Lana berusaha untuk tidak membangunkan Raka yang masih tertidur lelap di sampingnya. Dia ingin memberinya waktu untuk beristirahat setelah pulang larut malam kemarin. Dengan hati-hati, Lana bergerak dari tempat tidur, berusaha untuk tidak mengganggu kedamaian suaminya yang sedang tidur.Namun, sebelum Lana sempat menemui pijakan kakinya di lantai, tangannya tiba-tiba ditahan oleh genggaman kuat. Dia terkejut dan menoleh ke arah Raka yang masih terbaring di tempat tidur, matanya yang masih setengah terpejam memancarkan kelembutan yang tidak biasa."Tetaplah di sini," bisik Raka dengan lembut, suaranya hampir terdengar sayup di antara udara pagi yang tenang. "Ayo, kita tidur sebentar lagi."Lana memandang wajah Raka dengan campuran perasaan takjub dan bingung. Apa yang membuat Raka begitu lembut dan perhatian pagi ini? Apakah dia merasa bersalah tentang sesuatu yang terjadi semalam?Dengan ragu, Lana mencoba untuk menggoyangkan kepala. "Aku sudah bangun, Raka. Aku harus menyiapkan sarap
Dengan emosi yang meluap-luap, Lana tidak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi. Dia menghadap Raka, dan tanpa berkata sepatah kata pun, tangannya bergerak dengan cepat, memukul dada Raka berkali-kali dengan penuh kemarahan. Setiap pukulan membawa rasa sakit yang membingungkan dalam dirinya, tetapi dia tidak peduli. Semua kekecewaan, ketidakpercayaan, dan kemarahan yang telah menumpuk dalam dirinya akhirnya meledak.Raka, terkejut dengan serangan tiba-tiba dari istrinya, mencoba menahan tangan Lana untuk menghentikan pukulannya, tetapi Lana terlalu kuat, terlalu terpaku pada kemarahannya. Dia terus memukul, hingga kekuatannya mulai memudar, digantikan oleh rasa lelah yang menghampiri tubuhnya.Sementara itu, Raka, yang merasakan setiap pukulan itu dengan hati yang hancur, mencoba untuk menjelaskan pada Lana, mencari kata-kata yang tepat yang bisa meredakan amarahnya. Namun, setiap upayanya sia-sia, terdengar terhenti oleh suara-suara kegelisahan yang muncul dari kedalaman hatinya.La
“Apa benar kalian hanya berciuman?” tuntut Lana dengan pahit. “Tidak ada yang lain?”Raka mengangguk mantap. "Ya, Lana. Kami hanya berciuman. Itu adalah sebuah kesalahan besar dan aku menyesalinya sepenuhnya."Lana merasa dadanya terasa sesak. Meskipun kata-kata Raka menawarkan sedikit kelegaan, tetapi pikirannya masih dirundung oleh pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya. Dia berjuang untuk mempercayai kata-kata Raka sepenuhnya, sementara pikirannya masih dipenuhi oleh gambaran tentang apa yang bisa saja terjadi di balik belakangnya."Waktu itu, aku... aku tidak sadar apa yang aku lakukan," sambung Raka dengan suara yang rendah. "Lalu ketika aku kembali sadar, aku langsung meninggalkan bar itu. Aku merasa sangat bersalah, Lana."Lana menutup matanya sejenak, mencoba menahan air mata yang ingin tumpah. Dia merasa terombang-ambing antara keinginan untuk mempercayai Raka dan kebutuhan untuk melindungi dirinya sendiri dari lebih banyak sakit hati."Sudah cukup, Raka," ucap Lana akhirnya
Lana merasakan detak jantung Raka yang semakin cepat ketika dia mulai melepas kancing-kancing kemeja suaminya satu per satu. Tangannya bergetar sedikit saat menyentuh kulit hangat di bawahnya. Dia merasakan kehangatan yang mengalir di antara jari-jarinya saat menyentuh dada Raka.Dengan perlahan, Lana mendekatkan bibirnya ke dada Raka dan menciumnya dengan lembut. Dia bisa merasakan denyut nadi Raka yang semakin intens di bawah bibirnya, dan itu membuatnya merasa hidup, merasa terhubung dengan suaminya dengan cara yang lebih dalam.Tak ada kata-kata yang perlu diucapkan, keintiman mereka tercermin dalam setiap sentuhan dan hembusan napas. Lana merasa seperti tenggelam dalam momen itu, melupakan segala kecemasan dan keraguan yang ada sebelumnya. Baginya, saat ini hanya ada mereka berdua, terikat dalam cinta yang mengalir di antara mereka.Namun, di tengah keintiman mereka, Lana merasa ada getaran halus dari ponselnya di saku. Dia mengabaikannya pada awalnya, tetapi getaran itu terus be
Dengan hati yang berdebar, Lana bergegas meninggalkan ruang kantor Raka, tidak mampu menahan kecemasan dan kepanikannya saat mendengar kabar tentang kecelakaan yang menimpa Aiden. Langkahnya tergesa-gesa menuntunnya keluar dari gedung kantor, memotong aliran pikirannya yang kacau.Tidak mempedulikan pandangan heran dari rekan kerja yang melihatnya meninggalkan kantor begitu cepat, Lana segera meluncurkan diri ke mobilnya dan memacu kendaraan dengan cepat menuju rumah sakit. Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran akan keadaan Aiden, berdoa agar anaknya baik-baik saja.Tiba di rumah sakit, Lana langsung menuju area gawat darurat. Hatinya berdegup kencang ketika dia melihat sejumlah orang berkumpul di sekitar sebuah tempat tidur."Sus, bagaimana keadaannya?" tanya Lana kepada salah seorang perawat yang sedang berjalan melewati sana."Maaf, Anda keluarga dari pasien ini?" tanya perawat dengan lembut."Iya, saya ibunya. Apa yang terjadi pada anak saya?" tanya Lana dengan nada khawatir."Ana
Dengan hati yang berdebar-debar, Raka tiba di rumah sakit setelah mendengar tentang kecelakaan Aiden. Langkahnya tergesa-gesa menuju ruang perawatan tempat putranya berada. Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat pemandangan yang membuatnya terkejut.Di samping ranjang, Raka melihat Lana duduk di samping Rudi, mantan suaminya, dengan ekspresi campuran antara kekhawatiran dan penyesalan di wajahnya. Dan meskipun Rudi tampak menenangkan, tatapannya pada Lana penuh dengan rasa hangat.Rasa cemburu langsung melonjak di dalam diri Raka. Dia merasa tak terima melihat Lana duduk begitu dekat dengan Rudi, bahkan di saat-saat genting seperti ini."Lana," panggil Raka dengan suara yang memecah keheningan ruangan. Dia melangkah mendekati tempat Lana duduk, dan tatapan tajamnya langsung mengunci pada Rudi.Lana menoleh dan matanya bertemu dengan Raka, dia bisa merasakan ketegangan yang mengisi ruangan. "Raka," ucapnya dengan suara yang bergetar sedikit.“Apa yang terjadi?” tanya Raka dengan suar
Setelah meyakinkan diri bahwa kondisi Aiden tidak mengkhawatirkan, Raka segera melangkah ke arah dokter yang bertanggung jawab atas perawatan putranya. Dengan sikap yang tegas dan percaya diri, ia menanyakan segala detail tentang kondisi Aiden, memastikan tidak ada yang terlewat."Bagaimana kondisinya, Dok? Apakah Aiden baik-baik saja?"Dokter menjelaskan bahwa meskipun Aiden mengalami sedikit luka dan memerlukan istirahat, tidak ada cedera serius yang perlu dikhawatirkan. "Aiden hanya mengalami luka ringan dan membutuhkan waktu istirahat untuk pulih sepenuhnya. Anda tidak perlu khawatir, Pak," jelas dokter dengan nada yang menenangkan.Rasa lega melanda hati Raka. Dia mengucapkan terima kasih kepada dokter atas perawatannya yang cermat terhadap Aiden. Setelah meyakinkan dirinya bahwa putranya baik-baik saja, Raka berbalik kepada Lana.“Kita pulang sekarang, ya!” serunya pada Lana dan Aiden. Lana tersenyum lega mendengar kabar baik itu. Dia segera mengambil tangan Aiden dan berdiri.
Lana duduk di meja kerjanya, membalas beberapa email ketika pintu ruangannya tiba-tiba terbuka. Dia menoleh dan melihat Rudi memasuki ruangan dengan senyuman lembut di wajahnya."Maaf mengganggu, Lana. Apakah kamu punya rencana untuk makan siang hari ini?" tanyanya sopan.Lana mengangkat kepalanya dari pekerjaannya dan menatap Rudi dengan ekspresi ragu. Dia tahu betul bagaimana Raka merespons pertemuan antara mereka berdua. Namun, Lana juga tidak ingin terlihat tidak sopan dengan menolak ajakan Rudi."Aku sebenarnya agak sibuk hari ini, Rudi," jawab Lana dengan hati-hati. "Tapi... aku pikir, mungkin bisa ada waktu sebentar untuk makan siang."Rudi tersenyum lega, melihat Lana menerima ajakannya. "Bagus sekali! Kita bisa pergi ke restoran favoritmu, jika kamu mau. Atau, aku bisa merekomendasikan tempat yang bagus jika kamu tidak keberatan."Lana mengangguk, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Tempat yang kamu rekomendasikan akan baik-baik saja. Aku percaya kamu."Mereka berdua kemudi