Aku memutuskan untuk tidak membalas pesan dari Ibu mertua. Biarkan saja. Toh ini semua konten yang aku buat untuk memperlihatkan pada dunia tentang betapa kejamnya Ibu mertua. Akun yang aku gunakan juga tidak menyertakan akun pertama sehingga tidak ada yang tahu tentang kehidupan pribadiku. Entah bagaimana caranya Ibu mertua tahu tentang akun Tik Tik yang baru saja kubuat. Ini semua pasti ulah Mas Ragil. Dasar. Baru saja aku meletakan hp di atas tempat tidur, hpku kembali berbunyi dengan nyaring. Nama Ibu mertua tertera di layar ponselku. Aku mengambil kembali hp itu lalu menekan tombol hijau. "Halo Assalamualaikum." "Nggak usah basa-basi. Kenapa kamu harus membuat konten seperti itu? Pakai buat konten tentang Ibu yang menyuruh kamu mengerjakan pekerjaan rumah segala. Kamu sama sekali tidak bersyukur sudah di nikahi oleh Ragil." "Darimana Ibu tahu akun Tik Tikku?" Tanyaku secara langsung. "Kamu nggak perlu tahu. Aku cari akun Tik Tikmu juga untuk mengawasi kamu. Ternyata benar kat
“Ng. Mungkin Arum telpon karena tidak bisa menghubungi orang tuanya Bu.” Jawab Mas Ragil lalu berjalan ke ruang tengah dengan membawa hpnya. “Dasar pembohong. Aku ikutin dia dulu.” Satrio juga bangkit lalu berjalan keluar dari dapur. Aku tidak tahu apa yang terjadi karena beberapa menit kemudian terdengar perdebatan di antara Mas Ragil dan Satrio. Ibu segera mengambil alih Mawar dariku agar aku bisa menyusul mereka berdua. Di ruang tengah rupanya Mas Ragil berusaha menyembunyikan hpnya dari Satrio. Adik laki-lakiku itu secara terang-terangan menuduh Mas Ragil sudah selingkuh dengan Arum. “Apa kamu sudah gila Yo? Nggak mungkin aku selingkuh dengan keponakanku sendiri. Bahkan sebelum menikah dengan Bunga aku sudah pernah pacaran dengan beberapa perempuan lain.” “Lalu, kenapa kamu memanggil Arum dengan sebutan sayang? Kamu juga bilang mau pergi ke pernikahan adik sepupumu dengan Arum?” “Pernikahan adik sepupu?” Tanyaku dengan kening berkerut bingung. Pasalnya sama sekali tidak ada b
“Kami cuma bertengkar saja Bulek. Aku tidak berniat menampar Bunga.” Tangan Mas Ragil lalu merangkul bahuku yang masih memangku Mawar. “Iya kan sayang?” Mulut Mas Ragil memang tersenyum, tapi matanya menatap penuh ancaman. Dengan wajah yang memelas ketakutan aku menganggkukan kepala pada Bu Lurah. Tangannya sudah terlepas dari bahuku. “Iya Bu Lurah. Kami hanya bertengkar saja. Silahkah duduk. Maaf jika tidak bisa menawari sarapan yang layak.” Bu Lurah dan Rina lalu duduk di hadapan kami. Wajah Bu Lurah masih menatap tidak percaya. Sementara Rina menatap Mas Ragil dengan pandangan benci. Entah apa sebabnya. Sejak aku menikah dengan Mas Ragil, Rina memang tidak suka pada suamiku. Bahkan dia juga sempat benci padaku karena statusku sebagai istri Mas Ragil. Walaupun kini hubungan kami sudah membaik. Saat pandangan Rina beralih padaku, ia sudah tersenyum. “Nggak masalah mbak. Alhamdulillah sekarang Mbak Bunga dan Mawar bisa makan enak. Pasti Mas Satrio yang bawain lagi ya?” Aku hanya me
Mbak Tina sudah menjerit dengan air mata yang meleleh di pipinya. Bu Lurah segera menarik Mbak Tina ke kamar mandi untuk menyiram tangannya yang melepuh dengan air. Entah kenapa hatiku merasa tidak enak melihat tumpahan minyak di sampingku. Jika Mbak Tina tidak berada disana mungkin seluruh tubuhku yang sudah terkena tumpahan minyak itu. Suasana sempat kacau saat Mas Budi sudah datang ke rumah Bu Lurah untuk menjemput istrinya. Mas Budi dan Ibu mertua lalu membawa Mbak Tina ke puskesmas agar cepat mendapat penanganan. Sedangkan Mbak Sindy dan Mbak Yuni masih berada di rumah ini. Wajah kedua kakak iparku itu terlihat sangat syok. Mereka menatapku dan tumpahan minyak itu secara bergantian. “Maaf semuanya. Mari kita lanjutkan lagi.” Ucap Bu Lurah yang sudah kembali ke dapur. Acara rewang hari itu kembali berjalan dengan lancar. Aku memberi tahu Bu Lurah jika Ibuku tidak bisa rewang maupun membuat pesanan lontong pecel karena sudah banyak tetangga yang memesan untuk keperluan lain pada
“Satrio.” Kedua mata Mas Ragil membulat saat melihat siapa yang sudah meninjunya. Sejak siang tadi Satrio memang memutuskan untuk tetap berada di rumah ini karena khawatir jika keluarga Mas Ragil akan melakukan sesuatu karena musibah yang menimpa Mbak Tina. Hingga malam hari, tidak ada keluarga Mas Ragil yang datang ke rumah ini. Ternyata bukan Ibu mertua, Mas Budi atau keluarganya yang lain yang membuat masalah. Tapi, justru suamiku sendiri. Untung saja Satrio masih ada di rumah ini. “Mbak Bunga tidak melakukan apapun pada Mbak Tina. Kami punya bukti rekamannya.” Seru Satrio yang hendak memukul Mas Ragil lagi. Namun, aku berhasil mencegahnya dengan menarik tangan adik laki-lakiku itu. “Sudah Yo. Kamu jangan balas memukul Mas Ragil.” Aku mengusap bahu Satrio agar dia tenang. Sementara itu, Mas Ragil sudah bangkit berdiri dengan tangan yang menyeka sudut bibirnya yang berdarah. “Kamu membela Bunga karena dia kakakmu. Aku yakin jika Bunga yang berbohong. Bukan Ibuku. Karena Ibuku ad
Mas Ragil sudah berada di dapur sebelum aku menjawabnya. Terlihat sekali wajah Mas Ragil yang sangat kelelahan. Mungkin dia baru saja bertengkar dengan Ibu mertua dan ketiga kakaknya. Entahlah aku tidak peduli. Satu hal yang aku takuti adalah jika Mas Ragil mendengar percakapanku dengan Satrio sejak tadi. “Ada yang mau aku bicarakan.” Kata Mas Ragil sambil menundukan kepala. Sudah terlalu sering di sakiti membuat aku tidak tahu jika suamiku itu benar-benar menyesal atau tidak. Apakah dia berbuat hingga sejauh ini karena ada Satrio yang sedang bersamaku? Atau rasa penyesalan Mas Ragil memang datang dari lubuk hatinya yang paling dalam? Mas Ragil lalu duduk di sampingku. Tangannya sudah menggenggam tangan kananku dengan erat. Seolah memohon pengampunan atas ancamanku kemarin. “Aku belum bisa membujuk Ibu, Mbak Tina dan Mbak Yuni untuk minta maaf padamu setelah acara pernikahan Rina. Tidak bisakah kau memaafkan mereka Nga. Ibuku kan Ibumu juga. Begitu juga dengan ketiga kakakku juga s
Pandanganku segera beralih pada putriku. Benar kata Ibu. Kaki Mawar memang sudah berdarah. Tidak hanya itu bagian kaki dan tangannya yang lain sudah lebam bekas cubitan. Aku menatap nyalang ke arah Arum. Hendak menyerangnya lagi karena sudah berani melukai putriku. Sebelum aku berhasil mencapai Arum yang kini sudah di lindungi oleh Mas Ragil, Satrio sudah menahan tanganku lebih dulu. Tubuhku memberontak ingin di lepaskan. Akan ku cakar wajah Arum untuk membalas perbuatannya pada anakku. “Jangan mbak. Lebih baik sekarang kita ke rumah sakit untuk mengobati sekaligus melakukan visum pada Mawar. Setelah itu kita laporkan kejahatan mereka semua ke polisi.” Mendengar penjelasan dari adik laki-lakiku itu, hati mulai merasa tenang. “Benar apa yang di katakan adik kamu nduk. Yang penting Mawar di obati dulu. Kasihan sejak tadi nangis terus. Pasti sakit banget sampai beradarah begini.” Aku menganggukan kepala lalu hendak berbalik untuk mengikuti Satrio dan Ibuku. Mas Ragil yang mendengar se
Setelah pertemuan keluarga selesai, Pak Lurah dan Bu Lurah ijin kembali pulang ke rumah. Meninggalkaku dan Satrio di rumah itu bersama dengan keluarga Mas Ragil. Wajah permusuhan langsung di tunjukkan oleh Mas Budi, Mbak Tina dan Arum padaku. “Puas kamu mempermalukan keluarga di depan umum Nga?” Hardik Mas Budi padaku. Membuat tubuhku terlonjak kaget sejenak. Tapi, aku sama sekali tidak takut lagi pada kakak ipar pertamaku itu. Sifatnya sebelas dua belas dengan Mas Ragil. Hanya saja Mbak Tina yang berasal dari keluarga kaya dengan bodohnya bisa cinta mati pada Mas Budi yang lebih mementingkan Ibu mertua dan ketiga adik iparnya daripada Mbak Tina sendiri. “Nggak. Aku belum puas. Kalau tadi bukan di acara pernikahan Rina, sudah aku jambak rambut Arum. Mencubit sekujur tubuhnya hingga berdarah. Seperti yang Arum lakukan pada putriku. Apapun akan aku lakukan hingga membuatnya babak belur.” Mbak Tina sudah berdiri mendengar perkataanku. Matanya nyalang menatap ke arahku dengan penuh amar
Lima tahun kemudian waktu sudah berlalu begitu cepat. Budi tidak pernah lagi bertemu dengan Tina. Karena desakan Pak Harto Budi sudah menceraikan Tina satu tahun setelah kepergian mantan istrinya itu. Budi juga sudah menikah dua kali. Sayangnya selalu gagal karena istri kedua dan ketiga Budi sama-sama tidak tahan dengan sifat Budi yang tempramen. Di tambah dengan sikap Arga dan Pak Harto yang sangat mengesalkan.Tina mengajak Arum dan Sofia pindah keluar pulau setelah Arum bebas dari penjara. Karena Sinta kukuh ingin menghukum Arum dan Andi, maka Arum di jatuhi hukuman selama dua tahun. Di luar pulau itulah Tina memulai usaha warung tegal bersama dengan Arum dan Sofia. Membuat hubungan Tina dengan Arum dan Sofia menjadi semakin dekat. Begitu juga dengan hubungan Arum dan Sofia yang sudah sangat erat.Ragil dan Bu Jumi sudah bebas dari penjara. Tabungan emas yang sempat di buat Ragil di tambah dengan menjual mobil cukup untuk melunasi kredit rumahnya. Kini hanya ada motor second yang m
Tubuh Tina terasa lemas saat polisi yang bertugas mengatakan jika Arum memang di tangkap karena menjadi wanita penghibur. Kasusnya adalah perselingkuhan dan perzinahan. Tidak hanya Arum yang di tangkap. Tapi, juga beberapa wanita lain yang berprofesi sebagai penghibur. Siska yang merupakan bos Arum berhasil melarikan diri agar tidak di mintai uang oleh Sinta, istri Andi yang memergoki Arum dengan suaminya.Karena Tina sudah mengirim pesan pada pengirim kontrakan akan mengubah jam pertemuan menjadi nanti malam, dia bisa pergi ke rumah tahanan tempat Arum kini di tahan. Tina tahu jika anak bungsunya memang bersalah. Tapi, sebagai seorang Ibu wanita itu tidak mau Arum masuk penjara seperti yang di alami oleh Ragil dan Bu Jumi.Untung saja sopir taksi mau menemaninya terus dan masih menunggu saat Tina masuk ke dalam rumah tahanan. Wanita itu mengisi daftar pengunjung lalu masuk ke dalam ruang tunggu. Disanalah ia akhirnya bisa bertemu dengan Arum setelah sekian bulan Ibu dan anak itu tida
Dua hari kemudian Bunga benar-benar menghubungi Tina lagi. Tapi, bukan untuk memberi tahu tentang lokasi Arum. Melainkan Bunga mengirim nomor kontak Satrio karena akan lebih baik jika Tina berhubungan secara langsung dengan adik laki-laki Bunga itu. Karena ada kemungkinan Arum berpindah lokasi.Hari demi hari sudah berlalu. Tina tetap bersikap seperti biasa. Tidak ada barang yang ia masukan ke dalam koper. Karena Tina berniat untuk meninggalkan semua barangnya di rumah ini. Sama seperti yang di lakukan Bunga dulu agar bisa kabur dengan lebih mudah. Tina juga sudah memesan tiket pesawat secara online untuk keberangkatan siang hari. Karena hanya di waktu itulah Budi tidak ada di rumah.Jika ia pergi sampai sore atau malam hari, Arga dan Pak Harto juga tidak akan peduli dengannya. Mungkin saat Budi pulang ke rumah mereka baru akan mencarinya. Karena itulah kesempatan Tina sangat terbuka lebar untuk pergi. Dia hanya perlu mengambil buku tabungan yang di sembunyikan Budi di dalam toko swal
Pagi ini Tina melaksanakan niatnya untuk pergi ke rumah Bu Rati menemui Bunga. Ia pergi setelah tidak ada orang lagi di rumah. Sehingga Tina tidak perlu menjelaskan alasannya pergi menemui Bunga setelah sekian lama mereka tidak pernah berhubungan lagi. Ia juga takut jika Budi akan melarangnya pergi menemui Bunga. Mengintat pertemuan terakhir mereka yang berakhit dengan pertengkaran dengan keluarga Bunga.Motor yang di kendarai Tina sudah berhenti di halaman rumah yang kini sudah tidak seluas dulu. Karena ada warung di sisi kanan halaman dan ruko untuk bimbingan belajar di sebelah kiri. Tampak beberapa orang yang tengah membeli jajanan pasar pada Asih. Tidak terlalu ramai, tapi beberapa orang terus berdatangan. Terlihat jajanan pasar dan gorengan yang di jajakan tinggal sedikit. Anak-anak juga bermain di teras ruko atau di halaman rumah tempat beberapa permainan berada.Tina turun dari motor lalu melepaskan helm yang di pakai. Ia masih memakai masker untuk menutup wajah saat melangkah
Hp yang ada di tangan Tina terjatuh saat ia melihat semua pesan yang di kirim pada Arum sudah berubah menjadi centang biru. Kelopak matanya mengerjap tidak percaya dengan apa yang sudah ia lihat. Buru-buru Tina meraih hpnya lagi. Memang benar nomor telpon Arum sudah aktif pagi ini. Hanya saja dari banyaknya pesan yang sudah ia kirim pada sang putri, tidak ada satu pun yang di balas. Tina kembali mengirim pesan untuk anak bungsunya itu. Sayangnya nomor telpon Arum sudah mati lagi. Membuat hatinya kembali merasa sedih. Sedetik kemudian Tina sudah menggelengkan kepalanya.“Tidak masalah. Dengan aktifnya hp Arum, aku bisa meminta bantuan untuk melacak lokasi terakhirnya.” Tina lalu memasukan hp dan dompet ke dalam tas. Ada tempat yang ia ingin kunjungi hari ini.Siang ini ia hanya sendirian saja di rumah. Budi sedang pergi bekerja. Sedangkan Pak Harto pergi bersama Arga entah kemana. Menghabiskan waktu berduaan dengan Kakungnya lalu pulang dengan membawa banyak barang. Padahal Arga bukan
"Ap, apa yang sedang kamu lakukan disini? Kenapa satpam mengijinkan orang lain masuk tanpa seijin dariku dulu. Aku akan complain pada manajemen gedung ini." Arum hendak segera menutup pintu kamarnya. Tapi, sudah di tahan oleh satpam sehingga Sinta bisa masuk dengan lebih leluasa. Meninggalkan Arum yang masih berdiri di belakang pintu apartemen itu."Jawabannya gampang. Karena hotel ini milik pamanku. Apa Mas Andi tidak pernah memberi tahu tentang harta kekayaan keluargaku? Apa dia hanya menyombongkan tentang gajinya yang di gunakan untuk membayiai kebutuhanku sebagai istri sahnya?" Tanya Sinta dengan nada sombong yang bisa mengatakan dengan tepat apa yang selalu di ucapkan oleh Andi padanya selama ini.Badan langsingnya melenggang santaidengan suara sepatu hak tinggi yang terdenagr keras. Sinta lalu duduk di sofa. Sama sekali tidak terlihat jika Sinta baru melahirkan satu minggu yang lalu. Karena badannya terlihat sangat ramping. Membuat Arum merasa sedikit iri dengan bentuk tubuh pro
Perasaaan Arum menjadi semakin tidak tenang karena Andi sudah tidak bisa di hubungi lagi. Pria itu telah mengganti nomor telponnya. Entah sejak kapan karena Arum baru sempat menghubungi Andi pagi ini. Bukannya Arum merasa takut jika Andi akan meninggalkannya. Toh mereka tidak ada hubungan spesial apapun selain sebagai teman tidur. Arum hanya takut jika Sinta akan melaporkan hal ini ke polisi dengan pasal perzinahan. Dia sama sekali tidak mau di penjara.Karena merasa kalut, Arum mengambil hp lama yang ia simpan di dalam kotak dan di letakan di bagian paling bawah lemari. Hp itu berbunyi sebentar lalu akhirnya bisa hidup kembali. Jika Sinta memang akan membawa masalah ini ke jalur hukum, maka Arum harus minta bantuan pada mantan pacarnya yang kuliah di jurusan hukum. Kabar terakhir yang Arum tahu, mantan pacarny sudah menjadi pengacara di kota mereka.“Mudah-mudahan dia masih bucin sama aku. Jadi, mau nolong untuk kabur dari sini untuk sementara waktu.”Namun, bukannya langsung mencari
Ada pepatah yang mengatakan sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Artinya semua hal buruk yang di tutupi pasti akan ketahuan juga. Serapat apapun kita mencoba untuk menutupinya. Mungkin hal itu juga yang di lupakan oleh Arum. Padahal hubungan terlarangnya dengan Ragil yang dulu ia kira bisa tertutup dengan rapi akhirnya ketahuan juga. Karena itulah kini Arum jadi lebih berhati-hati saat melakoni pekerjaan ini. Hanya saja ia lupa jika pekerjaan yang Arum lakoni pasti akan ketahuan oleh salah satu istri pelangganya. Seperti yang terjadi malam ini.Istri Andi yang bernama Sinta sudah mengendus sikap aneh suaminya sejak Sinta hamil. Hal itu bermula dari salah satu postingan temannya yang makan malam bersama suami di salah satu restoran terkenal. Suami temannya adalah rekan kerja Andi di kantor. Sinta terkejut karena Andi baru saja mengirim pesan jika ia dan semua rekan kerjanya di suruh lembur sampai tengah malam.Karena itulah Sinta mengirim pesan pada temannya tentan
Sinar matahari menyengat terik di Jakarta. Arum terbangun di kamar apartemennya yang mewah. Tangannya mengucek mata hingga terbuka. Terlihat jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Rambut Arum sangat berantakan karena ia baru tidur jam tujuh pagi dan bangun jam tiga sore. Ia lalu turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.“Jam berapa aku harus pergi malam ini?” Arum segera mengambil hpnya setelah selesai mandi.Bibirnya mencebik kesal saat membaca pesan masuk. Klien yang sudah membookingnya malam ini membatalkan janjial karena istrinya baru saja melahirkan. Arum melempar hpnya ke atas tempat tidur lalu duduk di kursi yang menghadap meja rias. Ia menyisir rambut lalu memakai make up natural karena Arum tidak berencana keluar malam ini.Drrtt… drrtt… drrttt….Panggilan telpon masuk membuatnya harus bangkit lagi. Rupanya teman sekaligus bosnya, Siska yang menelpon. “Halo Sis. Ada apa?”“Kita keluar yuk malam ini. Klien loh sudah ngirim pesan