Bab 11“Kamu berkata apa sih, Kinanti? Siapa yang ingin membunuhmu ha? Aku menahanmu disini karena aku mencintaimu, aku ingin kamu menjadi milikku!” kata Brian tanpa basa-basi, dan bukan Brian namanya kalau tidak berkata dengan tegas seperti nada membentak, dan dengan nada seperti itu siapa wanita yang mau dengannya. Ditambah tatapan mata Brian begitu tajam seperti seseorang yang tengah marah besar, membuat wanita bukan suka melainkan takut. Itulah yang dirasakan oleh Kinanti kini.Dia justru ketakutan saat mendengar permintaan dari Brian. “Kenapa kamu diam saja ha? Aku bilang aku suka dengan kamu, dan seharusnya kamu katakan sesuatu padaku!” bentak Brian. Marco menggelengkan kepalanya melihat sang bos mengutarakan perasaannya pada wanita yang dia sukai, dan dalam hatinya Marco berkata, “Seumur hidupmu tidak akan ada wanita yang mau padamu Brian, kalau kamu meminta mereka dengan cara yang sangar seperti itu.”“Brian, Brian, bukan begitu caranya Brian. Lihatlah dia jadi ketakutan pad
Bab 12Jadi tawanan mafia kejam Kinanti memikirkan segala cara agar bisa kabur dari rumah Brian, dari dia yang mengakali para penjaga karena beralasan tiba-tiba sakit perut, dan sebenarnya dia sedang mencari jalan keluar di dalam kamar mandi. Hingga matanya menangkap sebuah lubang yang disediakan untuk saluran udara di kamar mandi. “Ini dia,” gumamnya sambil menatap lubang saluran udara. Kinanti mencoba membuka lubang saluran udara itu dengan begitu hati-hati, sebisa mungkin dia mengusahakan agar tidak menimbulkan bunyi, tapi saat saluran itu terbuka dia justru mengurungkan niatnya. Sebab, beberapa penjaga berdiri tidak jauh dari arah samping kamar mandi. “Apa yang harus aku lakukan? Aku harus pergi dari sini,” gumamnya kembali, tapi Kinanti tidak ada ide lain untuk meloloskan diri, karena tempatnya sekarang sedang dijaga ketat oleh para pengawal Arjun. Tok tok tok “Nona, Nona, apa Anda sudah selesai?’ tanya seorang asisten dari luar kamar mandi. Segera mungkin Kinanti keluar
Bab 13Brian mengulangi perkataannya, dia kembali bertanya ke Kinanti dengan berkata, “Kinanti, bagaimana? Apa kamu suka dengan makanannya? Kalau tidak kita makan di luar saja Kinanti. Apa kamu mau Kinanti?” Kinanti yang ditanya memilih diam, sama sekali dia tidak tertarik menggubris ucapan Brian, yang dia inginkan sekarang hanya pergi dari tempat itu. Meninggalkan kediaman Brian, tapi Kinanti tidak tahu bagaimana caranya. Para penjaga begitu ketat menjaga rumah Brian, hingga di setiap lorong yang ada di rumah itu diisi dengan para penjaga. Mereka bergantian untuk berjaga di rumah Brian. Hingga tidak ada celah untuk Kinanti melarikan dari tempat itu. “Kinanti, Kinanti!” Brian muak dan langsung menekan wajah Kinanti dengan cukup keras.“Jangan buat aku marah Kinanti, kalau aku bertanya kamu harus jawab Kinanti!” ujar Brian, hingga Brian melepaskan tangannya dari pipi Kinanti.“Hah,” Kinanti sedikit mengerang kesakitan, dia juga memegang pipinya yang terasa sakit karena ulah Brian.
Bab 14“Aku tidak mau disini, kenapa kamu menahan ku di sini? Biarkan aku pergi, aku gak mau di sini!” “Hah!”Plakkkk Brian gak tahan lagi, sampai dia benar-benar menampar Kinanti dengan begitu keras, tapi saat melihat Kinanti kesakitan sambil memegang pipinya membuat Brian justru merasa bersalah. “Maafkan aku, maafkan aku, Kinanti.” Brian ingin mengelus pipi Kinanti, tapi oleh Kinanti tidak mengizinkan Brian untuk menyentuhnya, sama sekali Kinanti tidak sudi dipegang oleh Brian. “Jangan buat aku marah Kinanti, aku paling tidak bisa dibuat seperti ini Kinanti. Aku sudah memintamu baik-baik untuk menjadi istriku, dan aku akan menjamin kebahagiaan padamu Kinanti. Tapi kamu … hah, jangan sampai aku marah dan meminta paman mu untuk memenjarakan mu Kinanti karena kasus mu yang sudah melukai sepupumu si Clara, Kinanti. Apa yang kamu lakukan itu sudah membuatnya cacat seumur hidup Kinanti!” “Kenapa dia bisa tahu itu?” tanya Kinanti dalam hatinya. “Apa kamu pikir aku tidak tahu Kinanti
Bab 1Seorang gadis bernama Kinanti sedang berlari meninggalkan kampus setelah menerima telepon dari pamannya yang mengabarkan bahwa ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Dia berlari tergesa-gesa, hingga tanpa sengaja menabrak seorang pria yang tengah berbicara di telepon. "Iya, aku akan …"BedebugSuara ponsel yang terjatuh di lantai terdengar cukup keras. Pria itu tampak kesal dan menatap Kinanti dengan tajam. "Hey apa kamu tidak bisa melihat apa-apa? Kamu ….?" Dia terkejut setelah melihat siapa yang menabrak dan menjatuhkan ponselnya dia tampaknya mengenal Kinanti dan seketika itu juga, kemarahannya mereda.Namun, Kinanti tidak memberi kesempatan untuk berbicara dengannya dan terus berlari. "Hey, tunggu! Kamu tidak bisa pergi begitu saja!" teriak pria itu.Namun, Kinanti yang sedang berkabut tidak menghiraukan teriakan pria itu. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana cara dia bisa segera sampai di rumah. Meski begitu, dia sempat menoleh dan menatap pria itu dengan mata berk
Bab 2San Francisco 12:30 amDi bawah derasnya hujan, tiga pria yang menutupi diri mereka menggunakan mantel hujan berjalan ke arah seorang pria yang langkah kakinya terhenti. Pria itu bingung harus lari kemana lagi, tempat yang didatanginya buntu tidak ada jalan lain selain kembali ke depan. Sementara tepat di hadapannya kini sudah berdiri tiga pria yang berpenampilan sangar layaknya pencabut nyawa. Tiga pria itu memegang pistol di tangan mereka, dan bersiap untuk melepaskannya. "Aku mohon jangan, jangan bunuh aku. Tolong ampuni aku." Pria itu berlutut dan berharap mendapat belas kasihan. "Iya Bos, kami sudah menemukannya! Baik Bos," kata salah satu dari tiga pria itu, yang melaporkan hal ini ke pimpinan mereka. "Kita disuruh menunggu," lanjutnya kepada kedua temannya. Disaat bersamaan pria itu mencoba berlari untuk menghindari ketiganya, tapi tidak berhasil setelah salah satu dari ketiga pria yang berpenampilan mafia itu melepaskan tembakannya tepat di kaki pria itu. "Aaaaah, ar
Bab 3"Papa, Mama. Kalian mau kemana? Tunggu Kinanti, papa, mama!" Kinanti mencoba mengejar bayangan kedua orang tuanya, tapi semakin dikejar bayangan itu semakin hilang. Bahkan sebuah cahaya memisahkan Kinanti dari kedua orang tuanya. "Mama, papa. Kinanti mau ikut," ujar Kinanti yang tengah menangis sendiri.Usahanya mengejar kedua orang tuanya sia-sia, yang ada tubuhnya seperti terangkat ke sebuah tempat. "Bangun kamu Kinanti, bangun!" suara itu disertai dengan seseorang yang menggoyangkan badannya. Meminta Kinanti untuk segera membuka mata."Siram saja, Ma!" usul Clara, karena kesal melihat Kinanti yang tidak kunjung bangun. Martha menyetujui saran dari Clara, hingga Martha mengambil segelas air yang tergeletak di atas nakas sebelah ranjang Kinanti. ByurrrSegelas air putih itu membasahi wajah Kinanti, membuat Kinanti terpanjat dari atas ranjang. Kinanti mengusap wajahnya yang basah dengan baju yang dipakainya sambil berkata, "Bi, kenapa aku disiram?" "Untung cuman disiram Kin
Bab 4"Aku lelah banget, capek dan aku lapar. Pa, Ma. Kinanti menderita sekarang Ma. Kinanti sering merasa kelaparan Ma, Pa. Dan Kinanti tidak berani mengambil makanan tanpa seizin Bibi. Karena nanti bibi akan marah dan menghukum Kinanti. Apa yang harus Kinanti lakukan? Haruskah Kinanti pergi dari rumah ini?" Kinanti teringat dengan pemberian sang mama di kala dulu, yang mana waktu itu mamanya Kinanti pernah memberikan sesuatu pada Kinanti, dan Kinanti masih ingat persis dengan ucapan mamanya. "Kalung ini kalung pemberian papamu pada mama Kinanti, mama sangat sayang dengan kalung ini. Dan kalung ini juga tanda cinta papamu pada mama, dan sekarang mama ingin kamu menyimpan kalung ini dengan baik Nak. Karena kalung ini sudah saatnya ada di tanganmu Nak.""Kenapa tidak mama simpan saja, Ma?" "Gak Kinanti, Mama ingin kamu menyimpannya. Kelak kalau Mama tidak ada dan kamu butuh uang. Maka kamu boleh menjual kalung ini Kinanti. Mama ingin kalung ini bisa bermanfaat untukmu Nak."Seminggu