Acara ulang tahun Arka dimulai dengan pembukaan ceria yang dibuka oleh Eza dan Rana. Meski duduk di kursi roda, perempuan itu terlihat begitu anggun dan memesona.Ilyas sesekali mencuri pandang pada Rana. Ia merutuki dirinya sendiri sebab melihat Rana begitu cantik meski hatinya benci atas perlakuan Rana.Usai pembukaan dan segala macam sambutan serta ucapan terimakasih, Eza memulai acara inti, yakni tiup lilin. Di tengah ruangan terdapat kue tart dengan hiasan mewah namun terkesan lucu, cocok dengan usianya yang masih lima tahun.Semua tamu undangan bernyanyi lagu ulang tahun dengan bahagia. Para anak-anak kecil saling tersenyum lebar, ikut berbahagia dengan acara itu.Di sesi meniup lilin, Arka lebih dulu memejamkan mata, seakan membuat permohonan. Usai itu, ditiupnya lilin-lilin itu dengan gembira. Selesai, semua lilin padam. Orang-orang di dalam ruangan kemudian jadi ikut berbahagia."Oke.. sekarang kita potong kuenya.. Sini Papa bantu," ujar Eza sembari menggenggam tangan kecil
Semalaman Rana tidak tidur, ia menjaga Eza yang barangkali terbangun di tengah malam. Dokter bilang, Eza tampaknya usai berpikir hal berat hingga membuat penyakitnya kembali kambuh."Jika terus seperti ini, terapi yang Pak Eza lakukan tidak akan memberi banyak pengaruh, Bu," jelas dokter Adi yang membersamai perkembangan Eza atas penyakitnya.Kalimat itu jelas membuat Rana takut, ia bahkan bisa menahan lelah dan kantuknya. Terlebih ketika ia melihat sang buah hati menangis sebab melihat ayahnya yang terbaring lemas. Rana benar-benar tak mampu memikirkan segala ketakutannya."Rana, aku pulang dulu. Kamu istirahat ya? Biar Yusuf yang jaga Eza. Nanti sepulang kerja, aku bakal ke sini lagi," ujar Aisyah yang menemani Rana di rumah sakit semalaman."Thanks ya, Ais. Maaf udah banyak ngerepotin sampai kamu harus tidur malam gara-gara jagain Arka.. ""Gak papa, Rana. Aku senang selama bisa membantu. Aku berangkat dulu ya, udah ditunggu mas Ilyas. Jangan lupa kamu istirahat loh ya?" Aisyah ter
"Ais, maaf, aku masih ada rapat sama klien. Malam ini sepertinya aku bakal pulang telat. Kamu bisa pulang sendiri dari RS?"Pesan dari Ilyas itu membuat Aisyah menghela napas berat. Pasalnya ia ingin sekali bertemu dengan suaminya sesegera mungkin. Ia butuh pelukan hangat untuk membuat hatinya semakin damai atas apa yang ia temui.Tapi perasaan itu segera ia hempas, bagaimanapun Ilyas bekerja sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam menafkahi Aisyah.Ia bergegas mengambil handphonenya untuk memesan ojek online, namun sebuah telepon dari nomor tak dikenal lebih dulu mendarat di layar handphonenya. Aisyah mengerutkan kening, ia tidak pernah mendapat telepon dari nomor asing.Ingatannya tiba-tiba jatuh pada beberapa video viral yang ia lihat di media sosial, itu tentang penipuan dari sebuah telepon. Akhirnya Aisyah memilih tidak menerima telepon itu.Usai tak ada lagi gangguan, Aisyah hendak menelpon ojek online. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti, Yusuf memanggil namanya dengan wajah pan
Malam semakin menggigil hampa, ruang hati yang semula pilu kini melolong terluka. Perempuan yang namanya seindah mentari, kini membenamkan silu pada kehampaan malam. Di atas sajadah, air matanya mengalir tanpa suara. Dzikrullah terus mengalir dari bibirnya. Hatinya pun ikut melantunkan ketidakberdayaan. Masa lalu? Aisyah tahu itu hanya masa lalu. Kenangan yang menyisakan kekecewaan tanpa jawaban. Harusnya ia tidak perlu memikirkan masa-masa itu kembali, bukan? Ucapan maaf terus ia ucap pada Sang Pengampun. Betapa lemah pertahanannya itu. Kenapa ia harus menangis dengan segala fakta di masa lalu itu? Aisyah terus melantunkan dzikir. Ia takut sekali, jika perasaan itu masih tersisa meski sedikit. Ia takut menodai cinta suci yang ia perjuangkan untuk Ilyas. "Kenapa terasa begitu sakit ketika mengetahui segala fakta itu?" batin Aisyah pilu. Air matanya terus mengalir. Hatinya sesak, "Ataukah rasa itu masih ada meski sedikit?" tanyanya ragu-ragu. Buntu. Tak ada jawaban. Aisyah kembal
Seminggu berlalu, Aisyah tak menemui Rana lagi sejak kejadian itu. Ia diterpa kesibukan menyambut siswa baru di sekolahnya. Perihal Eza? Dia sudah melupakan semua itu. Berbeda dengan Aisyah yang telah lapang dengan masa lalunya, Eza malah sebaliknya. Ia semakin sering murung, merasa bersalah atas perlakuannya pada Aisyah. Tentu semua itu lakukan ketika tidak sedang bersama Rana. Baginya, Rana yang utama. Perihal Aisyah, ia akan pikirkan ketika tidak sedang bersama Rana. Itu masalah pribadinya.Saat ini, Rana beristirahat lebih awal. Kondisi Eza, sebenarnya tidak bisa dibilang membaik, sebab ia lebih sering mimisan, meski tidak sampai pingsan. Perlakuan Rana yang sekarang lebih ramah terhadap Eza juga menjadi faktor atas tingkat kebahagiaan Eza yang lebih besar dari pada sebelumnya.Lelaki itu tahu bahwa Rana belum bisa mencintainya, tapi itu bukan masalah. Dia akan bersabar. Selama Rana juga selalu berusaha mencintainya, maka tidak ada masalah yang berarti. Sayangnya, meski waktunya b
Setelah sampai di club, Yusuf menemukan keberadaan Eza yang terus menenggak minuman keras di bar. Ia segera membopong tubuh Eza ke dalam mobil. Selama perjalanan, Eza terus melantur. Dia bilang Rana perempuan tak tahu diri, tapi dia mencintainya. Dia juga bilang Aisyah perempuan tol*l karena tidak menyadari perasaan palsu Ilyas, tapi kemudian ia akan menangis sebab semua penderitaan Aisyah terjadi karenanya.Yusuf tak merespon apapun, ia sangat tahu watak tuannya yang menjadi tak karuan setelah mabuk. Meski hatinya sedikit ngilu melihat kondisi tuannya yang kembali menginjakkan kaki di club malam."Dia pasti sangat tertekan," batin Yusuf.Setelah sampai di rumah, Yusuf mengantarkan Eza ke kamarnya. Eza menolak, dia bilang kamarnya bukan di sana. Dengan langkah terhuyung, dia menuju kamar Rana. Suara pintu yang terbuka cukup membuat Rana terbangun, ia mengucek matanya yang masih terasa kantuk sembari melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya."Eza?" parau Rana.Lelaki itu tertawa, ia
Eza dan Rana bersiap pergi ke rumah Aisyah, mereka telah bersepakat untuk datang di malam hari. Itu waktu yang tepat sebab Aisyah bisa menyiapkan beberapa makanan untuk kedatangan tamunya di sore hari.Rana dan Eza menggunakan baju pasangan, warnanya navy, tampak elegan. Arka jelas ikut, anak kecil itu sangat tidak sabar ingin bermain dengan Aisyah.Perjalanan dari rumah Eza ke rumah Aisyah tidak memerlukan waktu lama, sekitar dua puluh menit. Mereka menikmati perjalanan sembari sesekali bercanda. Tawa-tawa sumringah itu menyiratkan rona cinta. Keluarga kecil itu mulai benar-benar menjadi keluarga harmonis.Setelah beberapa lama menyisir jalanan, mereka sampai di sebuah rumah sederhana dengan nuansa vintage yang menenangkan. Aisyah sudah menunggu di teras. Arka bahkan langsung berlari ke arahnya setelah turun dari mobil."Assalamu'alaikum anak ganteng... " sapa Aisyah sembari merentangkan tangannya, menyambut kehadiran si kecil."Wa'alaikumussalam, tante!! Alka kangen bangett!!" ujarn
Malam kadangkala menjadi waktu paling sepi dalam diri seseorang. Merindukan tawa sembari merangkai harapan dalam cahaya bintang. Ia menyimpannya di sana, kerinduan atas kehadiran lelaki yang ia cintai tanpa jeda. Perempuan itu menghela napas berat,"Aku kangen Ilyas, Din," ujarnya lirih.Perempuan yang disapa 'Din' itu mengernyitkan dahinya heran, "Emang suami kamu itu sibuk apa sih, Ais? Baru kali ini loh kalian gak pernah kelihatan bareng selama dua minggu. Biasanya juga si Ilyas tuh nempel banget sama kamu pas lagi berkunjung ke toko," ketus Dinda, sahabat baik Aisyah yang ia percayai mengelola bisnis pakaian muslimnya."Yah, katanya sih ada klien yang mau bangun hotel termewah di kota ini. Itu sebabnya dia sering rapat sampai malam.." Aisyah menyeruput cokelat hangat miliknya. Lampu kuning kafe begitu mendukung suasana hati Aisyah yang sedang temaram."Ck, dimana-mana nih ya, istri tuh lebih penting dari pada klien!" ketus Dinda lalu menyeruput es lemon tea yang sudah terkikis keb
Ilyas datang ke rumah Rana tepat ketika senja mulai tenggelam. Di tangannya kini penuh dengan barang-barang bermerk yang sengaja ia beli untuk membuat Rana senang.Ilyas memarkir sepeda motornya di garasi samping rumah Rana. Selain memberi barang, Ilyas juga membelikan beberapa makanan kesukaan Rana.Bi Rumi dengan sigap membantu Ilyas membawa barang-barang itu. Melihat kedatangan Ilyas dengan seluruh bawaannya membuat hati Rana senang."Kamu gak naik mobil, Yas?" tanya Rana penasaran."Dibawa Aisyah, Ran. Ck, dia masih marah sama aku gegara masalah kemarin.. " ujar Ilyas lalu mendekati Rana, ia duduk di depan perempuan cantik itu.Rana mengangguk, "Ini kamu bawa apa aja sih kok banyak banget?" ia mengalihkan pembicaraan."Kemarin kan aku janji mau beliin baju-baju buat kamu. Coba kamu lihat dulu deh, suka gak?"Rana pun membuka satu per satu bingkisan yang Ilyas bawa. Dia suka semua barang-barang itu. Ilyas memang selalu bisa memahami kesukaan Rana.Keriangan Rana membuat Ilyas begit
Usai mendapat telepon dari Rana, pagi Ilyas dipenuhi rasa semangat. Berbeda dengan Aisyah yang memulai pagi masih dengan rasa pilu.Meski begitu, Aisyah tetap melakukan kewajibannya. Dia menyiapkan sarapan untuk Ilyas sebelum berangkat sekolah. Bedanya, ia tidak sedikit pun memulai pembicaraan.Ilyas yang melihat Aisyah menyiapkan makanan, senyumnya mengembang begitu sumringah. Ia mendekati sang istri laiknya tak terjadi apapun."Hai cantik.. masak apa nih?" ujarnya sembari mendekati Aisyah.Perempuan bermata cokelat itu merasa tak nyaman, risih dengan perilaku Ilyas. Bukankah harusnya dia berkata "Sayang? maafin aku... " begitu?Aisyah tak menjawab ucapan Ilyas, ia tak berminat untuk berbicara pada lelaki yang membuat perasaannya gundah itu.Menyadari sikap Aisyah yang berbeda, Ilyas langsung menghembuskan napas berat. Ia tidak ingin memperpanjang persoalan, terlebih ketika hatinya sedang bahagia pagi itu.Maka Ilyas hanya mengecup pipi Aisyah, lalu bergegas ke meja makan tanpa menga
Ilyas mendengus kesal, segala ucapannya tak ada yang mendapat respon dari sang istri. Ia bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat sang istri mempercayainya kembali?"Kalau kamu diam gini, aku bingung harus apa, Ais.." ujar Ilyas penuh penekanan.Aisyah hanya menangis, ia makin terisak. Sakit hati yang ditorehkan Ilyas begitu memilukan. Ilyas tak tahan lagi, dia akhirnya melontarkan satu kata yang membuat istrinya makin pilu."Yaudah, Ais. Terserah kamu aja," tukas Ilyas sembari meninggalkan kamar.Ilyas yang biasanya tidak akan pernah menyerah untuk membujuk Aisyah saat marah, kini telah berbeda sebab ada pembanding yang ia anggap lebih baik.Aisyah meringkuk dalam tangis dan kesalnya. Kali ini, ia akan membiarkan dirinya sendiri. Tenggelam dalam tiap air mata yang mengalir deras. Membiarkan seluruh kejadian malam ini berjalan laiknya air mengalir."Aku akan membiarkan kamu untuk kali ini, Mas. Biasanya, kamu akan terus memelukku sampai aku selesai menangis dan mau menceritakan
Aisyah menghela napas berat, "Kalau begitu, pulang sekarang, dan jangan pernah lagi datang ke tempat ini!" tegas Aisyah dengan hati yang masih membara.Ilyas langsung mematung, ia tidak menyangka istrinya akan meminta hal seperti itu. Bukankah biasanya istrinya berhati begitu lembut? Bagaimana pun dia membiarkan dirinya tidak lagi datang ke sini sedangkan Rana masih dalam kondisi tidak baik?Melihat suaminya yang hanya diam merenung, Aisyah menekankan kembali perkataannya, "Kamu kan yang minta aku membuat permintaan? Kamu bilang akan mengabulkan semuanya, tapi kenapa diam aja, Mas? Gak bisa menerima?!"Ilyas langsung tersedar dengan ucapan Aisyah, "Eng-enggak gitu, Ais. Aku cuma memikirkan.. kalau aku gak boleh ke sini lagi, bagaimana aku bisa menebus kesalahanku pada Rana?" tanya Ilyas memelas.Aisyah mengernyitkan dahinya, "Itu urusanmu, Mas. Kenapa kamu bertanya hal itu padaku? Kamu harus tahu, Mas. Aku gak peduli, mau kamu bisa balas budi atau enggak. Lagi pula menurut aku apa yan
Hampir seharian penuh, di hari libur itu, Ilyas mendedikasikan waktunya untuk Rana. Dia menghibur perempuannya yang sedang pilu. Semua orang di rumah besar itu tahu akan kehadiran Ilyas, termasuk Yusuf dan Arka.Anak kecil itu sempat mendatangi Rana, ia memeluk ibunya dengan kesedihan mendalam. Ilyas hanya diam, dia tidak suka Arka. Jika bukan karena menjaga hati Rana, ia pasti akan mengusir anak dari lelaki yang telah merebut kekasihnya itu.Arka lagi-lagi tertidur usai menangis di pangkuan Rana. Perempuan itu meminta bantuan Yusuf untuk menidurkan putranya di kamarnya sendiri."Maaf, Nyonya. Ini hari pertama Tuan Eza meninggalkan Anda. Saya rasa bukan hal yang sopan jika ada lelaki lain yang terus mendampingi Anda di sini," ujar Yusuf berani, dia geram melihat perilaku Rana yang membiarkan Ilyas di sisinya di hari duka suaminya.Rana berdecak kesal, "Jangan ikut campur, Suf. Urusan saja urusanmu sendiri!"Yusuf menatap Rana tajam, "Tuan Eza sangat mencintai Anda, Nyonya. Bukankah An
Prosesi pemakaman Eza berjalan lancar. Banyak orang yang datang untuk mengucap duka. Aisyah terus menemani Rana yang kini tak banyak bicara. Perempuan itu tak bisa menutupi kekacauan dirinya. Arka yang sejak tadi digendong Yusuf juga tak kalah murung. Anak kecil itu pintar, dia sudah tahu makna kata meninggal. Pergi selamanya, dan tak lagi bisa bertemu. Ia sama sekali tak mendekati Rana, sebab Yusuf memeluknya erat. Kondisi Rana saat ini juga tidak stabil, Yusuf khawatir, Arka hanya akan jadi pelampiasan emosi Rana. "Kamu pulang aja, Ais," lirih Rana sembari menatap perempuan berjilbab yang menemani Rana sejak tadi. Tatapannya kosong, kilatan harapan yang biasanya merona tak lagi ada di sana. "Aku masih ingin nemenin kamu, Rana... " ungkap Ais yang juga menatap wajah pucat Rana. "Aku ingin sendiri," Rana memalingkan wajah, ia tidak bisa mengekspresikan diri dengan bebas ketika ada Ais. Ia malu untuk menampakkan sisi buruknya di depan perempuan yang begitu sempurna di mata Rana.
Detik demi detik terasa ngilu usai kepergian Eza. Mata Aisyah sembab, Yusuf sudah mengurus pemakaman Eza. Saat ini, jenazah Eza dalam proses dimandikan.Rana terbangun, tubuhnya terasa lebih segar usai beristirahat penuh. Matanya yang mengerjap perlahan mulai menangkap keberadaan Aisyah dengan kepiluan di wajahnya."Ais... "Suara lirih Rana membuat Aisyah tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum ketika mendapati Rana telah sadar dari tidur panjangnya."Gimana kondisi kamu, Rana? Ada yang sakit? Aku panggilkan dokter ya... " Aisyah begitu peduli pada perempuan cantik itu.Rana menggeleng, "Tubuhku terasa lebih segar, Ais," Rana tersenyum kecil, kemudian ia mengedarkan pandangannya ke tempat tidur Eza. Kosong. Tidak ada siapapun di sana."Eza dimana, Ais? Dia udah sadar belum?" Raut kekhawatiran tampak jelas di wajah Rana.Aisyah diam, ia harus berkata apa? Rana baru saja sadar, ia tidak ingin perempuan itu kembali down mendengar kabar tentang Eza."Ais?""E-eh sorry. Eza.. Em, dia udah
Pukul empat pagi, Aisyah semalaman berjaga di ruangan Eza. Jujur, matanya sudah terasa berat. Tapi itu bukan masalah, sebab bagi Aisyah, kebermanfaatan dirinya untuk orang-orang yang ia sayangi itu lebih penting dari pada dirinya sendiri.Adzan subuh berkumandang lima belas menit kemudian, Aisyah telah siap menghadap Sang Maha Esa. Sajadah yang ia gelar menjadi tempatnya merendahkan diri sembari berdzikir padaNya. Semalam penuh ia menghadirkan dirinya untuk bercerita dan meminta hal-hal baik untuk orang-orang di sekitarnya.Usai shalat subuh, Aisyah membangunkan Ilyas. Lelaki itu menggeliat, "Shalat dulu, Mas," ujar Aisyah lembut. Dengan wajah setengah mengantuk, Ilyas bangun. Ia mandi, berwudhu, dan melaksanakan shalat.Usai shalat, Ilyas langsung pamit pergi bekerja. Dua minggu terakhir selalu seperti itu. Ketika Aisyah sempat ingin meminta waktu Ilyas sebentar, ia bilang bahwa kliennya akan datang sangat pagi jadi ia tidak boleh terlambat. Tak ada waktu bagi Aisyah menanyakan perub
Aisyah dan Ilyas berjalan cepat menuju ruangan Eza dirawat. Aisyah khawatir dengan kondisi Rana yang pasti teramat sedih, meski ia juga cukup mengkhawatirkan keadaan Eza, bagaimana pun mereka berteman dekat ketika kecil.Ketika sudah sampai di ruangan Eza, Ilyas masuk lebih dulu. Dia melihat Rana yang menangis pilu, matanya sembab, wajahnya begitu sendu."Rana.. kamu gak papa?" ujar Ilyas sembari mendekati perempuan yang masih ia cintai, sementara Rana tak merespon apapun. Dia mengalihkan pandangannya pada Aisyah yang baru masuk ke dalam ruangan."Ais..... " suara Rana bergetar. Perempuan berjilbab itu langsung mendekati Rana dan memeluknya erat."Sabar ya, Rana. Aku di sini sekarang. Aku temenin kamu jagain Eza, dia pasti bakal baik-baik saja, oke?" Aisyah mengelus rambut Rana. Ilyas yang merasa tak direspon hanya bisa mundur, hatinya bergemuruh ketika melihat Rana begitu peduli pada Eza.Sementara Aisyah, meski hatinya gundah atas sikap Ilyas, ia memilih untuk tak memikirkannya saat