Share

Bab 54

last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-27 10:33:38

Dadaku kian terasa sesak saat menahan tubuh Riki. Aku seperti tertimpa mayat bukan tertimpa lelaki yang ingin menuntaskan hasrat.

"Ayo! Tunggu apa lagi!"

Suara itu, bukan suara Riki. Itu suara Rian. Apa benar itu Rian? Bukankah tadi dia pingsan dan tak sadarkan diri?

"Kamu menikmatinya, Bil?"

Segera kubuka mata, sudut bibirku tertarik ke atas saat melihat Rian sudah berdiri sambil membawa tongkat baseball di tangan kanannya. Ya, tongkat itu yang digunakan Riki untuk memukul Rian. Dan kini tongkat itu pula yang membuat atasanku tersungkur tak berdaya di atas tubuhku.

"Ayo!"

Rian mendorong Riki hingga berpindah dari atas tubuhku. Dengan perlahan Rian membantuku berdiri. Tubuhnya Rian masih sempoyongan tapi dia berusaha kuat menolongku. Tanpa aba-aba kupeluk tubuhnya dengan erat. Aku tak bisa membayangkan jika dia tidak datang tepat waktu. Mungkin nasibku akan sama seperti saat Gilang melecehkanku di Bali.

Rian mengendurkan pelukanku. Tubuhnya membungkuk lalu mengambil kemeja milikn
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 55

    "Hati-hati, jangan ngebut!" ucap Rian tepat di telinga kiriku. Lagi, ada desiran hangat kala kepala Rian disandarkan di pundak sebelah kiri. Aku kembali fokus mengendari motor. Sejenak kutepis perasaan yang tiba-tiba hadir di dalam sanubari. "Masih pusing?" tanyaku seraya melirik Rian dari kaca spion. Sengaja aku bertanya kepadanya. Aku ingin menetralisir jantung yang kian berdetak kencang. Dan semoga Rian tak mendengar debaran di dada ini. Malu jika sampai ia tahu. "Sedikit," jawabnya lirih bagai hembusan angin malam. Dari ekspresi wajahnya bisa terlihat jelas jika rasa sakitnya tidaklah sedikit. Dia hanya pura-pura kuat di depanku. Ah, dasar laki-laki masih saja sok kuat di depan wanita. Apa lagi wanita itu yang ia cinta."Mau diantar ke mana, Ri?" Rian diam, dia seperti tak mendengar ucapanku. Pasti Rian tengah menahan rasa sakit. Duh, kasihan. Motor masih melaju meski aku tak tahu ke mana akan berhenti. Ingin mengantarkan Rian pulang tapi aku tidak tahu alamatnya. Selama ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-28
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 56

    Rian mulai menceritakan runtutan peristiwa saat ia berada di hotel hingga akhirnya menemukan aku di restoran. Aku hanya mendengar tanpa menanggapi ucapan mereka. Pikiranku justru melayang awal mula bertemu dengan Cindy setelah sekian lama tak bertemu.Tuhan mempertemukan aku dan Cindy saat aku ingin mengakhiri hidup. Dari situlah aku menumpang hidup di kontrakannya. Karena Cindy pula aku bisa mengenal Om Bagaskara hingga akhirnya hidupku seperti ini. Selama aku menjadi wanita simpanan, Cindy selalu meminta uang atau barang yang ia inginkan padaku. Aku sudah seperti mesin ATM berjalan baginya. Namun setelah aku tak memiliki apa pun, dia tega menjual aku pada Riki.Sahabat macam apa dia? Tak ingatkah dia saat kita tertawa bersama? Apa kenangan itu lenyap begitu saja? Cindy sudah kuanggap sebagai saudara sendiri. Namun dia justru membuang aku seperti sampah yang tak berguna. “Jangan menangis,Bil! Ada aku di sini.” Rian menghapus air mata menggunakan telapak tangannya.Sesaat kami saling

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-28
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 57

    Kriingg... Kriingg.... Aku terperanjat mendengar notifikasi panggilan masuk. Kepalaku sampai berdenyut karena bangun mendadak. Siapa yang meneleponku pagi-pagi begini? Aku bahkan masing enak-enak bermimpi. Aku ambil benda pipih yang ada di atas nakas. Dengan setengah sadar ku geser gambar telepon berwarna hijau ke atas. Lalu ku tempelkan ponsel di telinga kanan. "Ganggu orang tidur! Tau gak sih!" ucapku ketus. Kembali kurebahkan tubuh di atas kasur. Mata ini terasa berat. Rasa kantuk tak jua hilang. Maklum saja, aku baru memejamkan mata pukul dua dini hari. Masih terbayang lelahnya. Dan kini sudah dibangunkan oleh panggilan telepon entah dari siapa? "Aku sudah di luar, sayang. Buka pintunya!" Suara Rian terdengar dari sambungan telepon. Aku menghembuskan nafas kasar. Pagi-pagi anak itu sudah ada di depan kamar. Apa dia tidak capek? Jangan-jangan justru ia tak tidur, atau mungkin menginap di sini? Kejadian semalam saja sudah menguras tenaga. Butuh tidur lebih lama agar energi te

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-29
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 58

    Aku duduk di kursi yang ada di teras. Dengan cepat tanganku membuka koper dan tas. Kuperiksa semua barang yang ada di dalamnya. Pakaian, dokumen penting seperti ijazah dan lainnya. Semua ada, tak ada satu barang yang terlewat. "Ada yang kurang?" tanya Farel yang sudah berdiri di sampingku. Aku menggelengkan kepala saat mata kami saling bertemu. "Kok dia tahu kalau kita mau mengambil barang-barang kamu, Bil?" tanya Rian seraya menjatuhkan bobot di kursi sebelahku. Lagi dan lagi aku hanya menggelengkan kepala. Sesaat kami saling diam. Aku mulai menerka-nerka runtutan peristiwa dari mulai aku menumpang tinggal di sini sampai kejadian mengerikan itu terjadi. Semua sudah direncanakan dengan baik. Aku bahkan tak sadar jika Cindy merencanakan hal buruk padaku. "Jangan-jangan dia kabur? Riki pasti sudah memberi kabar kepada Cindy.""Kamu benar, Ri. Cindy takut Yasmin melaporkan dia ke kantor polisi. Dan sebelum itu terjadi, Cindy sudah kabur duluan."Rian dan Farel menebak-nebak di balik

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-29
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 59

    Yasmin membolak-balikkan gamis pemberian Farel. Wanita berkulit putih itu hanya mampu menggelengkan kepala melihat pakaian berwarna navy yang ia pegang. Bukan, bukan karena warna gamis itu. Tapi karena dia belum pernah memakai pakaian panjang dengan hijab menjuntai itu. Ting.... Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar. Yasmin segera mengambil benda pipih yang ada di atas ranjang. Dengan cepat ia membukanya. Sudut bibir tertarik ke atas saat mengetahui siapa pengirim pesan itu. [Aku ingin lihat kamu memakai gamis itu, Yas.]Yasmin menggelengkan kepala kala membaca pesan itu. Wanita berambut panjang itu tak pernah membayangkan memakai gamis dengan hijab menjuntai apa lagi memakainya. Namun untuk menolak permintaan Farel, dia juga tak sanggup. "Ada-ada saja anak itu!" gumam Yasmin kesal. "Apa kamu tidak tidur, Rel?" tanya Yasmin. Dia seakan berbicara dengan Farel, ia tak sadar jika lawan bicaranya sedang berada di rumah sakit. Yasmin berdiri di depan cermin sambil menempelkan gamis

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-30
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 60

    Rian menghembuskan nafas kasar saat mendengar perkataan Farel. Dengan cepat ia mengambil kunci kamar Yasmin lalu memberikan kepada Farel. Tangan kanannya mengapit tangan Yasmin agar berjalan menuju tempat mobil Farel yang terparkir rapi. Yasmin mendengus kesal tapi enggan menolak. Dia pasrah dituntun Rian menuju tempat parkir. Genggaman tangan Rian membuat tubuh Yasmin seperti tersengat arus listrik. Hangat terasa sekujur tubuh. Saat Yasmin dan Rian saling menahan gejolak di dada. Lain halnya dengan Farel yang terbakar api cemburu. "Aku tahu kamu menaruh hati pada Rian, Yas. Tak bolehkan aku berharap untuk mendapatkan hatimu?" ucap Farel dalam hati. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya resepsionis dengan rambut disanggul rapi itu. "Saya mau check out atas nama Yasmin Nabila Putri," ucap Farel seraya menyerahkan kunci kamar hotel pada resepsionis tersebut. Tidak lupa dia memberikan kartu debit untuk membayar biaya hotel selama empat hari. Farel memang putra pemilik rumah sakit

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-30
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 61

    Pov FarelTiinn ... Tiinn.... Aku dan Yasmin terkejut, sontak mengalihkan pandangan ke samping, tepat di mana mobilku berada. Suara klakson mobil kembali berbunyi. Lagi dan lagi Rian mengganggu kedekatanku dan Yasmin. Kenapa dia tak memberiku ruang untuk mendekati Yasmin. Dasar anak kemarin sore! Aku menghembuskan nafas kasar, ingin memaki tapi percuma. Rian pasti tertawa melihatku kesal. "Ayo masuk, Rel!" Aku mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam mobil. Kulirik Rian yang duduk tepat di sebelah kemudian. Wajahnya masam seperti tanggal tua tak kunjung gajian. Dia pasti cemburu, sama seperti yang kurasakan saat dia bersama Yasmin. Aku melajukan mobil meninggalkan hotel menuju kontrakan baru Yasmin. Sebuah kontrakan yang terletak tak jauh dari rumah sakit. Dan berada di depan jalan raya. Ya, aku sengaja memilih kontrakan itu agar Yasmin bisa berniaga dan lepas dari Bagaskara? Aku bahkan tak segan mengeluarkan puluhan jutaan rupiah untuk menyewa rumah dan memberi modal Yasmin mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Sisi Lain Pelakor   Bab 62

    Pov Farel"Wanita apa?" tanyaku penasaran. Perasaanku mengatakan jika Rian mengetahui sesuatu. Tapi apa? "Bukan apa-apa, lupakan saja. Aku pulang dulu, Rel." Dia sedikit berlari meninggalkan rumah kontrakan Yasmin. Niat awal ingin mengantar Rian pulang. Namun kini justru aku penasaran dengan kalimat baru saja dia ucapkan. Apa apa antara dia dan Yasmin? ***Aku berjalan perlahan memasuki rumah. Jantungku seakan dipacu lebih cepat. Permintaan papa agar aku langsung pulang membuat perasaanku semakin tak enak. Ingin menolak dengan alasan jadwal praktek. Tapi papa jauh lebih cepat. Beliau sudah meminta dokter lain untuk menggantikan pekerjaanku. Menjadi pemilik rumah sakit membuatnya bisa bertindak dengan cepat. "Masuk, Rel!" ucap mama saat melihatku berada di ambang pintu masuk. Sepertinya mereka sudah menantiku terlalu lama. Aku mendekat dan mencium tangan papa, mama dan Mbak Hazna dengan takzim. Mereka hanya menatap tanpa mengucapkan sepatah kata. "Bisa tolong jelaskan ini, Rel?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03

Bab terbaru

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 134

    "Makan ya, Rel," bujuk Mama seraya mendekatkan sendok ke arahku. Aku menoleh, kembali fokus menatap awan yang terlihat dari jendela kamar. Saat ini aku tengah terkulai lemas di atas ranjang khas rumah sakit. Beberapa hari yang lalu aku terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena jatuh pingsan di kamar mandi. "Jangan dibiarkan kosong perutnya, Rel. Kamu tahu, kan harus bagaimana? Jangan hanya pandai menasihati pasien, sementara kamu sendiri tidak melalukan hal itu."Aku masih membisu. Netraku masih tertuju pada titik yang sama. Langit siang hari di Kota Jakarta. Bukan langit biru dengan burung yang menari di sana. Namun langit yang tertutup oleh awan putih akibatnya banyaknya pencemaran udara. "Rel, jangan seperti ini, Nak. Kamu harus sembuh demi ...""Demi siapa, Ma? Demi memenuhi obsesi Papa. Percuma aku sembuh jika hidupku terasa mati. Aku hidup tapi mati."Isak tangis kembali terdengar di telinga. Siapa lagi kalau buka Mama. Namun kali ini aku memilih bungkam. Tenggelam dalam ras

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 133

    Yasmin luruh di lantai. Tangisnya pecah detik itu juga. Penyesalan pun hadir, bahkan menyesakkan dada. Maafkan aku, Rel. Aku salah mengira. Aku pikir kamu tega meninggalkan aku dan Naura hanya karena harta. Tapi justru kamu yang berkorban untuk Naura. Farel... Pulanglah. Butiran-butiran kristal telah membanjiri pipi. Bahkan surat pemberian Farel telah baca oleh air mata. Ya Allah, haruskah kami berpisah untuk kedua kalinya? Dipisahkan dengan orang kita sayangi itu memang berat. Apalagi jika perpisahan itu terjadi karena keadaan. Itu jauh lebih menyakitkan dari dikhianati. ***Hari demi hari Yasmin lewati dengan kesedihan. Tawanya memang terdengar, tapi hanya untuk menutupi sunyi dan luka dalam sanubari. Farel memang meninggalkan dirinya. Namun lelaki itu telah menyiapkan aset untuk Yasmin dan Naura. Tanggung jawab seorang ayah meski tak dapat terus bersama. "Owek... Oweek..."Tangis Naura menggema memenuhi setiap sudut ruangan. Semakin mendekati kamar, suara itu semakin keras.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 132

    "Dokter, ada yang ingin saya bicarakan.""Langsung saja, Dok!" jawab Harun dengan mata fokus menatap layar laptop. "Dokter Farel melakukan kesalahan lagi, Dok."Harun mengalihkan pandangannya. "Maksudnya?""Dokter Farel salah memberikan resep, Dok.""Apa!" pekik Harun. Seketika Harun menutup laptopnya. Dia bergegas menuju ruangan putranya. Sepanjang jalan dia mengumpat dalam hati. Lagi-lagi merutuki kecerobohan putranya. "Percuma kuliah tinggi-tinggi, ngasih resep saja gak becus!" BRAK! Pintu berwarna abu itu didorong kasar. Suara keras sontak membuat Farel tersentak, kaget. Lelaki yang tengah fokus itu membawa artikel seketika mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya kamu salah memberikan resep, Rel! Apa gunanya kuliah tinggi, obat asma saja gak ngerti!"Farel masih diam, dia enggan membalas makian Harun. Pikirannya sudah lelah karena terus memikirkan keadaan istri dan putri semata wayangnya. Berpisah dengan keluarga membuat hidupnya mati. Ya, dia hidup tapi mati. Harun terus mema

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 131

    "Sayang, titip Naura ya," ucap Farel sebelum mobil yang membawa Yasmin dan Naura pergi dari hadapannya. "Doakan Naura sembuh agar kita dapat berkumpul kembali."Farel mengangguk dan tersenyum datar. Sebisa mungkin ia tutupi kemelut dalam rongga dadanya. Lelaki itu tak ingin istrinya curiga dan membatalkan keberangkatannya ke Singapura. * Flashback *Satu bulan yang lalu. "Yas," panggil Farel lirih. Saat ini mereka berada di ruang rawat inap. Suasana sunyi membuat suara lirih terdengar begitu jelas. Yasmin pun menoleh, menatap lelaki yang duduk di kursi, tepat di hadapannya. "Aku sudah mencari donasi untuk pengobatan Naura.""Sudah dapat, Rel?"Farel mengangguk pelan. Detik itu mulutnya begitu kelu. Kalimat yang sedari tadi menari di kepalanya mendadak hilang, meninggalkan mulut yang tertutup, membisu. "Secepat ini, Rel? Yakin ini bantuan dari yayasan?""Iya. Aku dapat dari teman lama. Kamu tahu, kan. Aku mantan dokter, jadi tahu akses untuk mendapatkan bantuan dari yayasan." Fa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 130

    Satu minggu kemudian"Rel, gendongnya gimana?" Yasmin melirikku, dia nampak bingung bagaimana cara menggendong Naura. "Kamu bawa tasnya saja, Yas."Aku meletakkan tas berisi keperluan Naura selama di rumah sakit. Dengan hati-hati, aku gendong bayi mungil ini. Yasmin hanya diam, memperhatikan caraku menggendong bayi yang baru berusia 12 hari. "Kamu pinter banget, Rel.""Hem!""Iya lupa, kamu lebih jago dari aku." Yasmin tersenyum samar. Setelah semua urusan selesai, kami pun segera meninggal rumah sakit. Sepanjang jalan tak henti-hentinya Yasmin menatap wajah mungil yang ada di dalam pangkuanku. Senyum tergambar jelas di wajah ayunya. Yasmin bahagia, begitu pula diriku. "Dia cantik ya, Pa."Aku tersenyum mendengar kata itu. Papa... entah kenapa aku tergelitik kala Yasmin memanggilku dengan sebutan itu. Ternyata aku sudah benar-benar tua. Sudah ada ekor ke mana pun aku pergi. "Kenapa mesem begitu? Aku salah ngomong ya?""Enggak.""Lalu kenapa kamu tertawa? Aku tersenyum lebar. "

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 129

    "Boleh, tapi ada syaratnya, Rel.""Papa.""Iya ini Papa.""Tolong bantu Farel, Pa."Aku mengiba, dengan sengaja menurunkan harga diri yang sempat kujunjung tinggi. Aku menyerah, mengalah demi Yasmin dan putri kecil kami. "Ada syaratnya, Farel.""Syarat... Maksud Papa?""Farel... Farel, kamu lupa... di dunia ini tidak ada yang gratis! Semua hal harus ada timbal baliknya, bukan?"Aku diam, kepala mencoba mencerna setiap kata yang terucap dari mulut Papa. Entah setan apa yang kini mendiami kepala Papa. Pola pikirnya tak seperti dulu. Papa telah berubah. "Apa yang Papa mau?""Papa akan kirimkan sejumlah uang. Kamu kirimkan no rekening sekarang!""Lalu apa yang Papa mau dariku?""Nanti Papa beritahu.""Tapi, Pa.""Pikirkan dulu kesehatan anak dan istrimu, Farel."Sambungan dimatikan sepihak. Meski belum puas dengan penjelasan Papa, aku memilih diam dan menerima penawarannya. Karena hanya itu satu-satunya harapan yang aku punya. Setelah mengirimkan nomor rekening yang baru. Aku segera m

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 128

    "Yasmin!"Farel segera berlari mendekati istrinya yang tergeletak di lantai tepat di depan kamar mandi. Yasmin pingsan beberapa saat yang lalu. "Yasmin, kamu kenapa?" Farel kebingungan melihat Yasmin tak bergerak. Farel menyentuh pipi istrinya, tapi Yasmin masih diam saja. Refleks Farel mengangkat tubuh Yasmin. Tertatih ia membopong tubuh Yasmin ke dalam kamar. Farel berusaha menguasai diri. Dia tepis rasa khawatir yang bersemayam dalam dadanya. Suami mana yang tak khawatir dan panik melihat istrinya tak sadarkan diri. Apalagi dalam kondisi mengandung. Dengan cekatan Farel memeriksa denyut nadi perempuan di hadapannya. Seketika wajah lelaki menegang kala melihat cairan merah yang mengalir di kaki istrinya. Tanpa pikir panjang, Farel berlari ke luar. Dia berusaha meminta bantuan tetangganya. Tidak lama sebuah mobil berhenti di jalan depan rumah Farel. Farel dan seorang lelaki dengan hati-hati membopong tubuh Yasmin. Mereka merebahkan Yasmin di jok bagian tengah."Tolong cepat ya,

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 127

    "Papa."Mataku melotot melihat lelaki yang kini berdiri di hadapanku. Lelaki yang sejak semalam kupikirkan kini berdiri di depan mata. Namun dengan wajah merah padam. "Siapa tamunya, Rel?"Aku masih diam, pertanyaan Yasmin bagi angin lalu. Hanya lewat tanpa singgah apalagi menetap. "Mama dan Hazna mana?" tanyanya dengan netra menelisik setiap sudut ruangan ini. "Ada di dalam, Pa. Papa masuk dulu!""Gak sudi! Suruh mama dan Hazna keluar, sekarang!" pekiknya. "Kok lama, siapa tamunya, Mas?"Aku menoleh ke belakang. Yasmin sudah berdiri dengan wajah menunduk, ketakutan. "Papa," ucap Mama dan Mbak Hazna serempak. Hening menyelimuti ruangan ini beberapa saat. Ada takut dan tegang yang membuat suasana tidak lagi kondusif. Tatapan papa mampu membuat semua orang menciut, terutama Yasmin. "Ayo pulang, Ma, Hazna!""Dari mana Papa tahu aku dan mama berada di sini?" tanya Mbak Hazna ketika berada di sampingku. "Tak penting, pulang sekarang!""Sabar, Pa! Semua bisa dibicarakan dengan baik-

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 126

    "Mama... Mbak Hazna."Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanya sebuah pelukan yang mampu melukiskan betapa rindu hatiku ini. "Lepas, Rel!" Mbak Hazna mendorong tubuhku hingga menjauh. "Kamu mau Mbakmu ini mati kehabisan napas?"Aku tersenyum sambil menggaruk kepala yang tak gatal. Aku terlalu bahagia hingga mengapresiasikan rasa itu secara berlebihan. Mbak Hazna tak tahu, betapa aku sangat merindukan dia dan mama. "Ma, Mbak," panggil Yasmin seraya mencium penggung kedua wanitaku dengan khitmad. Sempat kulihat keraguan yang nampak di wajah istriku. Namun seketika berubah kala mama dan Mbak Hazna menyambut dengan pelukan hangat. Ini adalah momen yang selalu aku nantikan. Kami berkumpul tanpa rasa benci dan amarah. Kami hidup menjadi keluarga yang utuh dan bahagia. Namun perjuangan kami belumlah selesai. Aku dan Yasmin harus berusaha keras melunakkan hati papa yang sekeras baja. "Disuruh diem di situ, Rel? Tante sama Mbak Hazna capek berdiri begitu."Seketika aku terkesiap kemudian se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status