Keesokan harinya, lapangan sekolah tampak ramai karena kelas 10 dan 11 digabung saat pelajaran olahraga. Pelajaran hanya berlangsung selama 20 menit, selebihnya mereka diperbolehkan untuk berkegiatan bebas. Maka dari itu, Rio mengajak teman-temannya pergi ke basecamp.
"Karin, gimana keadaan lo? Lo sebenarnya sakit apa, sih? Kok, gue sering liat lo ke UKS karena sesak napas." Ray menatap Karin yang tampak canggung duduk di antara Anov dan Steve.
"Gue belum lama ini divonis sakit lemah jantung, kak. Jadi, maklum aja kalo lo sering atau denger gue masuk UKS bahkan rumah sakit," jawab Karin sembari tersenyum kecil.
“Hmm … semangat, ya? Gue yakin, lo pasti sembuh. Gue bisa lihat, kalo lo itu gadis yang kuat." Ray tersenyum tipis.
"Iya, kak." Karin membalas senyuman Ray.
“Apakah ini saatnya? Tolong, bertahanlah sebentar ….” -Ryuzy-
Keesokan harinya, terlihat Anov dan ketiga sepupunya tengah berkumpul di ruang tamu, dan kebetulan hari ini hari Sabtu yang berarti sekolah libur. Mereka sedang menunggu kabar dari Karin yang katanya ingin menghubungi Anov. Tak lama, ponsel Anov berdering dan pemuda itu langsung menerima telepon dari sahabatnya itu serta tak lupa untuk me-loudspeaker panggilan itu. “Halo, Karin, lo di mana? Gue nyari lo di rumah kenapa nggak ada?” Terdengar suara helaan napas di seberang sana. Agni merangkul Anov yang terlihat kacau sekali. “Maaf, gue nggak kabarin lo. Gue sekarang di Korea, ada beberapa hal yang harus gue urus. Gue udah izin, lo nggak perlu nunggu gue balik. “Lo ngapain di sana? Ada masalah? Kenapa nggak bilang sama gue?” Anov berkata dengan nada tinggi.“Gue nggak mau lo terlibat dalam masalah gue, karena gue tahu lo juga ada masalah di rumah lo. Gue nggak mau nyusahin lo, lagian gue nggak sendirian, Nov. Gue sama Bang Steve di sini,” jelas Karin pelan-pelan. Berusaha untuk menena
PLAKK!"JANGAN PERNAH PANGGIL KAMI DENGAN SEBUTAN AYAH DAN BUNDA! KAMI TIDAK PERNAH PUNYA ANAK SEPERTI KAMU!""Saya sudah menyiapkan tiket untuk kamu ke Jerman. Besok pagi, saya ingin kamu angkat kaki dari rumah ini!""Menurut gue, keluarga adalah tempat untuk kita bisa saling berbagi kisah, lalu menyemangati satu sama lain. Satu lagi, keluarga itu tempat kita pulang, ketika tidak ada lagi orang yang mau menerima kehadiran kita. Namun, semua itu nggak berlaku di hidup gue. Kenapa? Karena bagi gue, keluarga adalah neraka." -Clarine Saufika-"Hiks ... gu-gue mau bahagia. Hiks hiks tolong ... bawa gue pergi dari sini.""Maafin keegoisan gue, sekarang kebahagiaan lo akan kembali. Gue yang akan pergi, terima kasih."
Di sebuah ruangan, tampak beberapa pria memakai baju hitam, dan beberapa muda-mudi yang tengah berkumpul untuk membahas sesuatu. Mereka menatap pada seorang gadis yang terlihat tenang dengan wajah datarnya sedang membaca sebuah berkas yang ada di tangannya. Perlahan, seulas senyum sinis terpatri di wajah cantiknya."Nona, apakah Anda sudah siap menjalankan tugas ini?" tanya salah satu pria bertubuh kekar di sana."Kapan saya berangkat?" Gadis itu berbalik tanya, menunjukkan bahwa ia siap dengan tugas yang diberikan kepadanya."Besok pagi, Anda harus bersiap-siap malam ini.""Oke, saya akan berangkat sendiri besok.""Baiklah, kami akan membantu Anda dari sini," tutur pria itu. Kemudian menutup pertemuan mereka.Gadis tadi langsung beranjak dari sana, diikuti oleh seorang pemuda yang kini merangkul tubuhnya. Gadis itu menoleh sejenak, dengan tatapan yang lebih bersahabat. Mereka berdua tengah berjalan menuju parkiran."Kamu yakin, mau m
Keesokan harinya, kondisi Rio sudah membaik dan mereka berangkat ke sekolah bersama. Sikap Ri pagi ini terlihat berbeda, ia sangat dingin, bahkan saat disapa teman-temannya dia tak membalasnya. Entahlah, mungkin moodnya sedang buruk."Lo kenapa?" tanya Alvin saat mereka sedang di kantin. Mereka baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga."Nggak papa," jawab Ri seadanya."Gue ke toilet dulu." Ri pun melangkah keluar kantin, diiringi tatapan heran Alvin."Kok, gue ngerasa Caristy beda, ya?" Rio menggeplak kepalanya sadis."Lo kira adik gue apaan berubah? Sama aja, kok!" Rio berkata pelan."Ya maaf," cibir Alvin seraya mengusap kepalanya."Perasaan lo aja kali," ucap Ify. Alvin terdiam, sibuk dengan pikirannya lagi.Sementara di toilet, Ri tampak berbicara dengan seseorang. Nada bicaranya terdengar malas, seakan apa yang dibicarakan oleh orang itu tidak penting. Setelah itu ia memutuskan panggilan secara sepihak."Bawel ban
Dua hari sebelum perlombaan dimulai, seluruh murid Fredrick Senior High School diminta untuk masuk ke sekolah. Mulai dari dekor aula yang digunakan untuk tampil, membersihkan lapangan basket dan futsal, serta menyiapkan stan-stan untuk berjualan pernak-pernik kerajinan tangan, dan beberapa makanan. Ternyata, sekolah menjadikan acara lomba besok sebagai acara pentas seni, yang akan dihadiri oleh setiap orangtua murid, dan donatur sekolah.Rio menghela napas panjang, sangat malas jika ia harus bertemu ayahnya di sekolah. Selain itu, pasti beliau juga akan bertemu dengan orangtua Dea. Pasti semua murid dan guru yang ada di sini akan mengetahui statusnya dan juga Dea."Kenapa, kak? Kok, kusut gitu mukanya?" tanya Ri yang baru saja selesai membuang sampah."Besok ayah pasti datang, dan gue males ketemu dia. Apalagi ada o
Hari ini adalah hari perlombaan ekstrakurikuler di Fredrick Senior High School. Seluruh siswa-siswi yang berpartisipasi pun telah siap menunjukkan bakatnya, para guru juga telah siap untuk menjadi juri. Pertandingan basket dilaksanakan pada siang hari saat jam istirahat, hal ini dapat di manfaatkan supaya peserta lain untuk turut menyaksikan pertandingan tersebut. Saat ini Ri, Alvin, Anov, Oliv, Ray, Karin sedang duduk di bangku penonton sembari menunggu giliran mereka. Kondisi Anov sendiri sudah pulih, hal itu membuat Ri merasa lega. Tak lama, Ri dan Alvin dipanggil untuk tampil. “Semangat!!” seru Rio dan lainnya. Alvin dan Ri tersenyum mendengarnya, kemudian mereka mulai menyanyikan lagu milik Tiara Andini yang berjudul Hadapi Berdua. Siswa-siswi lainnya sangat menikma
Kini beberapa muda-mudi sedang berkumpul di sebuah kamar rawat. Tampak seorang pemuda tengah terbaring, dan berusaha meyakinkan kepada semua orang yang ada di situ bahwa ia tidak apa-apa. Mereka menghela pelan, tak mengerti dengan jalan pikiran pemuda itu yang baru saja sadar dan langsung meminta pulang. “Yo, nanti dulu pulangnya. Lo belum pulih, biarin dokter periksa kaki lo dulu dan pantau kondisi lo. Nanti, kalau kondisi lo udah membaik pasti boleh pulang, kok. Oke?” ucap Ify dengan lembut. ‘BRAKK!’ “RIO!” Tiba-tiba terdengar suara gebrakan pintu, kemudian disusul dengan teriakan seorang pria membuat mereka terkejut bukan main.
Setelah rangkaian acara dan lomba selesai, kini tiba saatnya para juri mengumumkan pemenang di setiap perlombaan yang telah diselenggarakan. Baik peserta maupun siswa-siswi yang menonton telah duduk di tempatnya masing-masing. "Kakak yakin kamu menang," bisik Iyel kepada Karin. Gadis itu menoleh sembari tersenyum kecil dan mengaminkan ucapan pemuda itu. "Selamat siang menjelang sore! Oke, agar tidak membuang-buang waktu, bapak akan mulai mengumumkan pemenang lomba pada ekskul band atau musik. Ada 3 pemenang yang dipilih oleh juri, yang menjadi juara ketiga ialah …." Semua mata tertuju kepada Pak Duta, apalagi para peserta yang sudah terlihat gugup di tempat duduknya masing-masing. "Selamat k
Keesokan harinya, terlihat Anov dan ketiga sepupunya tengah berkumpul di ruang tamu, dan kebetulan hari ini hari Sabtu yang berarti sekolah libur. Mereka sedang menunggu kabar dari Karin yang katanya ingin menghubungi Anov. Tak lama, ponsel Anov berdering dan pemuda itu langsung menerima telepon dari sahabatnya itu serta tak lupa untuk me-loudspeaker panggilan itu. “Halo, Karin, lo di mana? Gue nyari lo di rumah kenapa nggak ada?” Terdengar suara helaan napas di seberang sana. Agni merangkul Anov yang terlihat kacau sekali. “Maaf, gue nggak kabarin lo. Gue sekarang di Korea, ada beberapa hal yang harus gue urus. Gue udah izin, lo nggak perlu nunggu gue balik. “Lo ngapain di sana? Ada masalah? Kenapa nggak bilang sama gue?” Anov berkata dengan nada tinggi.“Gue nggak mau lo terlibat dalam masalah gue, karena gue tahu lo juga ada masalah di rumah lo. Gue nggak mau nyusahin lo, lagian gue nggak sendirian, Nov. Gue sama Bang Steve di sini,” jelas Karin pelan-pelan. Berusaha untuk menena
Keesokan harinya, lapangan sekolah tampak ramai karena kelas 10 dan 11 digabung saat pelajaran olahraga. Pelajaran hanya berlangsung selama 20 menit, selebihnya mereka diperbolehkan untuk berkegiatan bebas. Maka dari itu, Rio mengajak teman-temannya pergi ke basecamp. "Karin, gimana keadaan lo? Lo sebenarnya sakit apa, sih? Kok, gue sering liat lo ke UKS karena sesak napas." Ray menatap Karin yang tampak canggung duduk di antara Anov dan Steve. "Gue belum lama ini divonis sakit lemah jantung, kak. Jadi, maklum aja kalo lo sering atau denger gue masuk UKS bahkan rumah sakit," jawab Karin sembari tersenyum kecil. “Hmm … semangat, ya? Gue yakin, lo pasti sembuh. Gue bisa lihat, kalo lo itu gadis yang kuat." Ray tersenyum tipis. "Iya, kak." Karin membalas senyuman Ray.
“Gimana caranya dia bisa pergi dari sini? Sialan, jangan sampai dia merusak semua rencana gue. Gue harus cari dia. Sampai kapan pun, gue nggak akan biarkan dia bahagia!” geram seseorang sembari menatap sebuah foto di tangannya. “Udahlah, lo tenang aja. Kayaknya gue tau dia di mana,” ucap sosok lain yang berdiri di sampingnya. Mereka berdua saling tatap dengan seulas senyum sinis terpatri di wajah mereka. “Tikus lemah kayak dia, nggak akan bisa kabur dari kita.” “Hahahaha … bener banget!” Keduanya pun tertawa bersama. Sementara di tempat lain, tampak seorang pemuda tengah melamun di sebuah taman. Tak ada raut kebahagiaan di sana, helaan napas pun berulang kali keluar dari mulutnya. Tiba-tiba, matanya menatap seorang gadis sedang diganggu oleh beberapa pria berbadan ke
Setelah rangkaian acara dan lomba selesai, kini tiba saatnya para juri mengumumkan pemenang di setiap perlombaan yang telah diselenggarakan. Baik peserta maupun siswa-siswi yang menonton telah duduk di tempatnya masing-masing. "Kakak yakin kamu menang," bisik Iyel kepada Karin. Gadis itu menoleh sembari tersenyum kecil dan mengaminkan ucapan pemuda itu. "Selamat siang menjelang sore! Oke, agar tidak membuang-buang waktu, bapak akan mulai mengumumkan pemenang lomba pada ekskul band atau musik. Ada 3 pemenang yang dipilih oleh juri, yang menjadi juara ketiga ialah …." Semua mata tertuju kepada Pak Duta, apalagi para peserta yang sudah terlihat gugup di tempat duduknya masing-masing. "Selamat k
Kini beberapa muda-mudi sedang berkumpul di sebuah kamar rawat. Tampak seorang pemuda tengah terbaring, dan berusaha meyakinkan kepada semua orang yang ada di situ bahwa ia tidak apa-apa. Mereka menghela pelan, tak mengerti dengan jalan pikiran pemuda itu yang baru saja sadar dan langsung meminta pulang. “Yo, nanti dulu pulangnya. Lo belum pulih, biarin dokter periksa kaki lo dulu dan pantau kondisi lo. Nanti, kalau kondisi lo udah membaik pasti boleh pulang, kok. Oke?” ucap Ify dengan lembut. ‘BRAKK!’ “RIO!” Tiba-tiba terdengar suara gebrakan pintu, kemudian disusul dengan teriakan seorang pria membuat mereka terkejut bukan main.
Hari ini adalah hari perlombaan ekstrakurikuler di Fredrick Senior High School. Seluruh siswa-siswi yang berpartisipasi pun telah siap menunjukkan bakatnya, para guru juga telah siap untuk menjadi juri. Pertandingan basket dilaksanakan pada siang hari saat jam istirahat, hal ini dapat di manfaatkan supaya peserta lain untuk turut menyaksikan pertandingan tersebut. Saat ini Ri, Alvin, Anov, Oliv, Ray, Karin sedang duduk di bangku penonton sembari menunggu giliran mereka. Kondisi Anov sendiri sudah pulih, hal itu membuat Ri merasa lega. Tak lama, Ri dan Alvin dipanggil untuk tampil. “Semangat!!” seru Rio dan lainnya. Alvin dan Ri tersenyum mendengarnya, kemudian mereka mulai menyanyikan lagu milik Tiara Andini yang berjudul Hadapi Berdua. Siswa-siswi lainnya sangat menikma
Dua hari sebelum perlombaan dimulai, seluruh murid Fredrick Senior High School diminta untuk masuk ke sekolah. Mulai dari dekor aula yang digunakan untuk tampil, membersihkan lapangan basket dan futsal, serta menyiapkan stan-stan untuk berjualan pernak-pernik kerajinan tangan, dan beberapa makanan. Ternyata, sekolah menjadikan acara lomba besok sebagai acara pentas seni, yang akan dihadiri oleh setiap orangtua murid, dan donatur sekolah.Rio menghela napas panjang, sangat malas jika ia harus bertemu ayahnya di sekolah. Selain itu, pasti beliau juga akan bertemu dengan orangtua Dea. Pasti semua murid dan guru yang ada di sini akan mengetahui statusnya dan juga Dea."Kenapa, kak? Kok, kusut gitu mukanya?" tanya Ri yang baru saja selesai membuang sampah."Besok ayah pasti datang, dan gue males ketemu dia. Apalagi ada o
Keesokan harinya, kondisi Rio sudah membaik dan mereka berangkat ke sekolah bersama. Sikap Ri pagi ini terlihat berbeda, ia sangat dingin, bahkan saat disapa teman-temannya dia tak membalasnya. Entahlah, mungkin moodnya sedang buruk."Lo kenapa?" tanya Alvin saat mereka sedang di kantin. Mereka baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga."Nggak papa," jawab Ri seadanya."Gue ke toilet dulu." Ri pun melangkah keluar kantin, diiringi tatapan heran Alvin."Kok, gue ngerasa Caristy beda, ya?" Rio menggeplak kepalanya sadis."Lo kira adik gue apaan berubah? Sama aja, kok!" Rio berkata pelan."Ya maaf," cibir Alvin seraya mengusap kepalanya."Perasaan lo aja kali," ucap Ify. Alvin terdiam, sibuk dengan pikirannya lagi.Sementara di toilet, Ri tampak berbicara dengan seseorang. Nada bicaranya terdengar malas, seakan apa yang dibicarakan oleh orang itu tidak penting. Setelah itu ia memutuskan panggilan secara sepihak."Bawel ban
Di sebuah ruangan, tampak beberapa pria memakai baju hitam, dan beberapa muda-mudi yang tengah berkumpul untuk membahas sesuatu. Mereka menatap pada seorang gadis yang terlihat tenang dengan wajah datarnya sedang membaca sebuah berkas yang ada di tangannya. Perlahan, seulas senyum sinis terpatri di wajah cantiknya."Nona, apakah Anda sudah siap menjalankan tugas ini?" tanya salah satu pria bertubuh kekar di sana."Kapan saya berangkat?" Gadis itu berbalik tanya, menunjukkan bahwa ia siap dengan tugas yang diberikan kepadanya."Besok pagi, Anda harus bersiap-siap malam ini.""Oke, saya akan berangkat sendiri besok.""Baiklah, kami akan membantu Anda dari sini," tutur pria itu. Kemudian menutup pertemuan mereka.Gadis tadi langsung beranjak dari sana, diikuti oleh seorang pemuda yang kini merangkul tubuhnya. Gadis itu menoleh sejenak, dengan tatapan yang lebih bersahabat. Mereka berdua tengah berjalan menuju parkiran."Kamu yakin, mau m