Home / Pernikahan / Silakan Menikah Lagi, Mas! / Bagian 2. Kamu Tetap Istriku

Share

Bagian 2. Kamu Tetap Istriku

Author: Zuya
last update Last Updated: 2023-06-12 12:12:00

“Lu yakin?” tanyaku.

Asti tertawa. “Enggaklah. Gila apa. Ogah banget nikah sama orang sakit jiwa kayak si Aqsal itu."

Kami terdiam sebelum akhirnya Asti kembali memanggil.

"Ha."

“Hm.”

“Gue tanya sekali lagi. Yakin lu minta suami lu nikah lagi?”

Aku mengangguk mantap. Biarlah, aku sudah siap dengan segala risikonya jika Mas Aqsal menikah lagi. “Setidaknya kalau dia punya istri baru, dia jadi lupa KDRT sama gue. Itu yang gue inginkan.”

Segala cara sudah aku lakukan untuk lepas atau mendekatinya, tetapi semua berakhir sia-sia.

"Iya kalo lupa KDRT. Kalo lebih parah? Ha, kata orang, sakit hati rasanya lebih dahsyat."

"Gue nggak peduli, Ti. Biar sekalian aja gue mati kalo gitu."

“Ssst, jangan bilang ngawur gitu. Ya udah, jangan nangis lagi. Ntar cantik lu luntur. Kalau luntur, pas suami lu udah nikah nanti, lu kalah cantik sama madu lu,” seloroh Asti. Aku yang awalnya menangis, kini tertawa karena leluconnya.

Aku mengurai pelukan. Asti menghapus jejak basah di pipi menggunakan ujung pasmina yang kugunakan.

“Yang romantis dikit, kek. Pakai jari, gitu,” protesku.

“Dih, gue masih wanita normal yang suka lawan jenis. Walaupun lu cantik, tapi sorry, lu bukan tipe gue. Cukup gue lap ingus sama air mata lu itu pakai kerudung lo sendiri.”

Aku tergelak. Kami pun akhirnya mengobrolkan lagi tentang banyak hal. Kesedihan yang tadi mencuat, sedikit demi sedikit sirna.

Asti, dia memang orang yang pandai membuat situasi hatiku membaik.

**

Setelah puas saling bercerita dan berbincang-bincang dengan Asti, lepas Ashar, aku pun pulang ke rumah yang sudah setengah tahun ini aku tempati.

Rumah mewah dengan segala fasilitasnya yang wow tak membuatku betah, justru membuatku sesak. Setelah menghirup napas panjang, aku mengembuskan kembali, menguatkan hati agar tetap kuat. Aku pun membuka pintu utama setelah mengucapkan salam secara lirih.

“Dari mana saja kamu! Nggak kapok pulang telat!” Suara bentakan itu terdengar saat baru saja beberapa langkah kaki ini mengayun. Mas Aqsal duduk di kursi ruang tamu dengan gayanya yang memuakkan.

“Habis nyari udara segar. Lagian ini belum Magrib,” jawabku santai, lalu kembali berjalan.

“Ck, habis ngadu sama orang-orang kalau nasibmu itu mengenaskan? Selain sok suci di depan mamaku, perempuan mur*han, ternyata kamu juga suka membuka aib.”

Suara Mas Aqsal mau tidak mau membuatku berhenti. Tahu dari mana dia kalau aku habis bertemu seseorang?

“Tak penting aku tahu dari siapa, yang pasti aku semakin benci denganmu!” desisnya seolah-olah tahu apa yang sedang aku pikirkan. Dia berjalan ke arahku dan mencekal pergelangan tangan ini. 

Aqsal menyeret tanganku, membuat kaki ini setengah berlari mengimbangi langkah lebarnya. Perlakuan buruk seperti ini hampir setiap hari aku dapatkan. Aku sudah hafal.

Aqsal membawaku masuk ke kamarnya. Serangan bertubi-tubi dan kasar dia layangkan. Bukan sebuah ciu*man hangat dan memabukkan seperti yang sering aku impikan. Kadang, bibir ini sering berdarah, leher ini terluka karena ulahnya. Cukup sampai di situ, Aqsal tak berani berbuat lebih jauh.

Meskipun aku istrinya, halal untuknya, kami belum pernah melakukan ibadah pengantin.

Setelah puas melihat aku kesakitan, dia pergi. Baru setelah sosoknya menghilang, air mata ini leluasa lolos dari tempatnya.

Kadang, aku berpikir setiap hari malaikat mau mengintaiku. Entah berapa lama lagi tubuhku kuat menahan semua. Tidak apa. Aku harus bertahan sampai tiba waktunya nanti untuk berlari. Sejauh-jauhnya.

Mas Aqsal memang pria yang sangat sulit diraba keinginannya. Dia membenciku, tetapi jika aku pulang telat sedikit saja dia akan marah. Seaneh itu.

**

“Mama sudah makan?” tanyaku pada seorang wanita yang berbaring lemah di ranjang. Bagian tubuh kanannya sudah tidak berfungsi. Hanya bagian kiri yang masih bisa digerakkan. Terdengar dia bergumam sesuatu, entah apa maksudnya aku tidak paham. Tangan kirinya menggenggam erat tanganku. Matanya basah.

Aku hanya mengangguk, mengelus lembut tangannya, dan menghapus jejak air mata yang jatuh dari mata sayu itu. Wanita inilah, salah satu alasan kenapa aku masih tinggal di sini. Wanita inilah, yang membawa kakiku tertarik untuk kembali walau sejauh apa pun melangkah, walau sekejam apa pun Mas Aqsal berulah.

Mama Elena, mertuaku.

Sudah dua bulan ini Mama mengalami lumpuh dan hanya bisa berbaring di tempat tidur. Bukan aku yang sepenuhnya melayani kebutuhan beliau, tetapi ada perawat khusus. Namun, aku selalu datang kepadanya. Sering juga tidur di sampingnya.

Salah satu alasan sikap kasar Mas Aqsal juga karena sakitnya Mama. Pria itu menganggap aku penyebab Mama yang awalnya sehat jadi seperti ini. Aku sudah mengiba maaf berkali-kali. Namun, Mas Aqsal tidak mau tahu dan tetap menjadikanku tersangka.

Mama dulunya adalah majikanku, lalu memintaku menjadi menantunya.

“Aqsal itu sudah tiga puluh tahun lebih. Tapi sejauh ini belum ada wanita yang dikenalkan ke saya. Teman-temannya kebanyakan laki-laki. Saya takut dia punya orientasi s*ks yang menyimpang,” ucap Mama Elena dulu saat masih sehat. Kami memang sangat dekat. Bisa dibilang aku ini kaki tangannya.

“Kalau Bu El punya pemikiran seperti itu, coba diselidiki,” ucapku memberi saran.

“Tapi saya ini tidak dekat dengannya. Dia putra kandung saya, tapi kami seperti berjarak. Kamu tahu sendiri sifat anak lelaki, tertutup. Kami tidak pernah mengobrol seperti anak dan ibu pada umumnya padahal saya tidak pernah lelah mengajaknya bicara.”

“Atau coba perhatikan siapa-siapa saja rekannya, Bu. Apa ada yang mencurigakan atau tidak. Kalau perlu, sehari Ibu bisa menguntit kegiatan Pak Aqsal. Atau kalau tidak mau repot, Ibu bisa menyuruh seseorang.”

“Idemu oke juga. Nanti saya bakal lakukan apa yang kamu sarankan.”

Bukannya mencari orang lain yang mengikuti, Mama Elena justru memintaku yang melakukan itu dengan bayaran yang lumayan. Kebetulan, saat itu aku juga sedang butuh banyak uang. Akhirnya, aku mengiakan. Hingga akhirnya aku ketahuan Mas Aqsal dan tragedi besar terjadi yang mengharuskan aku menikah dengan pria itu.

“Ha, aku mau bicara,” ucap seseorang, membuyarkan lamunan. Aku tahu itu suara siapa. Nada bicaranya padaku begitu lembut saat ada mamanya. Aku pun mengangguk.

Setelah berpamitan dengan Mama, aku memenuhi permintaan Mas Aqsal. Dengan mesra, dia memeluk pinggang ini mesra. Dasar cari aman, cari muka.

Setelah di luar kamar Mama, dia menyentak tubuhku, hingga membuat diri ini oleng. Dia lalu kembali mengambil telapak tanganku, lantas membawa berjalan ke arah taman. Dengan perasaan dongkol, aku mengikutinya.

“Aku mau menindaklanjuti permohonanmu agar aku menikah lagi. Yakin kamu sanggup punya madu?” tanyanya langsung setelah tiba di taman.

“Iya. Silakan saja menikah lagi. Carilah istri yang sesuai kriteriamu. Aku sudah muak dengan sikapmu yang kasar itu," jawabku tak kalah tegas.

 “Dan aku pastikan kamu akan menyesal karena sudah memintaku melakukan itu.”

“Nggak. Aku nggak akan pernah menyesal. Nikahi wanita mana saja sesuai kehendakmu. Aku udah capek.”

“Kita lihat saja nanti. Tapi ingat, sampai kapan pun, aku tidak akan menceraikanmu meski aku punya istri baru.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar mantan babu. kayak apapun diangkat derajatnya tetap aja punya mental terjajah. wajar kamu dihajar suami
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 3. Siapa Sayang?

    “Terserah! Terserah apa maumu, Mas. Tapi jangan salahkan juga kalau suatu saat jika aku sudah tidak kuat, aku akan menghilang selamanya dari hidupmu.” “Silakan, silakan menghilang. Tapi selamanya kamu tidak bisa bahagia dengan pria lain karena kamu selamanya hanya istriku. Istriku! Walaupun kamu menuntut cerai, tidak akan pernah aku kabulkan.” “Oh, istri yang kamu perlakukan seperti samsak? Mas, apa sih sebenernya maumu? Kamu kasar, tapi nggak mau melepaskanku. Lalu aku harus apa? Apa aku harus mati mengenaskan di bawah tanganmu?” “Aku mau kamu menderita. Selamanya. Itu yang aku mau. Sementara aku akan bahagia dengan istri baru. Ini, kan, maumu?” Pria itu lantas tertawa keras. Kita lihat saja. Ini juga pembuktian apakah Mas Aqsal pria normal atau memang kecurigaan Mama benar adanya bahwa dia seorang ... g*y. Jika aku tidak pernah disentuh, apa istri barunya akan disentuh dan diperlakukan manis? ** Angin malam berembus dengan kencang, membuatku makin mengeratkan silangan tangan d

    Last Updated : 2023-06-12
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 4. Entah Sampai Kapan

    Setelah mengabaikan sejenak perihal Mas Aqsal, aku kembali berjalan menuju kamar Mama. Benar saja, Mama baru mau minum obat setelah aku sendiri yang memberikannya. Setelah makan dan minum obat, sekarang beliau tidur dengan nyenyak. Kupandangi wajah yang terlihat tua dari usianya itu. Wanita ini tulus menyayangiku sejak pertama kali aku bekerja dengannya. “Entah sampai kapan aku bisa bertahan, Ma. Kalau aku nanti tidak ada lagi di rumah ini, Mama harus tetap sehat,” ucapku padanya yang sedang tidur. Kukecup pipinya. Demi apa pun, aku menghormati dan menyayanginya seperti ibu sendiri. Dialah pengganti orang tua yang sudah lama kembali pada Allah. Bapakku meninggal karena kecelakaan dengan meninggalkan banyak utang. Ibu jadi murung, sering sakit, sampai akhirnya ikut menyusul Bapak. Rumah peninggalan mereka terpaksa kujual demi menutupi utang dan biaya selamatan. Terpaksa kontrakan menjadi tempat tinggal. Berkali-kali aku pindah kontrakan sampai akhirnya aku merantau ke ibu kota dan

    Last Updated : 2023-06-12
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 5. Ikut ke Acara!

    Aku mengabaikan teriakan Aqsal dan memilih menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mau pintu didobrak atau diruntuhkan, aku tidak peduli. Toh, ini bukan rumahku. Selesai mandi dan berwudu, aku keluar. Pintu sudah dalam posisi terbuka, tetapi Mas Aqsal tidak ada. Aku mencoba mengabaikan. Lebih baik laporan empat rakaat daripada memikirkan pria itu. Sampai malam, Mas Aqsal tidak ada di rumah. Itu lebih baik daripada dia menghajarku. ** “Nanti malam ikut aku ke acara kantor,” titah Aqsal pagi ini saat aku baru saja keluar kamar hendak berangkat kerja. Aku juga tidak tahu jam berapa dia pulang semalam. Jelas aku membeku untuk beberapa saat. Sejak menikah, baru kali ini dia mengajak pergi bersama. Sebagai seorang CEO sekaligus owner di PT. Ade Karya Persada, hubungan kami memang sudah resmi, tetapi aku belum pernah sekalipun diajak go publik. Aku pun sadar diri. Gurita bisnis yang tengah dikelola pria itu membuatnya menjadi penguasa. Terlebih untuk orang biasa sepertiku, tidak bis

    Last Updated : 2023-06-12
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 6. Kita Impas

    Mataku membola saat melihat foto itu. Itu foto pria yang paling aku sayang. Di foto itu, pria tersebut sedang berada di sebuah semacam minimarket.[Mas, jangan macam-macam kamu!] Aku membalas.[Bukan aku, tapi kamu yang mencoba macam-macam. Kamu yang berulah. Cepat pulang dan kita segera berangkat. Atau kalau tidak, orang yang kamu puja di foto itu akan celaka.]Mas Aqsal memang menakutkan. Aku tahu ancamannya itu tidak main-main. Mungkin dia punya mata-mata yang terus memantau keadaan pria yang kusayang itu.[Iya, aku pasti datang. Tapi masih ada sedikit masalah. Bajuku basah.][Jangan banyak alasan! Cepat datang!]“Apa kata suami lu?” tanya Asti.“Gue pokoknya harus pulang sekarang dan tetap harus ikut ke pesta karena dia terus mengancam. Ya udah, gue balik, ya, Ti. Thanks untuk semuanya.”“Tapi baju lu?”“Nanti pasti kering.”“Mau gue anter?”Aku menggeleng. “Nggak usah. Taksi online udah nunggu di depan.”Sebelum benar-benar pergi, kami sempat cipika-cipiki.“Hati-hati di jalan, H

    Last Updated : 2023-07-04
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 7. Petuah Pak Hendrawan

    Selama di perjalanan, mobil terasa sepi. Baik Mas Aqsal maupun wanita yang tidak kuketahui namanya itu diam. Pun tidak menunjukkan kemesraan di hadapanku. Baguslah, setidaknya mataku terhindar dari noda dosa mereka.Aku memilih membuka ponsel untuk membuang jenuh. Sesekali membuka laman F* dan melihat video lucu di sana. Tidak sengaja, bibirku kadang tertarik karena menahan tawa.Dari spion tengah, bisa kulihat Mas Aqsal kadang melirikku. Bodoh amat.Beberapa saat kemudian, kami sampai. Mas Aqsal turun dan membuka pintu untuk wanita tersayangnya itu. Ide nakalku mendadak muncul. Aku ingin mengerjai pria itu.Mas Aqsal dan wanita itu sudah berjalan sambil bergandengan, sedangkan aku masih di dalam. Aku terus memperhatikan. Beberapa langkah, Mas Aqsal terlihat berhenti dan menatap ke arah mobil ini. Dia berbicara dengan wanita tadi, lantas berjalan ke arahku. Karena takut pria itu marah dan menghajar, aku pura-pura tidur.Terdengar bunyi pintu mobil dibuka.“Ck, menyusahkan sekali kamu!

    Last Updated : 2023-07-06
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 8. Arjuna

    Aku mencoba tampil percaya diri. Meski tidak ada satu pun yang kukenal di sini selain Mas Aqsal, setidaknya aku tidak pulang dalam keadaan mengenaskan. Maksudnya, aku harus menikmati pesta mewah ini karena kesempatan ini belum tentu datang lagi.Aku berjalan dengan hati-hati.Beginilah acara orang-orang penting. Saat pesta pun, telingaku selalu menangkap pembahasan tentang pekerjaan. Mas Aqsal dan wanita tadi terlihat ke sana kemari menghampiri setiap orang. Entah apa yang dibicarakan. Mungkin acara bisnis, atau mungkin sebuah undangan pernikahan keduanya nanti? Entahlah.Aku sendiri tidak tahu apa wanita yang bersamanya kini, sama dengan wanita yang diajak Mas Aqsal ke rumah dulu atau bukan.Aku tengah duduk di kursi sambil menikmati segelas es krim rasa cokelat yang aku ambil dari meja prasmanan. Berharap, dengan menikmati ini, enzim yang terkandung di dalamnya mampu mengurangi kadar stres yang tengah menekan jiwa ragaku.“Boleh duduk di sini?” Suara bariton seseorang memecah kesend

    Last Updated : 2023-07-06
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 9. Aku Mulai Ketakutan

    Aku masih bergeming saat Arjuna menawarkan bantuan. Pria itu terlihat mengoperasikan ponselnya. Sementara aku masih duduk bersimpuh di atas pavingblock.Tidak ingin suasana makin canggung, aku kembali mengesot, menahan sakit agar bisa sampai di bangku yang dari tadi aku incar. Biarlah aku menunggu sampai Mas Aqsal datang menjemput. Semoga dia tak sejahat itu meninggalkanku sendirian di sini.Baru sedikit digerakkan, kakiku terasa makin sakit. Aku mendesis. “Auh.”“Hey, cukup diam, jangan bergerak. Itu hanya akan membuat kakimu tambah parah!” teriak Arjun saat dia selesai dengan ponselnya. Dia mendekat dan berjongkok di hadapanku.Aku pun menghentikan aksi. Ya Allah, aku malu sudah menangis di depan orang asing.“Jangan takut sama saya. Saya tahu batasan. Tunggu sebentar lagi. Saya sedang menyuruh seseorang membawa mobil kemari. Kita obati kakimu,” lanjutnya.“Jangan, Pak. Nanti merepotkan. Bapak ke dalam saja karena acara pasti belum selesai.”Pria itu terkekeh. “Siapa namamu tadi? Bi

    Last Updated : 2023-07-07
  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   Bagian 10. Drama Kaki

    Aku meremas tangan untuk mengurai gugup. Tak mungkin aku berlari dalam kondisi seperti ini. Sungguh, aku takut Arjuna akan melakukan hal buruk kepadaku.“Niha,” panggilnya. Kali ini lebih lembut.“I-iya.”“Maaf tidak jadi membawamu ke rumah sakit. Ini rumah tukang urut langganan papa saya. Kemarin adik saya cedera bahu karena jatuh dari motor, saya disuruh antar ke sini. Katanya, adik saya sudah kedua kalinya datang. Dan katanya cepat pulih sakitnya. Di sini insyaallah lebih cepat sembuh tanpa operasi kalau cederanya tidak berat. Kalau kakimu, sepertinya masih bisa diatasi di sini,” jelasnya.Kuberanikan diri menatap ke arahnya. Dia tersenyum dan mengangguk. “Percayalah sama saya. Saya tidak akan macam-macam. Kalau sampai macam-macam laporkan ke Pak Hendrawan tadi. Atau lapor polisi. Silakan. Ini kartu nama saya.”Pria itu mengeluarkan dompet, lantas memberikan satu kartu kepadaku.Arjuna Dwino Hendrawan, 28 tahun. Manajer operasional Hotel Grand Himalaya dan beberapa nama hotel lain.

    Last Updated : 2023-07-07

Latest chapter

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   27. Sempurna

    “Mas, dingin,” keluh Niha sambil menyatukan kedua tangan di depan dada. Aqsal terkekeh. “Kamu terlalu keras kepala, Sayang. Baru pulih, sudah nyari penyakit lagi. Sini, aku peluk.” Pria itu duduk di belakang istrinya, memeluk erat dari belakang. Niha leluasa menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami. Atau meletakkan di lemgan suaminya. Baginya, tidak ada tempat bersandar terbaik selain di sana. Aqsal tiada bosan menciumi puncak kepala istrinya yang terbungkus kupluk jaket. Keduanya sedang menunggu sunrise di gunung Bromo. Tepatnya di Love Hill atau spot sunrise point pananjakan 3. Niha kukuh merengek mengajak ke sana padahal baru saja pulih dari sakit. Terpaksa Aqsal menuruti meski dengan berat hati. Mereka tidak jadi dinikahkan ulang oleh warga sebab Niha dan Aqsal berhasil menjelaskan jika mereka memang pasangan suami istri. Keduanya memilih pergi dari lingkungan itu dan mencari tempat tinggal baru. Aqsal membeli sebuah rumah di kota Batu, berdekatan dengan kota sebelumny

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   26. Bertahan atau Pergi

    Niha mendorong dada Arif agar menjauh dari hadapannya. Wanita itu menghapus air matanya kasar, lalu mengembuskan napas panjang. Ia menatap Arif sungguh-sungguh. “Mas, pernikahan itu bukan permainan. Pun identitas. Aku nggak tahu apa hukumnya menikah lagi denganmu, dengan identitasmu yang berbeda padahal kita masih suami istri. Lalu misal jika kita menikah lagi, siapa walinya? Sementara Nizam jauh di Mesir. Kemudian tentang identitas. Jangan sembarangan menggunakan identitas orang. Meskipun dosa ditanggung masing-masing kepala, tapi aku tetap takut jika dosa dan kesalahan yang kamu perbuat, Arif di alam sana ikut menanggungnya. Ya, meskipun itu kedengarannya tidak mungkin, setidaknya untuk berjaga-jaga. Cukup jadilah Aqsal, bukan orang lain. Setidaknya hormati almarhum Arif. Biarkan dia di sana hidup damai dan tenang, jangan mengusik dengan menggunakan identitasnya,” ucap Niha panjang lebar. Arif terdiam. Ia tidak pernah berpikir sejauh itu. Baginya, ia nyaman dengan identitas itu kar

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   25. Kebenarannya

    “Omong kosong apa lagi ini hah!” teriak Niha. “Sayang, kumohon percayalah. Aku–“ “Tolo–“ Keduanya saling memotong ucapan sebelum akhirnya Arif membekap mulut Niha yang hendak berteriak minta tolong. “Sumpah demi Allah kalau aku ini Aqsal, suamimu. Aku bisa menjelaskan. Aku akan melepaskan bekapan, tapi tolong jangan teriak. Oke?” Suara Arif berubah. Suara itu membuat degup jantung Niha berdetak menggila. Suara Arif yang biasanya berat, berubah menjadi suara yang lama dirindukan. Suara itu suara Aqsal. Wanita itu membeku. Merasa Niha tidak bereaksi, Arif melepaskan telapak tangannya di mulut Niha. “Arif, jangan bercanda! Ini nggak lucu!” bentak Niha. “Aku nggak bohong, Sayang. Aku sudah menyebut sumpah atas nama Allah. Bukankah sumpah atas nama suci itu sumpah tertinggi?" Niha menatung. “Rif, aku sakit, jadi jangan mempermainkanku.” Niha menunduk, lelah berbicara dengan nada tinggi pada pria itu. “Sayang, lihat mataku. Apa kamu tidak mengenali mata suamimu? Apa kamu sudah lup

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   24. Sebenarnya ....

    “Arif! Selamanya aku nggak akan pernah mau nikah sama kamu!” teriak Niha.“Sudah, tenang dulu.” Ketua RT menengahi.“Saya siap jika harus diarak keliling kota, Pak. Atau jika didenda berapa pun akan saya bayar. Saya juga janji akan pergi selamanya dari kota ini. Asal saya tidak dinikahkan dengan pria menjijikkan itu. Saya masih punya suami,” ujar Niha dengan napas tersengal-sengal sambil menatap Arif.“Arif, sebenarnya di sini kuncinya hanya kamu. Kamu tinggal jujur apa yang terjadi semalam. Dan saya yakin tidak terjadi apa-apa. Niha dalam kondisi sakit dan saya rasa kamu tidak tega melakukan hal buruk padanya. Kecuali kalau kamu pria bej*t,” ujar Gita.Arif memilih bungkam. Baginya, entah mengapa disuruh menikahi Niha terdengar lebih seru daripada jujur tentang kejadian semalam.“Andai semua orang di sini berpikiran sama denganmu, Mbak, pasti tidak akan ada fitnah dan semua tidak serumit ini,” sahut Arif akhirnya.“Kamu yang membuat semuanya rumit! Kalau kamu ingin menjebakku, carany

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   23. Bertanggung Jawab

    Tubuh Niha panas jika disentuh, tetapi ia merasa kedinginan. Arif memeluknya erat dari belakang sambil terus menahan diri agar tidak melewati batas. Apalagi aroma rambut Niha begitu menggelitik hidung, membuatnya harus ekstra menjinakkan gejolak khas orang dewasa dalam dirinya. Niha yang biasa tampil dengan penutup kepala, kini hanya mengenakan baju dan celana pendek. Tidak dipungkiri, Arif tergoda dengan kecantikannya. Pria itu terus mengendalikan sesuatu yang tiba-tiba mengeras di salah satu tubuhnya. “Jangan pergi, Mas.” “Aku rindu.” “Mas Aqsal.” Niha terus mengigau, tubuhnya masih menggigil, giginya bergemeletuk. Tangannya memegangi tangan Arif di perutnya, seolah-olah tidak ingin pria itu pergi. Arif merutuki diri sendiri. Yang dilakukan ini tidak sepatutnya dilakukan, ia tahu itu. Namun, hawa nafsu berbisik bahwa ini bukan hal yang salah. Toh, semua untuk menolong Niha dan tidak sampai menodai. Mana mungkin juga menodai seorang wanita yang kondisinya memprihatinkan seperti

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   22. Peluk Aku

    “B-bu Endang!" Niha tergagap sambil berusaha bangkit dari atas tubuh Arif.Endang, pemilik rumah bergaya minimalis yang ditempati Niha mendekat dan menatap dua manusia di hadapannya nyalang.“B-bu, ta-tadi saya nggak sengaja jatuh ka-karena tadi.” Niha berdiri, lalu menggeleng, mendadak lidahnya kelu.“Rif! Jelaskan ke Bu Endang!” teriak Niha. Sementara Arif masih menepuk-nepuk pantatnya yang sakit sambil mendesis.“Mata saya masih normal melihat mana yang sengaja dan tidak. Arif tadi memelukmu! Apa kalian berzina?” bentak Endang.“Eng-enggak, Bu. Ta-tadi kata Arif–““Bu Endang nyium bau gas nggak?” potong Arif.Endang mengendus-endus ruangan.“Hidung Niha mati rasa, Bu. Dia nggak bisa nyium segala bau. Gas bocor pun dia nggak tahu. Daripada nanti rumah Ibu terbakar, saya ingin memperingatkan dia agar tidak menyalakan kompor. Saya tarik tubuhnya, dan terjadilah yang tadi. Telat sedetik, beneran ada ledakan tadi,” jelas Arif panjang lebar.Niha memicing. Arif sedetail itu tahu tentang

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   21. Kalian Sedang Apa?

    “Niha, hati-hati kalau lari!” Suara familier itu terdengar saat tubuh Niha menubruk dada seseorang. Kalau saja pria itu tidak memeluknya, Niha pasti akan jatuh.Sambil tersenyum tidak enak, Niha pun melepaskan diri.“Dokter Dico. Ma-maaf.”“Ya, nggak apa-apa. Untung aku yang kamu tubruk. Kalau orang lain gimana? Dan kenapa lari kayak ketakutan gini?”“A-ada pria menyeramkan, Dok. Dia tetangga baru di kontrakanku. Mungkin dia sengaja mengikutiku. Aku takut.”“Menyeramkan?”“Ho'oh. Oh, ya, kenapa bisa kebetulan Dokter ada di sini?”Dico terkekeh. “Aku tadi baca status W* kamu, katanya OTW ke sini. Ya udah, aku susul ke sini sengaja nggak ngasih tahu. Buat tantangan juga bisa menemukanmu apa enggak di pantai seluas ini. Eh, ternyata bisa.”“Kok cepet? Dari Jakarta?”“Enggak. Aku tiba di kota ini semalam. Jum’at sore kemarin setelah dinas, aku berangkat biar bisa di sini agak lama. Nginep di hotel, lalu pagi ini di sini, kita bertemu ini. Bukankah aku sudah bilang akan menyusul?”Niha ter

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   20. Tetangga Baru

    “Dok.” Niha memanggil saat Dico mengabaikan pertanyaannya. Justru ada suara seperti gumaman di seberang sana.“Eh, iya. Sebentar ya, lagi ngomong sama seseorang.” Dico menimpali. Suara yang didengar Niha sebuah suara tidak jelas.“Halo, Niha,” ujar Dico setelah selesai.“Ada kabar apa?”“Nggak jadi. Kemarin kamu bilang nggak tertarik sama si mantan musuh. Jadi, nggak usah aja.” Dico terkekeh. “Oh, ya, kamu lagi ada di mana ini?”Mantan musuh? Niha berpikir mungkin itu kabar tentang Asti. Ia tidak peduli.“Kasih tahu nggak ya?” Niha tertawa.Di seberang, Dico ikut tertawa. “Kali aja aku minat ingin ke sana juga. Pengen nyusul.”“Dokter, kok, hobi menguntit. Aku lagi di Malang, Dok. Dan langsung jatuh cinta sama tempat ini. Di sini sejuk, cenderung dingin. Hal yang nggak didapat di Jakarta.”“Ya sudah. Jangan lupa oleh-olehnya kalau balik.”“Siap, Bos.”“Niha.”“Ya.”“Ah, nggak jadi.”“Dasar. Ya udah, aku tutup teleponnya. Assalamualaikum.”“Waalaikumussalam. Enjoy your holiday, Niha.”

  • Silakan Menikah Lagi, Mas!   19. Ada Kabar

    Akibat perbuatannya, Robin dijerat pasal berlapis mulai dari kepemilikan senjata api ilegal, rencana pembunuhan pada Niha dan Aqsal, juga terkuaknya kasus terdahulu yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Ia dipenjara sepuluh tahun dan denda yang tidaklah sedikit.Sementara Asti, Niha tidak terlalu paham karena benar-benar memutus sambungan dengan wanita itu. Terakhir yang diketahui, Asti dijodohkan oleh orang tuanya.Setahun belakangan ini, Niha tinggal di sebuah apartemen elite yang dibeli dari uang peninggalan sang suami. Rumah pribadinya dibiarkan kosong. Hanya saja, tetap ada orang yang ditugaskan membersihkan. Ia masih ada di Jakarta, menunggu jika sewaktu-waktu Aqsal datang. Aqsal sendiri seperti ditelan bumi. Pihak kepolisian, detektif, mencari lewat media sosial, bahkan dukun dikerahkan untuk mencari. Namun, hasilnya nihil.“Aku nggak jadi ke Mesir aja, Mbak. Nemeni Mbak di sini,” ujar Nizam dulu sesaat setelah lulus.“Jangan karena masalah Mbak, jadi penghalang cita-citamu. Mb

DMCA.com Protection Status