"Hei siapa disitu?" Tiba-tiba seseorang memergoki keberadaan Gio digedung tersebut.
Gio terdiam, berlaripun tak mungkin lagi tiba-tiba lampu gedung tersebut menyala, sehingga jika dia kabur akan fatal akibatnya karena camera CCTV terletak diberbagai sudut disana.
"Gio?"
"Sedang apa kau malam-malam begini?" Tanya seorang petugas keamanan yang memiliki badan kekar tersebut."Hem...he-he" Gio menggaruk-garuk kepalanya meskipun tidak merasa gatal, Dia bingung harus menjawab apa.
"Haha-hehe tidak jelas, jawab!" Bentak petugas tersebut
"Maaf pak, hem ... Saya anu, tadi anu pak" Gio gugup, masih bingung akan menjawab apa.
"Anu-anu, yang jelas ayo ngomong, tidak akan kumakan kau inilah, kenapa takut sekali!" Bentak petugas itu lagi.
"Iya pak, mohon maaf pak, tadi saya sedang membersihkan Piano di cafe tempat saya bekerja sekalian belajar mengasah kepiawaian tangan saya memainkan piano" jawab Gio dan menjawab sedikit tenang.
"Sudah dapat izin kau?" Tanya bapak petugas.
"Sudah pak, Bos mengizinkan Saya diwaktu malam antara pukul dua belas malam, setelah cafe tutup" jawab Gio
"Yang benar kaulah Gio, jangan mengada-ada?" Tanya pak petugas itu masih belum mempercayai jawaban Gio.
"Ada saksi kok pak, Pak Rahmat yang biasa jaga malam tahu tentang ini" Gio meyakinkan lagi.
"Hem ... "
Petugas tersebut memicingkan mata kemudian menekan walki talkinya.
"check-check bos dimana posisi kau? Ganti" Tanya petugas tersebut di radio.
"Check-check,saya berada di lantai lima, ada apa Roy hasibuan? Ganti" seseorang menjawab diradio tersebut.
"Ini si Gio, Anak magang cafe The Rizh nampaknya tak pulang Dia, malah mengendap-endap di gedung ini, apa benar Dia sudah ada izin bos? Ganti"
"Oh, si Gio Piano man itukah Roy? Ganti"
"Iya betul kali bos, ganti"
"Iya betul, Dia sudah dapat izin dari jam dua belas malam hingga waktu tak ditentukan, asal jangan saat Cafe masih buka, katanya belajar piano Dia, ganti"
"Baiklah Bos, jika begitu silahkan kau lanjutkan kembali patrolimu, ganti"
"Baiklah Roy, tolong jangan kamu bentak-bentak itu Anak, kasian dikira akan Kau hajar, nanti Dia sawan,ganti"
"Macam mana pula Bos, bawaan lahirlah Aku sudah seperti ini, watak bataku tak bisa ku ubah he-he, baik bos kututup lah yah, ganti"
"Ha-ha, tolong lembut sedikitlah Kau ini Roy, oke, bye"
Petugas yang bernama Roy Hasibuan itu kembali berbicara pada Gio.
"maafkan saya Gio, baiklah silahkan Kau lanjutkanlah aktifitasmu, ingat jangan mentang-mentang Kau Anak muda, Kau tidak tidur, tidurlah, waktu sudah sangat larut ini"
"Terimakasih pak Roy, Saya memang tinggal dan menginap di Cafe itu, sudah ada izin dari Bos" jawab Gio.
"Aduh, kasian sekali Kau ini, padahal betapa tampanya wajahmu itu tetapi hidup bagaikan gelandangan, sudah makan Kau belum hah?" Pak Roy merasa iba pada Gio.
"Sudah pak terimakasih, Saya tidak kekurangan makanan di sini Pak" jawab Gio.
"Syukurlah, dengarkan Gio, kalo Kau merasa bosan Kau bisa datang ke posku dan Bos Rahmat yah, Kami bertugas setiap malam hingga pagi" ajak pak Roy.
"Wah boleh yah pak?" Tanya Gio senang.
"Bolehlah, datanglah ke pos kami kapanpun, maaf yah Gio gaya bicara Saya memang seperti membentak-bentak, Saya asli batak jadi keraslah seperti ini, malam tadi ada konser di gedung ini jadi kupikir kau tamu nakal yang belum pulang" ucap pak Roy menjelaskan.
"Tidak apa-apa pak, Saya mengerti, tadipun Saya mencari seseorang yang tiba-tiba menyelinap di Cafe tempat Saya tinggal, tetapi tampaknya Dia sudah pergi, kalo begitu Saya harus kembali ke Cafe lagi yah Pak, selamat malam, selamat bertugas" jawab Gio. Kemudian berpamitan.
"Iya sudah, sana istirahat" ucap Pak Roy.
Di tempat berbeda Camellia duduk diam sambil menutup matanya, Carol yang melihat Adiknya seperti orang yang sedang bersemedi itu, kemudian perlahan memegang tangan Adiknya."Dingin?" Tanya Carol."Tidak kak" jawab Camellia pelan dengan mata masih tertutup dan berpangku tangan dengan tenang."Harusnya kita tidur di Hotel itu saja, agar Kamu tak harus kecapean lagi, keamanan di sana oke punya lho Mill" ucap Carol."Hem ... dan Aku pasti tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, kakak seperti tidak tahu saja sifat wartawan dan fans yang mengejarku, mereka akan melakukan apapun bahkan menggedor pintu kamarku" jawab Camellia."Iya sih, mana fans kamu tua muda lagi, kakek-kakek borjuis pun sudah tak tau malu terang-terangan ingin makan malam denganmu tadi" ucap Carol."Hem ... itulah alasanku ingin pulang, home sweet home" jawab Camellia masih dengan tenang dan menutup
Camellia berbaring dipangkuan Ibunya, sedangkan Ayahnya memijati kaki Anak gadisnya itu, perlakuan mereka terlihat begitu memanjakan Anak gadisnya itu."Tidurlah sayang, Kamu butuh istirahat" ucap Ibunya Milla sambil mengelus-elus rambut putrinya itu."Musikalitas kamu dalam memainkan Biola semakin bagus dan tak tertandingi, Papah sampai terhipnotis tadi dikonser Kamu" sahut Ayahnya Milla sambil memijat lembut jari-jari tangan putrinya itu.Camellia memanglah Violinist termuda berbakat, Dia mengusai semua teknik seperti teknik bowing yang benar, fingering dan musikalitas yang sangat terasah, ini semua Dia dapat karena berlatih konsisten setiap hari tanpa henti, hingga jiwanya dengan Biola menyatu menjadi satu."Yah Dia terlahir dari Ibu seorang cellis dan Bapak seorang Pianis, bibit unggul yang Kita buat hingga menghasilkan berlian seperti Dia, dulu lho Pah, Mamah ingin memberi Dia nama Alice Cellis
Camellia dan Carol keluar dari rumahnya untuk kembali melakukan pertemuan di Hotel semalam. Terlihat para bodiguard dan staf lain sudah berbaris rapih menunggu kehadiran Camellia. Pagi ini Camellia memakai gaun berwarna softblue yang ngepas dibadan, terlihat cantik dengan kombinasi tulle pada bagian dada model sabrina, di lehernya yang terbuka melingkar kalung bermatakan blue safir, satu set dengan giwang, cincin serta gelangnya. Rambutnya digerai lurus dan tak lupa hiasan rambut yang menambah keanggunanya. Sedangkan kaki jenjangnya dihiasi dengan sandal lancip berhak tinggi berwarna navy yang terlihat sangat kontras dengan kulit putihnya. Dalam hal mendandani, Ibunya memang paling sempurna dan tak ada tandinganya. Semua staf terus memandangi kecantikan Bos besarnya itu, Orangtua Camellia memanglah nyonya besar di rumah ini, Carol juga Nona utama dirumah ini, tetapi Bos
Mobil limosin yang Camellia tumpangi, berhenti di depan lobbi utama hotel The Rizh-Buana, terlihat sudah banyak wartawan dan tamu lain yang mau menyapa sang Violist dengan penjagaan yang ketat.Camellia, mengatur nafas sejenak, kemudian menurunkan tangan bersamaan dengan membuka matanya, di luar terlihat sudah banyak kerumunan orang.Dia mengetuk jendela pintu mobil, isyarat itu untuk bodyguard, agar membukakan pintu untuknya, tanda Dia sudah siap keluar.Pintu terbuka, Orang-orang bersiap mengambil gambar, pertama-tama kaki jenjang Camellia keluar, itupun sudah langsung cekrak cekrek, selanjutnya seluruh tubuh Camellia sudah berada di luar Mobil, angin berhembus kencang membuat rambut panjangnya terbang melambai-lambai, penampilanya sangat artistik hingga semua mata terpukau padanya, Dia begitu bersih, putih dan tak ternoda bak seorang Malaikat.Camellia tersenyum pada semua orang yang menunggunya,
"Terimakasih Tuan Danish,sukses selalu untuk Anda dan Nona Milla" ucap Wartawan tersebut kemudian mundur karena sudah puas dengan jawaban dari Danish.Danish dan Camellia mengangguk dengan hormat,mereka terus berjalan di red carpet Lobbi Hotel tersebut,kemudian masuk keruangan jumpa pers di gedung hotel itu.Cukup lama Camellia berada di dalam,membahas kerjasama antara dia dan majalah Globalmode milik keluarga Abraham Angkasa Global.Rumor kerjasama ini sudah sangat dinanti-nanti oleh para wartawan,fans dan kalangan atas,mengingat banyak yang berebut ingin bekerjasama dengan Violist termuda bertalenta itu,dan ternyata rumor yang ditunggu-tunggupun menjadi kenyataan,Globalmode berhasil menggaet sang Violist tak terjamah itu,karena sebelumnya Camellia tak pernah mau bekerjasama dengan majalah lainya termasuk majalah yang mendunia.Namanya sering diulas majalah lain,wartawan dan paparazi yang sengaja membuntutinya atau diula
"Ayo, kita ke restaurant di lantai 48, Mamah Papahku udah nungguin" Ajak Danish pada Camellia.Seperti biasa Camellia hanya tersenyum kemudian melirik pada Carol, Carol menganggukan kepalanya tanda jika Camellia aman, tidak ada jadwal mendesak dan bisa makan siang dengan Danish.Camellia mengangguk pada Danish kemudian berjalan terlebih dahulu, sedangkan Danish berbisik pada Carol."Apakah saya harus bertanya padamu dulu jika ingin berjalan-jalan, menelpon atau mengajak dia makan?" Tanya Danish pada Carol.Carol tertawa kecil dan menutupi bibirnya "iya,harus atas izinku""Wah gawat nih, he-he, Dia emang sesibuk ini setiap harinya?" Tanya Danish lagi."Iya" jawab Carol."Ah ... sungguh kasian" ucap Danish mendesah."Kenapa harus kasian, Dia saja tidak pernah mengeluh, ayo sambil jalan" jawab Carol yang kemudian b
"Apa? Ca-ca-camel" Gio mendadak tergagap, matanyapun membelalak."Bos kamu yang super baik itu gak ngasih tahu? Padahal Dia datang ke konsernya semalem" tanya Andi lagi."Apa? Semalem Dia konser?" Gio semakin histeris."Iya" jawab Andi."Serius?" Tanya Gio lagi, masih belum mempercayai Andi."Sumpah ... " jawab Andi berusaha bersabar, dengan rentetan pertanyaan temanya itu."Kok Aku bisa gak tau yah ndi?" Tanya Gio lagi."Kamu sibuk kuliah dan belajar di Cafe, Kamu bahkan tidak pergi ke lobbi utama Hotel, di sana terpampang poster-poster violinist itu" jawab Andi lagi."sudahlah jangan terlalu dipikirkan, lagian itu konser bukan untuk kalangan orang rendahan seperti kita, harga karcisnya saja puluhan juta, t
"Baiklah" jawab Carol lalu memegangi tangan adik nya itu. Keluarga pemiliki Rizh-Buana terlihat berdiri kembali, tampak terlihat senang, kecuali Rizki yang cuek dan masih duduk sibuk dengan gadget nya. Tetapi tampaknya keluarga itu harus menelan ludah pahit lagi, karena Camelia menuju kemeja lain. "Danish, temani Camelia agar dia mau kembali dan makan bersama kita, cepatan" bisik Abraham pada anaknya Danish. "Pah, biarkan saja, harusnya papah senang dari awal dia memberi penghormatan pertama untuk keluarga kita" jawab Danish santai. "Betulkah itu? Jadi keluarga kita tetap nomor satu?" Tanya Abraham, dengan mata berbinar, "baiklah, biarkan Milla berkenalan juga dengan tamu lain, Papah senang sekali jika begitu artinya ha-ha" lanjutnya sambil tertawa bahagia. Diujung sana Milla terlihat menuju meja tamu lain, Carol memperkenalkan mereka satu persatu
Setibanya di cafe tempat Samuel dan Leonard bernaung, Leonard segera melihat ponsel miliknya, disana tidak ada pesan satupun, dari siapapun. Terlebih lagi dia memang tidak memiliki teman selain samuel, Richie, Alice dan Aurora. Dia bahkan tidak menghubungi keluarga ataupun asisten terpercayanya seperti Oliver juga Justin saat dia sudah memiliki ponsel dari tips yang dia kumpulkan beberapa minggu yang lalu hasil dari ngmen jari jemarinya menekan piano di cafe itu.''Lihat ponsel terus? Berharap seseorang membalas chat mu?'' Goda Samuel sambil membereskan barang belanjaan yang baru saja dibelinya dari Supermarket.''Ya, pas dilihat kosong.'' Keluh Leonard terdengar lemas.''Ya, makanya jangan terlalu berharap pada manusia kalau kamu tidak ingin kecewa.'' Protes Samuel.''Dasar sok bijak.'' Dengus Leonard dan dia kembali membaringkan tubuhnya di atas sofa yang biasa dijadikan tempatnya berbaring.''Sudahlah … jangan terlalu dipikirkan, jika masih kepikiran, itu namanya kamu sedang jatuh
''Mikirin apa, sampai-sampai melayang tanpa nyawa seperti itu?'' tanyaLeonard setengah berbisik.''Aku memikirkan, apa kamu tahu jika aku suruh membeli sauce tomat untuk bahan barbeque nanti malam?" balas Samuel, pertanyaannya keluar dari topik yang sedang dipikirkannya sedari tadi.''Tentu saja aku tahu, perasaan aku tidak sedungu penilaianmu. Eh, ngomong-ngomong tentang orang dungu, kamu tahu jika ada yang lebih dungu daripada aku?'' tanya Leonard, matanya mendadak berbinar, wajahnya yang tadi murung kini ceria.''Siapa? Ibumu?""Opps maaf kawan, kualat," celetuk Samuel lalu segera menutup mulutnya karena telah sembarangan bicara.''Bukan …," jawab Leonard santai saja, karena dia tahu jika Samuel tidak bermaksud menghina ibunya itu, perkataan tadi spontan keluar dari mulutnya saja.''Pamanmu?'' Tebak Samuel lagi.Terlihat Leonard menggelengkan kepalanya, raut wajahnya mulai kesal.''Oliver? Justin?'' Tebak Samuel lagi dan Leonard masih menjawab dengan gelengan kepala alias bukan ked
Pebisnis kaya lain yang juga filantropis pada masa lalu adalah pendiri perusahaan otomotif Ford, Henry Ford yang mendirikan yayasan sumbangan terbesar di Amerika. Juga industrialis Jean Paul Getty yang membuat institusi seni terkaya di dunia. Penulis American Foundations Mark Dowie mengatakan, meski tujuan dari sumbangan yang mereka keluarkan berbeda, mereka memberikan satu motivasi yang sama: "Rasa bersalah, narsisme, paternalisme, keinginan untuk keabadian dan cinta kemanusiaan."Zaman sekarang, tradisi beramal itu tetap ada. Banyak orang menyebut, orang kaya dermawan saat ini adalah filantropis modern. Orang terkaya dunia yang masih hidup, Bill Gates yang punya kekayaan mencapai US$ 79 miliar mendirikan yayasan amal bersama istrinya Melinda Gates pada tahun 2000. Yayasan itu bernama Bill and Melinda Gates Foundation. Bill telah mendonasikan US$ 28 miliar ke yayasannya. Dia juga mengajak orang terkaya kedua dunia, Warren Buffet untuk ikut menyumbang. Buffet secara bertahap mendonasi
Samuel tahu, jika sudah tradisi sebagai seseorang yang menyandang predikat sebagai orang kaya pastinya akan selalu dipertanyakan tentang amal mereka, entah itu pencitraan ataupun benar-benar ingin berbagi hartanya yang sudah sangat melimpah dan tidak akan habis ratusan turunan itu, karena ternyata tradisi tersebut tak hanya terjadi di zaman sekarang saja. Orang terkaya dunia sepanjang masa Andrew Carnegie adalah miliarder pertama yang menjadi filantropis, bahkan sebelum Bill Gates lahir apalagi Mark Zuckerberg menjadi ikon yang digemari para orang kaya yang ingin mengikuti jejaknya.Bahkan pada zaman dahulu, tumbuhnya industri telah menciptakan pemisah kekayaan antara pekerja di bawah dan dengan pimpinan yang kala itu disebut robber baron alias perampok. Robber baron kala itu diartikan sebagai kapitalis dan orang kaya yang tidak bermoral. Dalam rangka mengatasi ketidakseimbangan ini, dan mungkin juga untuk meningkatkan reputasi mereka saat mendekati masa tuanya, beberapa pebisnis terk
Samuel mengangguk-anggukkan kepalanya, meskipun matanya melihat dan membaca barang yang akan dibeli, tetapi telinganya begitu tajam mendengarkan setiap ucapan yang Giovanni lontarkan untuknya, kini dia merasa jika dia benar-benar memiliki seorang teman, sahabat bahkan saudara. Karena sebelumnya dia tidak pernah sedekat ini dengan seseorang, hal ini terjadi bukan karena dia mengetahui bahwa yang bersamanya ini jelmaan miliarder tapi lebih kepada kepribadian Giovanni yang sangat menakjubkan itu, dia rendah hati, tidak mau ambil pusing, setia kawan dan sangat pintar.''Ayo kita lanjutkan perbincangan kita di cafe saja, aku rasa cukup sudah kita berbelanja hari ini.'' Ajak Samuel lalu berbalik arah menuju antrian kasir, Giovanni terlihat mengekor sambil melihat sekeliling.''Apakah aneh?'' tanya Samuel dengan dahi mengkerut.''Maksudnya?'' Giovanni balik bertanya.''Maksudku, kamu seperti orang udik yang baru pertama kali masuk supermarket.'' Jawab Samuel sambil menutupi mulutnya karena m
Sore harinya Samuel mengajak Giovanni untuk pergi ke supermarket dan berbelanja membeli masakan yang akan mereka masak nanti malam, Samuel merencanakan pesta kecil-kecilan untuknya juga sahabat barunya yang baru saja dia dapatkan setelah beberapa minggu ini selalu menemaninya dalam mengelola Cafe.''Oh iya Gio, apa kalian berdua masih berhubungan?'' tanya Samuel ambigu, hingga Giovanni tidak mengerti apa yang dimaksud temannya itu.''Maksudmu apa? Bicaralah yang jelas.'' Jawab Giovanni sambil memilih sesuatu yang dia butuhkan untuk dibeli di supermarket itu.''Maksudku … kamu dan nona selebritis itu.'' Jelas Samuel.''Oh, entahlah … dia tidak membalas beberapa pesan yang aku kirim dari kemarin malam.'' Jawab Giovanni terlihat kekecewaan di wajahnya.''Ah mungkin dia sibuk, kamu sungguh hebat bisa dekat dengan selebritis seterkenal itu.'' Puji Samuel sambil berjalan pelan dan memasuk-masukan barang belanjaannya ke dalam stroller yang sedang di dorongnya itu.''ya … itulah nasib baikku,
''Hanya kamu yang tidak tahu apa-apa, kasihan sekali ck ck ck … sungguh malang nasibmu, apa jadinya jika status anak harammu itu terungkap? Bukan hanya kamu tapi ayah, ibumu dan kakak perempuanmu akan malu, hingga mereka tidak memiliki muka.'' Lanjut Samuel lagi, kali ini dia berniat akan habis-habisan menghina adik tirinya itu dengan maksud supaya dia sadar dan tahu batasan bahwa dirinya dan dia adalah dua orang yang berbeda.''Awas kamu anak buangan, aku akan adukan penghinaanmu ini pada ayah dan ibuku, lihat saja nanti bagaimana ayah akan menghukummu.'' Ancam Rizki karena dia sudah kehabisan kata-kata untuk melawan kakak tirinya itu.''Ya silahkan saja, aku tidak takut.'' Jawab Samuel seolah sengaja menantang adik tirinya itu tanpa memperlihatkan rasa takut sedikitpun, dulu dia memang selalu takut pada ayahnya tapi kini dia tidak merasakan hal itu lagi, kali ini dia benar-benar tidak peduli lagi meskipun harus dicoret dari buku silsilah keluarganya itu.Rizki terlihat begitu marah
Samuel menghentikan gerakan bersih-bersihnya untuk sesaat, dia terlihat tertawa sendiri, kini Rizki yang dibuat geram oleh sikap kakak tirinya itu karena sama sekali tidak terpengaruh dengan semua ejekan dan hinaannya. ''Kenapa tertawa? Apa ada yang lucu?'' tanya Rizki dengan wajah merengut karena heran. Samuel menggelengkan kepalanya dan masih tertawa senang, "apa aku tidak salah dengar? Bahwa kamu memiliki teman? Siapa yang mau berteman denganmu Riz? Hahaha.…'' kini berbalik Samuel yang mengejek adik tirinya itu. ''Apa maksudmu? Tentu saja aku memiliki teman, memangnya kamu? Tinggal di tempat sampah ini dengan sejuta kesepian.'' Dengus Rizki terlihat tidak terima dengan ejekan kakak tirinya itu.''Setahuku tidak ada yang mau berteman dengan orang yang sombong sepertimu. Jadi, daripada melayanimu terus menerus, lebih baik tinggalkan saja. Lama-lama orang sombong itu akan menyesal sendiri karena mereka tak memiliki teman sama sekali. Jadi? Siapa sih temanmu itu? Setahuku kamu tidak
''Ya, terserah kamu saja Riz, hanya saja hari ini kamu tidak akan mendapatkan keinginanmu itu, lagipula... aku sedang sangat sibuk, tidak ada waktu meladenimu.'' Dengus Samuel lalu dia pergi ke belakang dan beberapa saat kemudian datang dengan membawa ember sepaket dengan alat pel lantai.Dia tahu jika meladeni Rizki tidak akan pernah ada habisnya, hal yang bisa dia lakukan adalah mengabaikannya, intinya Jangan biarkan orang yang sombong seperti adik tirinya itu merusak kepercayaan dirinya. Jadi cukup abaikan saja dia dan jangan sampai dia mempengaruhinya. Malah sebaliknya, kalau dia menanggapinya dengan serius, dia bisa semakin menjadi-jadi. Karena menghadapi James sangat berbeda dengan menghadapi seorang teman yang sering bersikap sombong, mereka bisa saja diperlakukan dengan sebaliknya yakni dengan menunjukkan kesederhanaan. Ini bisa menjadi tamparan yang keras buat mereka bahwa tak selamanya bersikap sederhana itu hal yang rendahan.''Sebenarnya apa salahku kak? Kenapa kamu begitu