Bab 78Set gamis mewahYana dan Intan sampai di pinggir sungai setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit.Mereka lambat sampai dikarenakan Intan mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lamban, karena mereka asik berbincang tentang acara Opening Restoran Bu indah, selain itu Intan juga banyak bertanya-tanya tentang proses perceraian Yana. Mereka sama-sama berharap mudah-mudahan proses perceraian Yana dan Arif berjalan dengan lancar.Mereka menunggu kedatangan Fikri untuk menjemput seraya beristirahat di pinggir sungai. Intan menitipkan sepeda motornya di rumah warga yang cukup mereka kenal. Selama satu jam menunggu, akhirnya Fikri datang dengan wajah sumringah."Maaf, ya, Yan, kamu lama menunggu!" ujar Fikri ketika baru saja turun dari mobilnya."Nggak apa-apa kok, Bang, lebih kami yang menunggu, dari pada Abang harus lelah menunggu kami." jawab Yana tersenyum."Papa ... Papa" Dila mengulurkan tangannya melihat Fikri turun dari mobil.Fikri menyambut uluran tangan Dila lalu
Bab 79Dila terlihat sangat bahagia bertemu dengan Bu indah, Dila mengulurkan tangannya untuk minta digendong. Bu Indah langsung menggendong Dila dan membawanya menuju sofa ruang tamu.Yana dan Intan mengekor mengikuti langkah Bu Indah."Makasih ya, Yan, kamu mau datang. Ibu sempat khawatir kamu tidak bisa datang, karena Fikri bilang, kamu tidak mengabari dia!" ujar bu Intan dengan senyum manisnya."Maaf, ya, Bu. Karena di sana terkendala sinyal, jadi tidak bisa menghubungi bang Fikri sejak kemarin, untungnya hari ini Yana bisa menghubungi Bang Fikri ketika sudah mau berangkat kemari." jawab Yana.Bu Indah lalu menyuruh Yana dan Intan beristirahat di kamar tamu, sedangkan Dila di ajak untuk bermain di taman samping rumahnya."Gila, ya, Mbak, ternyata rumah Bu indah semewah ini!" ujar Intan terkagum-kagum melihat kamar yang mereka tempati begitu luas dengan kesan yang mewah."Ih, kamu kayak nggak pernah lihat rumah mewah aja." ujar Yana menepuk bahu Intan."Bukannya gitu, Mbak, tapi be
Bab 80TersanjungPagi-pagi sekali, team MUA telah datang ke kediaman Bu Indah untuk make up Bu Indah, Yana, dan Intan. Bu indah mendapat giliran pertama untuk di make up, Yana masih sibuk membujuk Dila untuk mandi, bocah kecil itu sepertinya sedang menguji kesabaran ibunya."Kita mandi, yuk, Sayang. Supaya cantik dan wangi, nanti pakai gaun baru yang dibelikan nenek," bujuk Yana seraya memperlihatkan gaun yang di beli oleh Bu Indah.Dila hanya menoleh sekilas, lalu segera melengos meninggalkan mamanya.Yana membuntuti Dila mengelilingi rumah Bu Indah yang lumayan besar."Sayang, udah dong, Yuk kita mandi." Yana meraih tangan kecil Dila ketika memegang handle pintu sebuah kamar. Namun, bukannya menuruti kemauan ibunya, Dila malah menangis dengan kencang.CeklekkPintu kamar terbuka, Fikri muncul di balik pintu mengernyitkan keningnya, sedangkan Yana tidak kalah kaget melihat Fikri yang muncul di balik pintu."Maaf, Bang," Yana lalu menggendong Dila berlalu dari depan kamar Fikri. Namu
Bab 81Bu Indah menyampaikan sepatah dua patah kata sambutan, menceritakan tentang bagaimana jatuh dan bangunnya dalam mendirikan restoran tersebut. Para undangan bertepuk tangan karena kagum akan kegigihan Bu Indah dalam membangun Restoran yang sudah pernah tumbang dalam waktu yang cukup lama."Perkenalkan, ini Yana ... dia adalah sosok yang memberi saya support dan kekuatan ketika saya sedang rapuh dan Yana juga yang sudah membantu saya mendirikan kembali Restoran ini." ujar Indah memperkenalkan Yana kepada seluruh undangan, Yana menganggukkan kepala dan disertai tepuk tangan riuh dari para undangan.Yana begitu tersipu malu mendapat tepuk tangan yang riuh dari para undangan, Yana tidak menyangka kalau Bu Indah akan memperkenalkan dirinya dalam acara Opening Restoran tersebut. Yana begitu terharu Karena sejujurnya, kebaikan Bu Indah lah yang membuat Yana bisa menemukan kehidupan yang lebih baik lagi. Karena mungkin saja jika saat itu Bu Indah tidak bersedia menerima Yana di rumahnya
Bab 82Menyelesaikan masalahSetelah acara Opening Restaurant Bu Indah selesai, Yana segera berpamitan kepada Bu Indah dan Fikri."Kenapa nggak nginap semalam lagi aja, Yana? besok pagi biar Fikri antar kalian pulang." bujuk Bu Indah kepada Yana dan Intan."Yana ada keperluan penting Bu, Yana harus segera menyelesaikan permasalahan yang ada di sana." ujar Yana menatap Bu indah."Masalah apa, Yan?"tanya Bu Indah heran."Masalah yang waktu Yana dibully oleh warga di sana, Bu. Ketika Bapak tahu Yana dibully, Bapak langsung melaporkan hal tersebut kepada Pak RT untuk ditindak lanjuti. Pak RT sudah menemui Ibu Rita, orang yang sudah membully Yana, namun, Bu Rita berkilah dan mengatakan kalau Yana sudah mencemarkan nama baiknya. Makanya Yana diminta untuk pulang ke sana, karena malam nanti akan ada sidang di rumah RT!" terang Yana panjang lebar."Ya Allah, Nak, tega sekali perempuan itu. Lempar batu sembunyi tangan. Dia yang sudah menyakitimu, dia pula yang menganggap kamu menyakitinya." Bu
Bab 83"Segera selesaikan masalahmu dengan Arif, setelah itu terimalah cinta abang. Menikahlah dengan abang. Abang berjanji akan memberimu kebahagiaan!" ujar Arif lagi. Yana terkejut mendengar perkataan Fikri, tidak menyangka kalau Fikri akan berkata seperti itu di hadapan orang tuanya dan juga Intan."Maaf, Bang, untuk masalah itu ... Yana belum bisa memikirkannya!" Jawab Yana memalingkan wajahnya."Tidak masalah, Abang juga tidak memintamu untuk berpikir sekarang. Abang hanya berharap, kamu bisa berpikir ke depan. Kamu harus memperjelas statusmu, agar kamu bisa melangkah dan menata jalan yang jauh lebih baik. Kalau statusmu menggantung seperti ini, akan banyak fitnah dari orang-orang yang tidak menyukaimu." jawab Fikri.Yana menatap Fikri sesaat, lalu melanjutkan perkataannya."Saat ini, Yana sedang mencari kuasa hukum, Bang, untuk mengurus perceraian Yana dengan Mas Arif. Karena Yana merasa sulit untuk mengurus perceraian ini, mengingat Mas Arif tidak berada ditempat yang berdomis
Bab 84Menemukan Yana"Silakan ibu-ibu, saya izinkan untuk berbicara satu per satu. Apa benar yang dikatakan oleh Bu Rita kepada Yana seperti yang diceritakan oleh Yana." ujar Pak RT menatap ibu-ibu tersebut.Mereka pun satu persatu bergantian menceritakan bagaimana peristiwa itu terjadi dan apa yang dikatakan Bu Rita kepada Yana sehingga akhirnya Yana pergi meninggalkan sekolah."Kalian dasar ibu-ibu kurang ajar! ya. Aku sudah membayar kalian mahal, tapi kenapa kalian menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Pak RT? kalian aku beri uang untuk memberi kesaksian palsu, bukan untuk menceritakan hal yang sebenarnya!" Bu Rita berdiri dengan berkacak pinggang menunjuk satu persatu para ibu-ibu yang menjadi saksi di persidangan tersebut.Pak RT hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Bu Rita. Pak RT sama sekali tidak menyangka, kalau ternyata Bu Rita sudah terlebih dahulu menyuap para saksi agar memberikan kesaksian palsu pada persidangan. Untung saja, Yana membawa seorang pengacara
Bab 85"Apapun yang terjadi, Kamu harus memberitahu abang jika kamu membutuhkan bantuan," ujar Fikri sebelum menaiki sepeda motor, ketika mereka akan kembali ke kota Jambi."Iya, Bang! Yana akan telpon Abang kalau Yana butuh sesuatu," jawab Yana.Dila tidak mau melepaskan diri dari gendongan Fikri. Dila terus melingkarkan tangannya di leher Fikri membuat Fikri tidak bisa menaiki sepeda motor."Papa pergi dulu, ya, Nak! besok Dila ketemu sama papa lagi," bujuk Fikri kepada Dila."Enggak mau, pokoknya papa tetap disini!" Dila mulai merengek tidak ingin ditinggalkan oleh Fikri.Fikri mengusap wajahnya kasar, bingung harus bagaimana. Karena sejujurnya, Fikri sangat menyayangi Dila, tapi, tidak mungkin Fikri berlama-lama di sana karena tidak ingin terjadi fitnah yang membuat orang-orang semakin membully Yana."Gini aja bro, kita ajak aja Dila jalan-jalan dulu sampai dia tertidur. Setelah itu, baru kita antar lagi kemari!" usul Arka kepada Fikri."Bener, deh, Bang, coba aja bawa Dila jalan-
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t