Share

Bab 94

last update Last Updated: 2022-07-29 10:11:35

Kreeek....

Pintu kamar Yasmin di dorong dari luar. Lelaki itu masuk sambil tersenyum menyeringai ke arah Yasmin. Dilihatnya Yasmin yang tidur berbalut selimut tebal, hanya nampak kepala dengan rambut menutupi sebagian wajah cantiknya.

Riki mendekat lalu menjatuhkan bobot tepat di samping Yasmin. Beberapa menit ia terdiam sambil menatap wajah polos Yasmin tanpa riasan.

"Kamu tetap cantik tanpa make up yang menempel di wajahmu. Dan itu yang membuatku jatuh cinta padamu," ucap Riki lirih.

Perlahan Riki mengelus rambut Yasmin yang terurai berantakan. Wajah lelaki itu kian mendekat, dalam hitungan detik,bibir Riki menempel tepat di bibir Yasmin. Sentuhan tiba-tiba membuat Yasmin terbangun. Matanya membola melihat lelaki yang ia benci sudah berada di depan matanya.

Yasmin memberontak,ia berusaha menjauhkan wajahnya. Namun Riki justru menghimpit tubuhnya. Perlawanan yang ia berikan membuat gejolak dalam diri Riki kian memuncak. Hasrat yang datang menutupi rasa kasihan di hati lelaki itu.
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
aduh Brian kmu lengah .kmu kdna ketembak itu awas juga Gilang .aduh cpt polisi dtng bw Riki itu ringkus .siapa yg ketembak lagi ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 95

    Pov BrianDOR! "Brian!" teriak Om Gilang lalu mendorong tubuhku. Aku tersungkur di lantai dan peluru yang melesat di udara berhenti tepat di dada Om Gilang. Seketika dia ambruk dengan darah segar keluar dan membasahi pakaiannya. Aku syok, kakiku tiba-tiba gemetar. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuh ini. "Om Gilang...." Aku mendekat lalu memeluk tubuhnya yang sudah berlumur darah. "Sekarang giliranmu!" ucap Riki sambil menodongkan pistol ke arahku. DOR! DOR! Aku memejamkan mata kala peluru itu melayang di udara. Mungkin ini hari terakhirku menghirup udara di dunia. Ya Tuhan, apa aku akan mati sekarang juga? “Aw ... sakit!” teriak Riki kesakitan.Seketika aku membuka mata,kulihat bajingan itu merintih kesakitan sambil memegangi lengannya yang penuh darah. “Kamu tak kenapa-napa,kan,Bi?” Suara yang sangat familiar terdengar jelas di belakangku. Aku menoleh,lelaki yang sudah membesarkanku itu berdiri di ambang pintu sambil membawa sebuah pistol.“Brian, tidak kenapa-na

    Last Updated : 2022-07-29
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 96

    Pov Brian“Tolong tunggu di luar,” ucap seorang suster lalu menutup pintu.Aku mondar-mandir di depan ruang IGD. Rasa takut kian besar saat seorang dokter masuk ke ruangan itu dengan tergesa-gesa. "Om Gilang tak kenapa-napa, kan, Pi?" "Kita do'akan saja, Bi."Tak berapa lama orang kepercayaan Papi datang sambil membopong Yasmin. Sontak kami berdua berdiri lalu menuju ke arahnya. "Bawa masuk ke ruang IGD!" perintah Papi. Lelaki itu mengangguk lalu masuk ke ruang IGD. Tak berapa lama ia pun kembali keluar. Sepuluh menit kami duduk dengan gelisah. Menunggu dokter atau suster keluar terasa begitu lama. "Keluarga Yasmin?" panggil seorang suster saat pintu dibuka. "Saya pacarnya, Dok." Papi melirikku tapi tak mengatakan sepatah kata pun. Namun nampak jelas ia tak suka dengan ucapanku. Apa mungkin masih ada cinta untuk Yasmin di hatinya. "Silakan masuk." Aku mengangguk lalu masuk ke ruang IGD. Aku duduk sambil menunggu dokter menuliskan resep untuk Yasmin. Untunglah dia hanya demam d

    Last Updated : 2022-07-30
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 97

    "Yasmin!" teriak seseorang dari luar. Dengan malas kulangkahkan kaki menuju depan. Entah siapa yang membuat rusuh di depan rumah. Tak tahukah jika aku lelah? Aku sudah bosan dengan semua masalah yang datang silih berganti? Aku hanya ingin hidup tenang, Ya Tuhan.Lagi dan lagi Sandra berdiri di depan rumah. Apa mau wanita itu? Bukankah aku sudah berusaha menjauh dari Brian? "Mau apa lagi kamu?" tanyaku datar. Sebisa mungkin kutahan rasa kesal dan marah yang hadir. "Mau apa?" ucapnya sambil melangkah maju. Mendadak perasaanku tak enak. Aku mundur beberapa langkah saat jarak kami semakin dekat. Semenjak kejadian beberapa hari lalu,aku semakin mudah takut. Bayangan Riki menganiayaku selalu hadir. Hidupku selalu diselimuti perasaan bersalah dan berdosa. Bahkan aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Brian dan Gilang. Diri ini terlalu sibuk menata hati. Setelah diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit,belum sekali pun aku bertemu mereka berdua. Aku pulang juga diantar supir,bukan

    Last Updated : 2022-07-31
  • Sisi Lain Pelakor   Diusir Dari Rumah

    Beberapa tahun kemudian"Bagaimana, Farel? Kamu menerima perjodohan ini, kan?" Aku masih mematung. Mulut membungkam tak ada satu kata yang mampu keluar. Azizah, putri seorang dokter spesialis jantung. Dia wanita yang dipilih mama dan papa untuk menjadi istriku. Ya, pilihan kedua orang tuaku tapi bukan dari hati ini. "Kamu menerima perjodohan ini, kan?" Mama menatapku kelat. "Maaf, Ma, Pa aku tidak bisa. Aku tidak mencintai Azizah. Tak mungkin aku menjalani biduk rumah tangga jika hati masih terisi nama wania lain."Senyum yang sempat hadir kini lenyap. Hanya kekecewaan yang tergambar di wajah Azizah dan keluarganya. "Farel!"Aku menggeser kursi kemudian melangkah pergi. Kutinggalkan mereka dengan rasa kecewa yang mendalam. Pintu kututup kemudian menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lelah, aku lelah menjadi boneka yang selalu diatur. Bahkan untuk memilih masa depan aku tak mampu. Apakah ini namanya berbakti hingga menghilangkan hak diri sendiri? Aku tatap langit-langit kamar. Baya

    Last Updated : 2023-07-23
  • Sisi Lain Pelakor   Bertemu Teman Lama

    "Tangkap dia!" teriak seseorang dari belakang. Dengan cepat aku berlari lalu melompat keluar. Kaki terus kupaksakan berlari. Tak perduli betapa lelah diriku ini. Kabur adalah solusi dari pada diam habis diambuk masa, lalu akhirnya mati dengan gelar pencuri. Memalukan. Masyarakat mudah terprovokasi, tanpa mengetahui kebenaran. Mereka menghukum seseorang hanya karena hasutan. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya mati karena tak bisa membela diri. "Berhenti! Berhenti!" Suara itu semakin dekat.Aku terus berlari, menyelip ke sana kemari. Beberapa kali aku hampir terhuyung lalu jatuh. Beruntung banyak orang di terminal hingga menyulitkan mereka untuk mengejarku. Berdiri di belakang tembok, kuatur napas yang tersengal. Seakan oksigen tak mampu masuk ke paru-paru. Kupindai sekeliling, aman. Aku lolos dari kejaran mereka. Semua karena wanita itu. Awas saja kalau sampai bertemu! Suara cacing meronta meminta haknya. Aku melangkah pelan mencari warung makan. Berkali-kali aku mengamati kea

    Last Updated : 2023-09-30
  • Sisi Lain Pelakor   Bertemu

    Jarum jam seakan diam, waktu seolah tak bergerak. Aku duduk di lobi rumah sakit. Sesekali kutatap orang berlalu lalang, masuk dan pergi silih berganti. Menunggu, sesuatu yang sangat kubenci. Namun justru kulakukan setiap waktu. Ya, menunggu bertemu dengan Yasmin. Hanya itu menunggu yang tak membuat lelah. Tapi membuat rasa sakit kian menusuk sanubari. "Sudah lama, Rel?" Arman keluar lalu berdiri tepat di samping kiriku. Kedatangannya menghapus bayangan Yasmin yang sempat hadir. Sebegitu menyiksa kata rindu itu. "Lumayan bikin pinggang mau patah, Ar."Lelaki itu tertawa lalu membantuku berdiri. Rasa nyeri akibat tinju dan pukulan semakin terasa. Hingga melangkahkan kaki begitu sulit. "Pelan-pelan, Bro," ucapnya. Aku hanya mengangguk lalu naik ke mobil dengan hati-hati. "Makan dulu atau langsung pulang?" tanyanya sambil melajukan mobil meninggalkan halaman rumah sakit. "Aku gak laper, Ar. Ingin segera merebahkan tubuh. Cepek.""Oke."Jalanan begitu ramai kendaraan berlalu lalang

    Last Updated : 2023-12-08
  • Sisi Lain Pelakor   Meminta Penjelasan

    "Ya ... Yasmin."Wanita itu terkejut melihat keberadaanku. Namun berusaha ia tutupi dengan seulas senyum yang ia paksakan. "Kamu mengenalnya, Rel?" tanya Arman sambil menatapku lalu menatap Yasmin bergantian. Ada yang berdenyut melihat tatapan lelaki itu. Matanya memancarkan perasaan yang begitu dalam. Cinta, dia merasakan hal yang sama, seperti aku. "Dia ....""Saya tidak mengenalnya, Tuan."JLEPAda yang menusuk sanubari, tapi bukan belati. Hanya luka yang tak kunjung pergi. Rasanya bagai mengakar dan semakin kokoh. Aku benci keadaan ini. "Dia Amara, Rel. Wanita sering kuceritakan padamu.""Farel." Aku mengulurkan tangan ke arahnya. Dengan sedikit ragu ia menerimanya. "Amara." Satu kata keluar dari mulutnya. Amara atau Yasmin? Bukankah dia orang yang sama? Tapi kenapa Amara, bukan Yasmin? Aku genggam tangan itu untuk beberapa saat. Genggaman ini masih sama. Bahkan senyum dan suaranya sama persis dengan Yasmin. Aku mengenalnya, tak mungkin aku salah orang. "Maaf, Mas." Dia me

    Last Updated : 2023-12-09
  • Sisi Lain Pelakor   Kejujuran

    "Kenapa kamu begitu, Amara?" tanyaku lagi. Amara menelan ludah dengan susah payah lalu mundur hingga menempel di wastafel. Wajahnya tegang, terlihat jelas ia sangat ketakutan. "Akan aku jelaskan, Rel." Amara menghela napas lalu melangkah dan duduk di kursi. Aku tatap wajah wanita yang kini duduk di hadapanku. Bibir tipis, alis tebal, hidung bangir dan rambut panjang, dia masih sama seperti dulu. Dia masih Yasminku. Namun kini namanya bukan Yasmin, melainkan Amara. Entah kenapa dia mengganti nama indah itu, aku sendiri tak tahu. Kini saatnya aku mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang beberapa hari menyiksa diri ini. "Kenapa?" tanyaku lagi. Yasmin menatap lurus ke depan. Tatapan mata penuh luka tergambar jelas di sana. Dia kembali menghela napas, seakan kata itu sulit untuk diucapkan. "Kamu tahu, Rel. Bayangan luka masa lalu selalu menghantuiku. Rasa bersalah terus berlari mengejarku. Setiap kali nama Yasmin disebut, luka itu selalu terbuka. Bahkan semakin membesar. Aku berlari

    Last Updated : 2023-12-12

Latest chapter

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 134

    "Makan ya, Rel," bujuk Mama seraya mendekatkan sendok ke arahku. Aku menoleh, kembali fokus menatap awan yang terlihat dari jendela kamar. Saat ini aku tengah terkulai lemas di atas ranjang khas rumah sakit. Beberapa hari yang lalu aku terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena jatuh pingsan di kamar mandi. "Jangan dibiarkan kosong perutnya, Rel. Kamu tahu, kan harus bagaimana? Jangan hanya pandai menasihati pasien, sementara kamu sendiri tidak melalukan hal itu."Aku masih membisu. Netraku masih tertuju pada titik yang sama. Langit siang hari di Kota Jakarta. Bukan langit biru dengan burung yang menari di sana. Namun langit yang tertutup oleh awan putih akibatnya banyaknya pencemaran udara. "Rel, jangan seperti ini, Nak. Kamu harus sembuh demi ...""Demi siapa, Ma? Demi memenuhi obsesi Papa. Percuma aku sembuh jika hidupku terasa mati. Aku hidup tapi mati."Isak tangis kembali terdengar di telinga. Siapa lagi kalau buka Mama. Namun kali ini aku memilih bungkam. Tenggelam dalam ras

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 133

    Yasmin luruh di lantai. Tangisnya pecah detik itu juga. Penyesalan pun hadir, bahkan menyesakkan dada. Maafkan aku, Rel. Aku salah mengira. Aku pikir kamu tega meninggalkan aku dan Naura hanya karena harta. Tapi justru kamu yang berkorban untuk Naura. Farel... Pulanglah. Butiran-butiran kristal telah membanjiri pipi. Bahkan surat pemberian Farel telah baca oleh air mata. Ya Allah, haruskah kami berpisah untuk kedua kalinya? Dipisahkan dengan orang kita sayangi itu memang berat. Apalagi jika perpisahan itu terjadi karena keadaan. Itu jauh lebih menyakitkan dari dikhianati. ***Hari demi hari Yasmin lewati dengan kesedihan. Tawanya memang terdengar, tapi hanya untuk menutupi sunyi dan luka dalam sanubari. Farel memang meninggalkan dirinya. Namun lelaki itu telah menyiapkan aset untuk Yasmin dan Naura. Tanggung jawab seorang ayah meski tak dapat terus bersama. "Owek... Oweek..."Tangis Naura menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Semakin mendekati kamar, suara itu semakin keras.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 132

    "Dokter, ada yang ingin saya bicarakan.""Langsung saja, Dok!" jawab Harun dengan mata fokus menatap layar laptop. "Dokter Farel melakukan kesalahan lagi, Dok."Harun mengalihkan pandangannya. "Maksudnya?""Dokter Farel salah memberikan resep, Dok.""Apa!" pekik Harun. Seketika Harun menutup laptopnya. Dia bergegas menuju ruangan putranya. Sepanjang jalan dia mengumpat dalam hati. Lagi-lagi merutuki kecerobohan putranya. "Percuma kuliah tinggi-tinggi, ngasih resep saja gak becus!" BRAK! Pintu berwarna abu itu didorong kasar. Suara keras sontak membuat Farel tersentak, kaget. Lelaki yang tengah fokus itu membawa artikel seketika mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya kamu salah memberikan resep, Rel! Apa gunanya kuliah tinggi, obat asma saja gak ngerti!"Farel masih diam, dia enggan membalas makian Harun. Pikirannya sudah lelah karena terus memikirkan keadaan istri dan putri semata wayangnya. Berpisah dengan keluarga membuat hidupnya mati. Ya, dia hidup tapi mati. Harun terus mema

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 131

    "Sayang, titip Naura ya," ucap Farel sebelum mobil yang membawa Yasmin dan Naura pergi dari hadapannya. "Doakan Naura sembuh agar kita dapat berkumpul kembali."Farel mengangguk dan tersenyum datar. Sebisa mungkin ia tutupi kemelut dalam rongga dadanya. Lelaki itu tak ingin istrinya curiga dan membatalkan keberangkatannya ke Singapura. * Flashback *Satu bulan yang lalu. "Yas," panggil Farel lirih. Saat ini mereka berada di ruang rawat inap. Suasana sunyi membuat suara lirih terdengar begitu jelas. Yasmin pun menoleh, menatap lelaki yang duduk di kursi, tepat di hadapannya. "Aku sudah mencari donasi untuk pengobatan Naura.""Sudah dapat, Rel?"Farel mengangguk pelan. Detik itu mulutnya begitu kelu. Kalimat yang sedari tadi menari di kepalanya mendadak hilang, meninggalkan mulut yang tertutup, membisu. "Secepat ini, Rel? Yakin ini bantuan dari yayasan?""Iya. Aku dapat dari teman lama. Kamu tahu, kan. Aku mantan dokter, jadi tahu akses untuk mendapatkan bantuan dari yayasan." Fa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 130

    Satu minggu kemudian"Rel, gendongnya gimana?" Yasmin melirikku, dia nampak bingung bagaimana cara menggendong Naura. "Kamu bawa tasnya saja, Yas."Aku meletakkan tas berisi keperluan Naura selama di rumah sakit. Dengan hati-hati, aku gendong bayi mungil ini. Yasmin hanya diam, memperhatikan caraku menggendong bayi yang baru berusia 12 hari. "Kamu pinter banget, Rel.""Hem!""Iya lupa, kamu lebih jago dari aku." Yasmin tersenyum samar. Setelah semua urusan selesai, kami pun segera meninggal rumah sakit. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Yasmin menatap wajah mungil yang ada di dalam pangkuanku. Senyum tergambar jelas di wajah ayunya. Yasmin bahagia, begitu pula diriku. "Dia cantik ya, Pa."Aku tersenyum mendengar kata itu. Papa... entah kenapa aku tergelitik kala Yasmin memanggilku dengan sebutan itu. Ternyata aku sudah benar-benar tua. Sudah ada ekor ke mana pun aku pergi. "Kenapa mesem begitu? Aku salah ngomong ya?""Enggak.""Lalu kenapa kamu tertawa? Aku tersenyum lebar. "

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 129

    "Boleh, tapi ada syaratnya, Rel.""Papa.""Iya ini Papa.""Tolong bantu Farel, Pa."Aku mengiba, dengan sengaja menurunkan harga diri yang sempat kujunjung tinggi. Aku menyerah, mengalah demi Yasmin dan putri kecil kami. "Ada syaratnya, Farel.""Syarat... Maksud Papa?""Farel... Farel, kamu lupa... di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua hal harus ada timbal baliknya, bukan?"Aku diam, kepala mencoba mencerna setiap kata yang terucap dari mulut Papa. Entah setan apa yang kini mendiami kepala Papa. Pola pikirnya tak seperti dulu. Papa telah berubah. "Apa yang Papa mau?""Papa akan kirimkan sejumlah uang. Kamu kirimkan no rekening sekarang!""Lalu apa yang Papa mau dariku?""Nanti Papa beritahu.""Tapi, Pa.""Pikirkan dulu kesehatan anak dan istrimu, Farel."Sambungan dimatikan sepihak. Meski belum puas dengan penjelasan Papa, aku memilih diam dan menerima penawarannya. Karena hanya itu satu-satunya harapan yang aku punya. Setelah mengirimkan nomor rekening yang baru. Aku segera m

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 128

    "Yasmin!"Farel segera berlari mendekati istrinya yang tergeletak di lantai tepat di depan kamar mandi. Yasmin pingsan beberapa saat yang lalu. "Yasmin, kamu kenapa?" Farel kebingungan melihat Yasmin tak bergerak. Farel menyentuh pipi istrinya, tapi Yasmin masih diam saja. Refleks Farel mengangkat tubuh Yasmin. Tertatih ia membopong tubuh Yasmin ke dalam kamar. Farel berusaha menguasai diri. Dia tepis rasa khawatir yang bersemayam dalam dadanya. Suami mana yang tak khawatir dan panik melihat istrinya tak sadarkan diri. Apalagi dalam kondisi mengandung. Dengan cekatan Farel memeriksa denyut nadi perempuan di hadapannya. Seketika wajah lelaki menegang kala melihat cairan merah yang mengalir di kaki istrinya. Tanpa pikir panjang, Farel berlari ke luar. Dia berusaha meminta bantuan tetangganya. Tidak lama sebuah mobil berhenti di jalan depan rumah Farel. Farel dan seorang lelaki dengan hati-hati membopong tubuh Yasmin. Mereka merebahkan Yasmin di jok bagian tengah."Tolong cepat ya,

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 127

    "Papa."Mataku melotot melihat lelaki yang kini berdiri di hadapanku. Lelaki yang sejak semalam kupikirkan kini berdiri di depan mata. Namun dengan wajah merah padam. "Siapa tamunya, Rel?"Aku masih diam, pertanyaan Yasmin bagi angin lalu. Hanya lewat tanpa singgah apalagi menetap. "Mama dan Hazna mana?" tanyanya dengan netra menelisik setiap sudut ruangan ini. "Ada di dalam, Pa. Papa masuk dulu!""Gak sudi! Suruh mama dan Hazna keluar, sekarang!" pekiknya. "Kok lama, siapa tamunya, Mas?"Aku menoleh ke belakang. Yasmin sudah berdiri dengan wajah menunduk, ketakutan. "Papa," ucap Mama dan Mbak Hazna serempak. Hening menyelimuti ruangan ini beberapa saat. Ada takut dan tegang yang membuat suasana tidak lagi kondusif. Tatapan papa mampu membuat semua orang menciut, terutama Yasmin. "Ayo pulang, Ma, Hazna!""Dari mana Papa tahu aku dan mama berada di sini?" tanya Mbak Hazna ketika berada di sampingku. "Tak penting, pulang sekarang!""Sabar, Pa! Semua bisa dibicarakan dengan baik-

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 126

    "Mama... Mbak Hazna."Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanya sebuah pelukan yang mampu melukiskan betapa rindu hatiku ini. "Lepas, Rel!" Mbak Hazna mendorong tubuhku hingga menjauh. "Kamu mau Mbakmu ini mati kehabisan napas?"Aku tersenyum sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Aku terlalu bahagia hingga mengapresiasikan rasa itu secara berlebihan. Mbak Hazna tak tahu, betapa aku sangat merindukan dia dan mama. "Ma, Mbak," panggil Yasmin seraya mencium penggung kedua wanitaku dengan khitmad. Sempat kulihat keraguan yang nampak di wajah istriku. Namun seketika berubah kala mama dan Mbak Hazna menyambut dengan pelukan hangat. Ini adalah momen yang selalu aku nantikan. Kami berkumpul tanpa rasa benci dan amarah. Kami hidup menjadi keluarga yang utuh dan bahagia. Namun perjuangan kami belumlah selesai. Aku dan Yasmin harus berusaha keras melunakkan hati papa yang sekeras baja. "Disuruh diem di situ, Rel? Tante sama Mbak Hazna capek berdiri begitu."Seketika aku terkesiap kemudian se

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status