Share

Bab 97

Author: Dyah Ayu Prabandari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Yasmin!" teriak seseorang dari luar.

Dengan malas kulangkahkan kaki menuju depan. Entah siapa yang membuat rusuh di depan rumah. Tak tahukah jika aku lelah? Aku sudah bosan dengan semua masalah yang datang silih berganti? Aku hanya ingin hidup tenang, Ya Tuhan.

Lagi dan lagi Sandra berdiri di depan rumah. Apa mau wanita itu? Bukankah aku sudah berusaha menjauh dari Brian?

"Mau apa lagi kamu?" tanyaku datar. Sebisa mungkin kutahan rasa kesal dan marah yang hadir.

"Mau apa?" ucapnya sambil melangkah maju. Mendadak perasaanku tak enak.

Aku mundur beberapa langkah saat jarak kami semakin dekat. Semenjak kejadian beberapa hari lalu,aku semakin mudah takut. Bayangan Riki menganiayaku selalu hadir. Hidupku selalu diselimuti perasaan bersalah dan berdosa. Bahkan aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepada Brian dan Gilang. Diri ini terlalu sibuk menata hati. Setelah diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit,belum sekali pun aku bertemu mereka berdua. Aku pulang juga diantar supir,bukan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Vidita Yulia
Iyaa kirain juga bakal sm farel
goodnovel comment avatar
Novena
lanjut dong,season 2 yasmin dan farel yah
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
ka novel ini kapat terbit nya seasen k 2 dn masi penasaran kelanjuta nya Yasmin ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sisi Lain Pelakor   Diusir Dari Rumah

    Beberapa tahun kemudian"Bagaimana, Farel? Kamu menerima perjodohan ini, kan?" Aku masih mematung. Mulut membungkam tak ada satu kata yang mampu keluar. Azizah, putri seorang dokter spesialis jantung. Dia wanita yang dipilih mama dan papa untuk menjadi istriku. Ya, pilihan kedua orang tuaku tapi bukan dari hati ini. "Kamu menerima perjodohan ini, kan?" Mama menatapku kelat. "Maaf, Ma, Pa aku tidak bisa. Aku tidak mencintai Azizah. Tak mungkin aku menjalani biduk rumah tangga jika hati masih terisi nama wania lain."Senyum yang sempat hadir kini lenyap. Hanya kekecewaan yang tergambar di wajah Azizah dan keluarganya. "Farel!"Aku menggeser kursi kemudian melangkah pergi. Kutinggalkan mereka dengan rasa kecewa yang mendalam. Pintu kututup kemudian menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lelah, aku lelah menjadi boneka yang selalu diatur. Bahkan untuk memilih masa depan aku tak mampu. Apakah ini namanya berbakti hingga menghilangkan hak diri sendiri? Aku tatap langit-langit kamar. Baya

  • Sisi Lain Pelakor   Bertemu Teman Lama

    "Tangkap dia!" teriak seseorang dari belakang. Dengan cepat aku berlari lalu melompat keluar. Kaki terus kupaksakan berlari. Tak perduli betapa lelah diriku ini. Kabur adalah solusi dari pada diam habis diambuk masa, lalu akhirnya mati dengan gelar pencuri. Memalukan. Masyarakat mudah terprovokasi, tanpa mengetahui kebenaran. Mereka menghukum seseorang hanya karena hasutan. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya mati karena tak bisa membela diri. "Berhenti! Berhenti!" Suara itu semakin dekat.Aku terus berlari, menyelip ke sana kemari. Beberapa kali aku hampir terhuyung lalu jatuh. Beruntung banyak orang di terminal hingga menyulitkan mereka untuk mengejarku. Berdiri di belakang tembok, kuatur napas yang tersengal. Seakan oksigen tak mampu masuk ke paru-paru. Kupindai sekeliling, aman. Aku lolos dari kejaran mereka. Semua karena wanita itu. Awas saja kalau sampai bertemu! Suara cacing meronta meminta haknya. Aku melangkah pelan mencari warung makan. Berkali-kali aku mengamati kea

  • Sisi Lain Pelakor   Bertemu

    Jarum jam seakan diam, waktu seolah tak bergerak. Aku duduk di lobi rumah sakit. Sesekali kutatap orang berlalu lalang, masuk dan pergi silih berganti. Menunggu, sesuatu yang sangat kubenci. Namun justru kulakukan setiap waktu. Ya, menunggu bertemu dengan Yasmin. Hanya itu menunggu yang tak membuat lelah. Tapi membuat rasa sakit kian menusuk sanubari. "Sudah lama, Rel?" Arman keluar lalu berdiri tepat di samping kiriku. Kedatangannya menghapus bayangan Yasmin yang sempat hadir. Sebegitu menyiksa kata rindu itu. "Lumayan bikin pinggang mau patah, Ar."Lelaki itu tertawa lalu membantuku berdiri. Rasa nyeri akibat tinju dan pukulan semakin terasa. Hingga melangkahkan kaki begitu sulit. "Pelan-pelan, Bro," ucapnya. Aku hanya mengangguk lalu naik ke mobil dengan hati-hati. "Makan dulu atau langsung pulang?" tanyanya sambil melajukan mobil meninggalkan halaman rumah sakit. "Aku gak laper, Ar. Ingin segera merebahkan tubuh. Cepek.""Oke."Jalanan begitu ramai kendaraan berlalu lalang

  • Sisi Lain Pelakor   Meminta Penjelasan

    "Ya ... Yasmin."Wanita itu terkejut melihat keberadaanku. Namun berusaha ia tutupi dengan seulas senyum yang ia paksakan. "Kamu mengenalnya, Rel?" tanya Arman sambil menatapku lalu menatap Yasmin bergantian. Ada yang berdenyut melihat tatapan lelaki itu. Matanya memancarkan perasaan yang begitu dalam. Cinta, dia merasakan hal yang sama, seperti aku. "Dia ....""Saya tidak mengenalnya, Tuan."JLEPAda yang menusuk sanubari, tapi bukan belati. Hanya luka yang tak kunjung pergi. Rasanya bagai mengakar dan semakin kokoh. Aku benci keadaan ini. "Dia Amara, Rel. Wanita sering kuceritakan padamu.""Farel." Aku mengulurkan tangan ke arahnya. Dengan sedikit ragu ia menerimanya. "Amara." Satu kata keluar dari mulutnya. Amara atau Yasmin? Bukankah dia orang yang sama? Tapi kenapa Amara, bukan Yasmin? Aku genggam tangan itu untuk beberapa saat. Genggaman ini masih sama. Bahkan senyum dan suaranya sama persis dengan Yasmin. Aku mengenalnya, tak mungkin aku salah orang. "Maaf, Mas." Dia me

  • Sisi Lain Pelakor   Kejujuran

    "Kenapa kamu begitu, Amara?" tanyaku lagi. Amara menelan ludah dengan susah payah lalu mundur hingga menempel di wastafel. Wajahnya tegang, terlihat jelas ia sangat ketakutan. "Akan aku jelaskan, Rel." Amara menghela napas lalu melangkah dan duduk di kursi. Aku tatap wajah wanita yang kini duduk di hadapanku. Bibir tipis, alis tebal, hidung bangir dan rambut panjang, dia masih sama seperti dulu. Dia masih Yasminku. Namun kini namanya bukan Yasmin, melainkan Amara. Entah kenapa dia mengganti nama indah itu, aku sendiri tak tahu. Kini saatnya aku mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang beberapa hari menyiksa diri ini. "Kenapa?" tanyaku lagi. Yasmin menatap lurus ke depan. Tatapan mata penuh luka tergambar jelas di sana. Dia kembali menghela napas, seakan kata itu sulit untuk diucapkan. "Kamu tahu, Rel. Bayangan luka masa lalu selalu menghantuiku. Rasa bersalah terus berlari mengejarku. Setiap kali nama Yasmin disebut, luka itu selalu terbuka. Bahkan semakin membesar. Aku berlari

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Arman

    "Apa tadi, Rel? Amara mabuk laut." Arman menatapku penuh tanda tanya. Kali ini apa yang harus kujelaskan? Sial, kenapa harus keceplosan. "Iya, Amara mabuk laut. Dia akan muntah saat naik kapal atau perahu." Yasmin menatapku tajam. Bukankah yang kukatakan benar? Dia memang mabuk laut. Teringat dulu saat kami melakukan perjalanan dari Bali ke Jakarta menggunakan mobil. Wanita itu muntah hingga merepotkan diriku. Kejadian yang hingga saat ini selalu terbayang, bahkan tak akan pernah terlupakan. Di Bali kami dipertemukan. Bermula rasa iba lalu tumbuh benih cinta. Sekenario Tuhan tak ada yang bisa menyangka. "Dari mana kamu tahu sedetail itu, Rel?" Aku dan Amara saling pandang. Sempat kulihat raut ketakutan di sana. Sebegitu takutkah kamu, Yasmin? Ada yang berdenyut di hati ini. Benarkah ia ingin menghapus kenangan kita? Tak adakah ruang di hatinya untukku? "Kemarin sempat cerita, Bro.""Ow, kirain."Yasmin dan Arman bernapas lega. Namun tidak denganku. Luka itu semakin tertancap d

  • Sisi Lain Pelakor   Tamparan

    "Kamu!" ucap kami serempak. Aku dan wanita saling tunjuk, raut terkejut terlihat jelas di sana. Mungkin sama seperti ekspresiku saat ini. "Kalian saling kenal?" Arman menatap kami bergantian. Raut tanda tanya tergambar jelas di sana. "Dia wanita gila yang menuduhku maling, Ar!" Aku arahkan jari telunjuk ke wajahnya. "Gara-gara dia aku hampir babak belur dihajar massa. "Bukan begitu Mas Dokter, dia tu mencurigakan. Makannya waktu HP aku jatuh ...Aku pikir dia malingnya." Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin aku layangkan ke pipinya. Namun sadar, dia seorang wanita. Tidak pantas jika seorang lelaki melakukan hal itu. Meski sebenarnya sikapnya sangat keterlaluan. "Makanya lain kali dicari, jangan asal nuduh orang!" "Ma-maaf, Mas." "Ha ha ha... Kalian itu lucu, jangan-jangan jodoh lagi," ledek Arman sambil tertawa cekikikan. "Ngawur!" Mataku melotot ke arahnya. Namun Arman justru semakin tertawa lepas. "Oke Meta, silakan tiduran." Arman masih saja menahan tawa. Apa y

  • Sisi Lain Pelakor   Kejujuran Farel

    "Mbak Alin!" teriak wanita dari dalam. "Tolong jangan katakan apa pun, Rel. Aku mohon." Yasmin menyatukan kedua tangan lalu menempelkannya di dada. Tatapan mengiba ia berikan padaku. Aku menghela napas dan terpaksa mengangguk demi dia, wanita yang kucintai. Meski hati menentang tapi tetap kulakukan. Sebenarnya percuma bahagia jika kebohongan menyelimutinya. Topeng yang ia pasang pasti akan terlepas. Jika itu terjadi kehancuran berada di depan mata. "Makasih, Rel. Kamu memang teman terbaik."Sakit tak berdarah yang sebenarnya ketika kita mencintai dia dengan segenap jiwa raga. Namun dia hanya menganggap kita teman. "Siapa sih, Mbak?" "Kamu!" ucapku saat melihat siapa yang keluar. Tuhan, kenapa aku selalu dipertemukan dengan wanita gila ini? "Kalian saling kenal?""Dia lelaki yang kutuduh maling itu, Mbak."Akhirnya mengaku juga wanita itu. "Farel tak mungkin melakukannya. Dia lelaki yang sangat baik, Met. Dia selalu berkorban untuk temannya. Dia selalu membantu siapa saja mesk

Latest chapter

  • Sisi Lain Pelakor   Restu Mama

    "Mbak Hazna gak salah ngomong?""Apa wajahku terlihat bercanda? Sejak kapan aku ngawur saat membahas masalah penting ini?"Mulutku kembali bungkam. Perkataan kakaku tak bisa diganggu gugat. Aku tahu betul, dia tak pernah main-main jika membahas masalah pernikahan. "Apa alasan Mbak Hazna menerima Yasmin?"Mbak Yasmin menghela napas. Air putih dalam gelas ia habiskan dalam sekali teguk. Kemudian tatapan tajam ia layangkan padaku. Ini masalah serius. "Itu perkataan sebelum mama masuk rumah sakit."Seketika perasaan bersalah tumbuh dan mendominasi. Keegoisanku membuat mama jatuh sakit. Anak macam apa aku ini? "Ini bukan salahmu, Rel. Kamu pantas bahagia. Mbak tahu, banyak keinginan yang terpaksa kamu tinggalkan demi mematuhi perintah papa. Sudah saatnya kamu bahagia, Farel."Setelah percakapan itu, aku segera pergi menuju apartemen Mbak Hazna. Apalagi yang akan kulakukan selain bertemu Yasmin. Baru beberapa jam tapi rindu terus membelenggu. Aku tak bisa jauh dari perempuan itu. Siulan

  • Sisi Lain Pelakor   Permintaan Hazna

    "Stop, Farel!"Seketika aku dan Yasmin menoleh ke belakang. Pintu lift yang semula tertutup kini sudah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan jas dokter berdiri sambil menatap tajam padaku. Dokter Akbar, pemilik rumah sakit sekaligus ayah kandungku. "Ikut Papa!"Yasmin semakin mempererat genggaman tangannya saat kami keluar dari lift. Keringat dingin meluncur bebas dari kening. Wanitaku ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, Yas."Aku pererat genggaman ini. Memberi kekuatan jika semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu di depan untuk memberinya perlindungan. Sepanjang kaki melangkah semua mata menatap ke arah kami. Lebih tepatnya ke arah Yasmin. Bisik-bisik dan ucapan tak mengenakan mewarnai langkah kami. Sesekali Yasmin mengalihkan pandangan, tangan kirinya menyeka sudut netra. Dia menangis tanpa bersuara. Pintu ruang direktur utama terbuka lebar. Papa melangkah masuk, diikuti kami di belakang. Jantungku berdetak kencang kala pintu itu tertutup rapat. Kini kami saling diam deng

  • Sisi Lain Pelakor   Kembali ke Jakarta

    "Azizah!" Mataku terbuka lebar kala melihat wanita yang berdiri di hadapan. Dia masih sama seperti saat aku menolaknya. Senyum manis penuh ketulusan dia berikan padaku, lelaki yang membencinya karena sebuah perjodohan. "Kalian?" Aku menatap Azizah dan Arman bergantian. Sebuah kecurigaan tampak jelas di netra ini. "Boleh aku duduk, Bang Farel?" tanyanya menghentikan pertanyaan yang belum sempat aku ucapkan. Sebuah anggukan kuberikan sebagai jawaban saat mulut tak sanggup mengeluarkan kata. Azizah pun tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk di antara kami. Sungguh keadaan ini membuatku tak nyaman, aku ingin pergi dan menghilang dari sini. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini, Za?""Dia tahu dariku, Rel."Aku menghela napas kasar, mengeluarkan rasa kesal yang sempat memenuhi rongga dada. Aku sudah menduga, kedatangan Azizah pasti ada hubungannya dengan Arman. Apa ini rencana Arman untuk memisahkan aku dan Yasmin? "Amara alasan kamu melakukan ini?" Aku tatap tajam lelaki yang masih be

  • Sisi Lain Pelakor   Perempuan yang Bersama Arman

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku membenci keadaan ini. Kenapa selalu berada di situasi seperti ini? "Maaf, Bu Zazkia. Saya akan segera menikah."Wajah yang semula antusias mendadak berubah masam. Senyum yang tadi hadir sirna dalam sekejap mata. Dia kecewa. "Oh, menikah? Maaf, saya tidak tahu jika kamu sudah memiliki calon istri, Rel. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Maaf jika lancang dan membuatmu tak nyaman."Seulas senyum keterpaksaan nampak di wajahnya. Dia pura-pura tersenyum meski hati tersiksa. Lagi-lagi dunia penuh dengan drama dan sandiwara. Namun beruntung karena dia tak memaksaku untuk mengatakan iya. "Tak apa, Bu. Lagi pula semua orang bebas mengeluarkan pendapat, bukan? Negara ini saja mengikuti paham demokrasi, apa lagi kita yang hidup berdampingan satu dan lainnya.""Sekali lagi selamat, Rel."Aku mengangguk lalu segera berpamitan dengan wanita itu. Pergi secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Karena terus menerus bertemu dengan dia akan menci

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Atasan

    "Kamu....""Iya aku, pelanggan yang kamu tinggal sebelum sempat memesan." Wanita itu berjalan mendekat, terdengar sepatu yang beradu dengan lantai."Dia pemilik restoran ini." Mati. Kali ini aku akan dipecat. Tamatlah riwayatku! Ternyata begitu sulit bekerja sebagai pelayanan. Salah sedikit berdampak pemecatan. "Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud mengabaikan pelanggan. Saya hanya ingin menolong pelanggan yang lain. Tolong, jangan pecat saya, Bu."Wanita itu tersenyum hingga tampak gigi kelinci. "Siapa yang mau memecat kamu, Farel?"Aku menautkan dua alis, dari mana wanita itu tahu namaku? "Saya justru berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan orang itu.""Ja-jadi saya tidak dipecat?""Jelas tidak, mana mungkin saya memecat karyawan yang rajin seperti kamu." Aku mengangguk, seulas senyum terbit dari bibir ini. "Saya heran, kenapa kamu bisa tahu jika lelaki itu tersedak? Sementara jarak meja saya dengan lelaki itu cukup jauh."Aku hanya tersenyum, tidak mungkin aku jelaskan si

  • Sisi Lain Pelakor   Bekerja di Restoran

    Aku berlari menuju kerumunan. Perasaanku semakin tak enak. Semoga saja itu bukan Yasmin. Semoga bukan dia. "Permisi!""Permisi!"Aku menelusup masuk ke kerumunan. Darah berceceran di trotoar dan jalan sekitarnya. Wanita yang lelaki itu maksud sudah terbujur kaku dengan koran sebagai penutup tubuhnya. Rambut hitam wanita itu sama persis dengan Yasmin. Jangan-jangan dia memang wanitaku. Tidak... Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmin tidak boleh meninggalkan diriku. "Ya... Yasmin, kenapa kamu tinggalin aku," isakku. Perlahan kubuka koran yang menutupi wajahnya. Jantungku berdetak, rasa takut kembali hadir. Bagaimana jika ini benar-benar Yasmin? Apa yang akan kulakukan? Bisakah aku menerima kenyataan pahit ini? "Mas kenal mayat itu?" tanya seseorang menghentikan gerakan tangan ini."Dia Yasmin, kekasih saya." "Sejak kapan aku jadi kekasihmu, Rel?" Aku mendongak, Yasmin berdiri di belakang sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Perlahan aku berdiri, niat untuk membuka koran itu

  • Sisi Lain Pelakor   Meninggalkan Rumah Arman

    Aku dan Yasmin saling pandang. Kami bingung harus menjawab apa. Situasi ini di luar dugaan kami. "Tante mendengar percakapan kami?" tanyaku sedikit ragu. "Jadi kamu mantan wanita simpanan?" Tante Mayang menatap tajam mata Yasmin. "I-iya, Bu. Sebenarnya nama asli saya Yasmin bukan Amara. Saya man... mantan wanita simpanan pengusaha terkenal. Saya pernah diperkosa dan dilecehkan," ucapnya dengan suara bergetar. Tak berapa lama cairan bening berlomba-lomba turun hingga membasahi pipinya. Mengungkapkan kenyataan pahit tidaklah mudah. Tetapi Yasmin mampu meski keadaan yang menuntutnya untuk melakukan itu. "Astagfirullah ... Ya Allah." Tante Mayang mengelus dadanya. Terkejut, marah dan benci melebur menjadi satu di hatinya. "Maafkan saya, Bu. Saya tidak bermaksud berbohong. Hanya....""Kamu ingin mendapatkan Arman lalu menutupi semuanya. Bukan begitu, Amara?""Ti-tidak seperti itu, Bu. Sa-saya hanya ingin....""Maaf, Amara. Mulai hari ini kamu saya pecat. Tolong tinggalkan rumah seka

  • Sisi Lain Pelakor   Jawaban Yasmin

    "Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta

  • Sisi Lain Pelakor   Lamaran

    "Arman mau melamar siapa, Tante?" tanyaku memastikan. "Arman belum cerita sama kamu, Rel?"Aku menggeleng, pura-pura tidak tahu. Meski aku yakin nama Amara yang akan ia sebutkan. Namun aku masih berharap bukan dia, bukan wanitaku. "Amara, asisten rumah tangga kami.'JLEPJantung ini seakan berhenti berdetak. Aku sudah mengira kata Amara akan muncul dari mulut mereka. Namun sakitnya tetap saja terasa. Ya Robb, haruskah aku terluka untuk kedua kalinya? Haruskah aku mengalah untuk lelaki lain? Sakit, aku tersiksa. Bahkan hampir tidak sanggup berbicara. Kenapa harus aku yang mengalah, Ya Robb. Tidak bisakah orang lain saja? Dulu Brian sekarang Arman, apa aku tak berjodoh dengan Yasmin? Hingga selalu Engkau datangkan orang lain di kehidupannya atau mungkin hatinya. "Kok diam, Rel. Kamu kenal Amara, kan?"Aku mengangguk, susah payah kutahan air mata yang hampir terjatuh. Payah, kenapa harus menangis jika aku mengetahui kenyataan pahitnya. "Kamu pasti kaget kenapa Tante setuju mesk

DMCA.com Protection Status