kita mesti ke UGD!" ujar Hana panik, "Zack, tolong panggil perawat!" suruhnya pada Zack."O–oke!" Zack den
"Pak, cepat ya!" seru Zack kepada supir mobil taksi yang ia tumpangi. Sungguh hatinya merasa gelisah karena sudah tiga hari ini—sejak ia sampai di LA dan bahkan sampai kembali ke Indonesia— handphone Nabila tidak bisa dihubungi. Ia yakin Nabila saat ini kembali menghindar darinya. Bahkan ia tahu dari Max, kalau wanita muda itu kini sudah tidak lagi berada di rumah mereka. "Baik, Mister. Saya usahakan!" jawab sang supir sembari memutar roda mobil, kemudian membawa kendaraan itu keluar dari area parkir airport. Arus lalulintas di jalanan terlihat ramai lancar.Tak berapa lama kemudian terdengar suara dering ponsel milik Zack. Pria itu lekas merogoh benda segi empat tersebut dari saku jaket kulitnya. Tertera nama Max di sana."Ya, Max! Aku sudah sampai di bandara Soetta dan sekarang lagi on the way pulang ke Bekasi," jelas Zack kepada sang sahabat."Oh, iya. Gimana? Nabila sudah bisa dihubungi?" tanya Max. Semenjak Zack tidak bisa menghubungi kontak sang istri, ia mengerahkan siapa saja
"Gimana, sudah ada kabar?" Zack saat ini sedang dalam panggilan telepon dengan sahabatnya, Max. Tadi pria itu menghubungi Max untuk mencarikan chanel jet pribadi, agar ia bisa terbang menuju ke Amerika sesegera mungkin. Ia sangat khawatir akan kesehatan bayi kecilnya di rumah sakit."Oke, Bro. Sudah dapat, adikku selalu bisa diandalkan kalau soal ini," sahut Max dari seberang sana."Bagus. Aku sangat berterima kasih kepada kalian.""Jangan lebay!" Max mencandai Zack. "Ya sudah, kamu cepat ke bandara. Pilot sudah menuju ke sana.""Ok, Max. Thanks! Aku akan segera ke sana." Zack pun menutup teleponnya. "Gimana?" tanya Jennifer kepada putranya. Wanita tua itu jelas ingin sama-sama ikut ke Amerika."Sudah siap, Mom!" sahut Zack.Yasmin dan Surya sudah pulang ke rumahnya tadi. Mereka juga hendak bersiap-siap untuk berangkat dan melihat keadaan cucu kesayangan yang sedang sakit itu secara langsung.Zack terlihat memainkan ponselnya lagi. Ketika tersambung ...."Hallo, Pa. Jetnya sudah siap
Mendengar permintaan Nabila, Zack terpaku menatap nanar ke arah wanita muda itu. Tubuhnya terasa kaku seketika dan lidahnya pun kelu. Ia sudah mengira akan begini jadinya."Tidaaak ... tidak, Zack!" Yasmin menghambur ke arah menantunya sembari menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Air matanya kini telah mengalir deras menganak sungai, "tolong kalian jangan bercerai ....""Yasmin!" Tiba-tiba terdengar selaan suara Jennifer memanggil besan wanitanya dari muka pintu.Sontak semua orang menoleh ke arah sumber suara. Zayn tidak lagi berada bersamanya karena ia telah meletakkan balita kecil yang telah tidur nyenyak tersebut di ranjang di kamarnya."Jangan pengaruhi putraku lagi. Kamu tidak lihat apa yang telah anakmu perbuat, heh?" ujar Jennifer dengan suara yang datar tetapi begitu penuh penekanan. Ia jelas marah dengan perselingkuhan Veronica.Surya hanya terdiam di sana. Ia mewajarkan jika Nabila dan Jennifer bersikap seperti itu. Apa yang dilakukan putri tunggalnya itu meman
"Di–di ... dia ...." Nabila tergagap di sana dengan wajah yang kini telah basah karena air mata. "Kamu kenapa, Nabila?" tanya Jennifer panik sembari meraih cucunya dan dengan cepat memegang bahu Nabila yang saat ini terlihat aneh. Nabila terlihat pucat dan bibirnya gemetar di sana. "I–itu ...." Dahi Jennifer berkerut kencang melihat ke arah ponsel yang dilirik oleh Nabila. Dengan cepat wanita tua itu meraih benda segi empat tersebut sambil menggoyang-goyangkan badannya berusaha menenangkan sang cucu yang merengek di gendongannya. Akhirnya Zayn tampak mulai tenang dan hendak kembali tidur di dekapan sang nenek.Nabila terduduk di ranjang Zayn dengan wajah yang masih pias. Ia tertunduk sembari menyusut kedua matanya yang basah. Wanita muda itu terlihat sangat shock.Sementara Jennifer, ia membuka ponsel Zack yang layarnya memang sudah berada di perpesanan WA. Dengan cepat ia memutar video yang ada di sana. Betapa terkejutnya Jennifer melihat apa yang ada di video tersebut. Kedua mata
Hari ini Yasmin dan Surya mengunjungi rumah Zack juga Nabila. Mereka baru saja selesai makan malam bersama. Surya sudah diberitahukan oleh sang istri kalau sebenarnya Zayn bukanlah cucu mereka. Bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali.Akan tetapi, Surya memutuskan untuk bersikap bijak. Ia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Zayn adalah putra dari Zack, menantunya. Itu cukup mengartikan kalau Zayn sama saja dengan cucunya sendiri.Setelah berkomunikasi dengan sang suami, Yasmin merasa lebih lega. Pandangan suaminya sedikit banyak ikut mempengaruhi pikirannya yang tadinya terasa kusut dan runyam. Selama ini ia tidak menyukai Nabila, karena dianggap sebagai duri dalam rumah tangga putrinya. Akan tetapi, ia tidak sanggup untuk membenci Zayn. Dirinya sudah telanjur sayang, bahkan ia merasa rindu untuk selalu bertemu balita kecil tersebut."Zayn tetaplah cucu kami," ucap Surya sembari tersenyum hangat kepada semua orang, "kami menyayangi Zayn sama seperti kepada Thomas," lanjutnya.Zack
Zack pulang kerja cukup larut, pukul 22.05 WIB. Banyak hal yang mesti dia kerjakan tadi di kantor. Meskipun memang sebenarnya semua sudah selesai di pukul 20.00 tadi, tetapi pria itu memutuskan untuk lebih lama berada di tempat kerjanya. Hal itu karena ia merasa pikirannya sedang kalut dan tidak nyaman dengan keadaannya bersama sang istri keduanya saat ini.Ya, sejak Nabila marah kepadanya, pria itu selalu kepikiran. Ia khawatir kalau wanita muda itu kembali pergi darinya. Zack masuk ke dalam kamarnya. Kemudian ia membuka jas dan kemeja kerjanya, lalu meraih handuk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai mandi, pria itu keluar. Ia tertegun sebentar di ambang pintu kamar mandi, karena ternyata ada Nabila yang tengah duduk di pinggir tempat tidurnya sekarang."Mmm, Zack ... kamu mau langsung istirahat ya?" tanya Nabila tampak kikuk."Iya. Ada apa, Nabila?" tanya sang suami heran."Oh, ya udah. Aku juga mau tidur. Besok aja," ujar Nabila sembari ban
"Ada apa kalian ini?" tanya Jennifer ketika menyadari kalau sepasang suami-istri di hadapannya tidak saling bicara satu sama lain. Hanya Zack yang tadi ia lihat mencoba mendekati sang istri ketika Nabila menyiapkan sarapan. Namun, wanita muda itu terlihat menghindar dan tidak mau menyahuti sang suami. Itu membuat Jennifer heran.Nabila masih diam sembari mengunyah makanannya dan juga membantu Zayn makan di tempatnya. Sementara Zack hanya melirik ke arah wanita muda itu."Nabila sudah tahu soal Zayn, Mom," jawab Zack datar, tetapi hatinya diselimuti rasa bersalah."Oh, jadi kamu sudah bicara?" tanya Jennifer memastikan, "bagus kalau begitu. Bukannya Nabila memang sudah dari dulu menganggap Zayn sebagai anak sendiri?""Tapi kenapa baru memberitahuku sekarang, Mom? Aku nggak terima selama ini Zack membohongiku sampai lebih dari dua tahun," sahut Nabila tidak terima."Nabila, maafkan aku ...," ucap Zack untuk ke sekian kalinya. Nabila mendengkus tak suka. Lantas ia bangkit berdiri, lalu
"Itu ...? Itu apa?" tuntut Nabila dengan raut penasaran.Zack mendekat dan duduk di samping Nabila. Ia meraih telapak tangan sang istri dengan degup jantung yang tidak keruan. "Nabila, sebenarnya ...."Wanita muda di hadapan Zack itu bersiap menyimak apa yang akan di sampaikan oleh sang suami. Sentuhan dari sang suami membuat darahnya sedikit berdesir hangat karena sudah cukup lama mereka tidak bertemu dan melakukan kontak fisik, tetapi dirinya berusaha mengabaikan rasa itu. Dengan melihat gelagat Zack yang mencurigakan seperti ini, Nabila merasa cemas dan muncul ketakutan tersendiri di lubuk hatinya. "Sebenarnya apa? Zack, kamu jangan buat aku khawatir!" tegas Nabila yang kini terlihat mulai kesal."Nabila, Zayn itu ... dia sebenarnya adalah anak kamu," jawab Zack dengan suara lirih, tetapi cukup jelas terdengar oleh telinga Nabila.Wanita muda di hadapan Zack mendengkus dan tertawa kecil. Ia heran dengan perkataan sang suami. "Zayn memang anakku!" serunya. Di dalam hatinya curiga ka