Setelah itu aku pun segera menemui, orang yang dimaksud Bi Ratih tersebut. Sedangkan Bi Ratih pergi untuk membuatkan minum untuk tamu tersebut. Saat aku keluar, ternyata tamunya itu adalah Pak Taufik, orang yang merupakan konsultan hukum perusahaanku. Pak Taufik adalah orang yang selalu memberikan petunjuk, arahan, serta solusi terkait masalah hukum yang ada di perusahaanku, atau bahkan memberikan petunjuk untuk mecegah agar tidak terjadi masalah hukum di perusahaanku tersebut.Pantas Bi Ratih tidak mengenalinya, sebab Pak Taufik jarang ke rumahku. Kalaupun ada perlu, kami selalu bertemu di kantornya Pak Taufik, atau bertemu di kantorku langsung."Pak Taufik, kenapa malah diluar, ayo masuk!" Aku mengajak Pak Taufik untuk masuk ke dalam rumah."Iya, Non, barusan Bapak baru menerima telepon dulu," sahutnya.Kemudian aku kembali ke dalam, disusul oleh Pak Taufik. Kemudian kami pun duduk di sofa yang ada di ruang tamu."Bagaimana, Pak, apa semuanya sudah beres?" tanyaku."Sudah, Non, k
Aku memberitahunya, tentang proses hukum yang sedang menanti Mas Reno, apabila ia tidak mau mengembalikan uang perusahaan tersebut kepadaku."Oke kalau kamu tidak percaya, masalah uang perusahaan tidak akan aku kembalikan. Karena itu semua akan menjadi harta gono gini," terangnya."Ya mana bisa, Mas Reno. Karena uang itu uang perusahaan Papaku, jadi kamu tidak ada hak atas semua itu," tegasku."Terserah kamu, kalau memang seperti itu, Mila. Karena yang jelas, aku tidak akan mengembalikannya lagi. Lihat saja apa yang bisa aku lakukan untuk mendapat semua itu, jangan pernah kamu menyepelekan Reno dan keluarganya, juga tidak bisa mengatasi semua itu," sungutnya.Mas Reno malah marah, saat aku memperingatkannya. Dia pun mematikan teleponnya secara sepihak, tanpa mengucapkan salam atau apa pun. "Hemm, dasar keras kepala. Jangan pernah kamu menyalahkan aku, jika semua ini akan menjadi boomerang buat diri kamu, Mas," lirihku setelah sambungan terputus.Aku pun langsung menutup pintu, kemudi
"Apa, Bi, aku kecelakaan?" tanyaku lagi.Aku merasa tidak percaya, dengan apa yang dikatakan Bi Ratih. Aku memegang kepalaku, yang terasa pusing dan juga sakit. Ternyata kepalaku sudah dibalut kain kasa. Aku merasakan kepalaku begitu sakit, saat aku memaksakan diri untuk mengingat kejadian sebelumnya."Iya, Non, Non Mila kemarin kecelakaan Non Mila kecelakaan, saat akan pergi ke kantor kemarin. Non tidak sadarkan diri, selama satu hari. Mobil Non juga rusak parah, sekarang sudah dibawa oleh pihak yang berwajib untuk diselidiki penyebab kecelakaannya. Karena menurut mereka, takutmya kecelakaan ini ada unsur disengaja," tutur Bi Ratih, sambil menatap wajahku dengan begitu intens."Apa Non Mila sudah bisa ingat sekarang?" tanya Bi Ratih lagi.Bi Ratih menanyakan tentang ingatanku, ketika sebelum terjadi kecelakaan tersebut."Ada, tapi sedikit-sedikit, Bi," sahutku."Ya sudah, kalau memang seperti itu jangan terlalu di paksakan, Bu Mila. Insya Allah nanti juga akan ingat," ujar Dokter, yan
Aku menganggap ucapan Mas Reno hanyalah kebohongan belaka. Aku tidak akan percaya, jika belum melihat buktinya."Ya jelas tau dong, Mila. Makanya aku berkata seperti itu. Asal kamu tahu ya, kalau saat ini mereka berdua ada dalam genggamanku. Keselamatannya juga tergantung tindakan dan sikap kamu, Mila," paparnya."Kamu jangan mencoba mempermainkan aku, ya Mas! Mana buktinya, kalau Mama dan juga Papaku ada dalam pengawasan kamu," tanyaku."Oh ... jadi kamu perlu bukti, Mila? Baik, coba kamu lihat ini. Siapa mereka? Apa kamu mengenalnya? Bukankah ini Mama sama Papa kamu ya?" tanya Mas Reno.Ia memberikan handphonenya, ia memutar sebuah vidio, yang ternyata benar kalau di dalam vidio itu ada kedua orang tuaku."Bagaimana, Mila? Apa sekarang kamu percaya kepadaku?" tanya Mas Reno."Mas, kok bisa sih, kamu mempunyai vidio orang tuaku? Dimana mereka sekarang?" tanyaku balik, sambil mata berkaca-kaca saking bahagianya.Aku merasa bahagia, ternyata orang tuaku masih ada. Walaupun saat ini i
"Siap, Non. Non Mila tenang saja, sebab Bapak sudah tau solusinya. Insya Allah sebelum saru minggu, kita sudah dapat menemukan dimana keberadaan Pak Erik dan Bu Maya," sahut Pak Taufik menyanggupi permintaanku.Ia bahkan seakan begitu yakin, akan dapat menemukan keberadaan orang tuaku, sebelum waktu yang ditentukan oleh Mas Reno."Baiklah, Pak Taufik, terima kasih. Semoga aku bisa segera bertemu, dengan Mama dan Papa," sahutku."Iya, Non Mila semoga saja Allah meridhoi jalan usaha kita," harap Pak Taufik.Setelah berbincang-bincang hal lain, Pak Taufik pun undur diri. Aku juga meminta kepada Pak Taufik, supaya baik laporan kepada kepolisian maupun pengadilan agama, supaya ditunda dulu. Karena semua ini, demi keselamatan kedua orang tuaku.***"Mila, ini sudah satu minggu, sekarang sudah waktunya kamu memberi keputusan." Mas Reno datang kembali ke rumah sakit untuk menemuiku, serta menagih janji kepadaku 'Iya, Mas, memang sudah satu minggu," sahutku."Jadi bagaimana? Apa kamu sudah b
"Pak, jangan tangkap aku Pak! Aku nggak bersalah, Bapak salah orang," elak Mas Reno."Sudah, anda tidak perlu banyak bicara! Nanti silakan saja anda jelaskan di kantor," bentak Pak Polisi yang memborgol tangan Mas Reno.Mereka pun membawa Mas Reno, dari ruangan perawatanku, dengan tangan di borgol. Tetapi Pak Polisi kemudian menututup tangannya Mas Reno dengan mwnggunakan kain, supaya tidak menimbulkan kasak-kusuk dari orang-orang yang melihatnya. Pak Taufik dan Bi Ratih pun segera mendekatiku, sambil bertanya tentang keadaanku."Non, apa ada yang sakit?" tanya Pak Taufik."Aku nggak apa-apa kok, Pak. Aku cuma kaget saja, Mas Reno kok sampai segitu marahnya sam aku," kataku."Iya, Non, Den Reno kok keterlaluan sekali ya," timpal Bi Ratih.Aku pun tidak tahu, kenapa Mas Reno semarah itu. Pada saat kami sedang membicarakan Mas Reno, Dokter Reynaldi datang. Kami pun seketika menghentikan pembicaraan kami. Karena merasa tidak nyaman urusan rumah tanggaku diketahui orang lain."Bu Mila
"Ada apa ini, Bu Mila? Kok Ibu ini membuat keributan di rumah sakit?" tanya Mas Reynaldi."Nggak kok, Dok. Justru pasien ini yang membuat ribut, ia telah menjebloskan anak Ibu ke penjara," tuduhnya.Kalau saja bukan Mas Reynaldi yang datang, aku yakin sekali pasti orang tersebut akan langsung percaya, dengan apa yang diucapkan Bu Risma saat ini. Apalagi jika melihat wajah Bu Risma, yang memasang ekspresi, wajah orang yang sedang begitu tertekan. Entah belajar akting dari mana mertuaku ini, sehingga pembawaannya begitu natural. Jika ada casting untuk pemeran antagonis, aku yakin Ibu mertuaku ini akan dipilih untuk menjadi pemeran tersebut."Oh ... jadi seperti itu, ya Bu. Tapi mungkin saja karena anak Ibu bersalah, jadi Bu Mira melaporkannya ke pihak yang berwajib. Karena mana mungkin Bu Mila melakukan semuanya itu, jika tidak ada asal muasalnya," tutur Mas Reynaldi."Apa yang diucapkan Pak Dokter semuanya sesuai, dengan apa yang terjadi. Jadi Ibu tidak usah berkelit lagi. Apalagi
"Maaf ya, Mbak. Mereka berdua itu bukan menjadi urusanku lagi, sebab aku bukan lagi siapa-siapa mereka. Jadi kamu tinggal urus saja sendiri, jangan mau enaknya saja. Toh Mas Reno melakukan semua kejahatan itu juga demi kamu. Jadi saat Ibu dan saudaranya kesusahan, kamu yang harus bertanggung jawab membantunya," ungkapku."Iya, kamu itu jangan hanya suka sama anaknya saja, tetapi kamu juga harus mau mengurusi adik sama Ibu kekasih kamu itu," timpal Mama.Mbak Wina langsung terdiam, saat mendengar perkataan Mama. Benar sekali apa yang dikatakan Mama, kalau Mbak Wina itu harus peduli terhadap orang tua beserta adik Mas Reno tersebut.Setelah berkata seperti itu, kami pun bersiap pergi. Aku maupun keluargaku kini sudah tidak ada yang peduli lagi, terhadap Mbak Wina, Bu Risma serta Reni. Kami kini masa bodo, sebab kami sudah sangat merasa sakit hati, dengan sikap mereka semua."Mila, Mila, kamu bantuin aku dulu dong," pinta Mbak Wina lagi, sambil memegang tanganku."Apa yang harus aku bant
"Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw
"Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti
"Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes
"Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s
"Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R
"Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde
"Ya iya dong, Mas, aku ingin tau. Makanya aku bertanya sekarang," sahutku.Mas Reynaldi, kembali membuka sabuk pengamannya, kemudian langsung menghadapku."Baiklah, Mila, aku akan memberitahumu, kenapa aku tidak mengajarimu waktu itu. Aku menyuruh Mbak Rika yang mengajari kamu karena belum tentu juga kalau Mas yang mau mengajari kamu, kamunya mau. Apalagi waktu itu Mas sedang dalam tahap pendekatan sama kamu. Jadi Mas takut, kalau nantinya kamu malah tidak mau menerima Mas. Jadi Mas minta tolong saja sama Mbak Rika, beres kan," terang Mas Reynaldi."Oh, jadi seperti itu ya," "Hooh. Ya sudah, ayo kita pulang," ajaknya."Ayo," kataku.Setelah itu, Mas Reynaldi pun kembali memakai sabuk pengaman. Kemudian ia segera melajukan mobilnya membelah jalanan kota. Sedangkan mobilku, yang dibawa Pak Edi telah berangkat lebih dulu. "Mila, apa kamu tahu, siapa orang yang telah menyuruh ketiga pria tadi untuk menghadangmu," tanya Mas Reynaldi."Iya, Mas, aku tau,""Lalu siapa orang yang telah ber
Saat mereka bertiga akan menyentuhku, aku segera memberi mereka jurus, yang selama ini aku pelajari dari Mbak Rika. Ternyata benar-benar ada manfaatnya semua ini, sebab aku bisa membuat mereka bertiga kalah dan terjatuh satu-persatu. Maya pun terlihat kaget, saat melihat semuanya itu. Mungkin ia tidak menyangka, jika aku ternyata bisa bela diri. "Mila, ternyata kamu sekarang ada kemajuan ya. Kamu juga bahkan sudah bisa bela diri sekarang," ujar Maya."Kenapa, Mbak Maya? Apa kamu kaget melihat aku bisa bela diri, atau kamu takut menghadapiku?" tanyaku balik."Sombong kamu, Mila, kamu itu sekarang menyebalkan sekali. Lihat saja kamu, apa kamu sekarang bisa melawan ketiga anak buahku? Kalau memang kamu bisa, baru aku akan mengakui kalau kamu hebat," ujar Maya."Heh ... kalian bertiga, ayo kalian maju! Cepat tangkap perempuan ini, lalu bawa dia ke tempat yang sudah ditentukan! Aku percayakan semuanya kepada kalian, masa iya kalian bertiga harus kalah dengan seorang perempuan. Badan kali
"Mbak, maaf ya, bisa pindah nggak? Mbak, jangan tidur di jalan, soalnya menghalangi kendaraan yang mau melintas. Mbak bisa tidur di pinggir jalan biar aman," panggung.Tetapi ia tidak bergeming, Namun, saat aku mau mengecek keadaannya, ada tiga orang pria kekar yang menghampiriku. Mereka berhenti, kurang lebih dua meter dari tempat aku berdiri. Kemudian si perempuan yang tadi tergeletak pun bangun, bersamaan dengan suara tepuk tangan yang datang dari arah belakang tiga pria tadi.Kemudian tiga orang pria ini menyebar mengelilingiku, ia memberi jalan kepada orang yang bertepuk tangan tersebut. Namun, yang begitu mengejutkan buatku. Karena ternyata, orang yang bertepuk tangan tersebut adalah Maya. Seorang perempuan, yang bersikukuh ingin mendapatkan Mas Reynaldi."Mbak Maya" kataku, kaget."Iya, Mila, aku adalah Maya. Kenapa, kamu kaget melihatku?" tanya Mbak Maya.Ia bertanya kepadaku, sambil terus mendekatiku. Sampai kini kami berdiri dan saling berhadapan."Mbak, kenapa kamu ada di s