Gue mengaduk teh dan madu yang barusan gue buat saat tanpa gue sadari, Pak Vino sudah berdiri di belakang gue sambil tersenyum-senyum. Wajahnya luar biasa cerah hari itu.
“Pagi, Matari! Sehat banget bikinnya teh sama madu? Lagi nggak enak badan?” tanya beliau perhatian.
“Nggak, kok, Pak. Biasanya emang kalau lagi pengen anget-anget saya bikin kaya gini. Hehehe. Silahkan, Pak, kalau mau pake pantrynya,” ujarku sambil mundur menjauh sedikit.
“Oh, gitu, kirain emang sengaja karena lagi sakit. Saya inget, kamu baru kerja beberapa bulan kan sakit lama banget itu ya?”
Tentu gue nggak akan melupakan itu. Karena saat itu gue juga baru pertama kalinya dimarahin oleh orang paling baik di kantor ini.
“Ya, emang lagi drop aja, Pak! Maaf ya.”
“Udah lewat itu. Yang penting sekarang kamu tahu kan, badan kamu sendiri kaya gimana batasan-batasannya? Kasihan juga ortu kamu kalau kamu sakit sampai kaya kema
Menebeng Pak Vino buat gue itu terasa luar biasa canggung. Kita memang cukup akrab di kantor layaknya atasan yang baik dan bawahan yang penurut. Beberapa menit duduk di samping Pak Vino di mobil SUV eropa klasiknya yang besar, kebanyakan banyak membuat gue diam. Pak Vino pun sibuk membalas chat WA beberapa orang, mungkin orang-orang kantor atau keluarganya. Dia bahkan nggak ngajak gue ngobrol sama sekali.“Kenapa ngekos di Setiabudi kalau rumah lo aja di Jakarta Timur? Nggak sampai sejam itu mah. Rumah saya dong di Cibubur, pulang pergi tiap hari,” kata Pak Vino membuka percakapan.Gue yang tadinya sibuk memperhatikan gedung-gedung pencakar langit Jakarta yang indah dengan semburat senja, menoleh menatap Pak Vino sambil tersenyum.“Biar mandiri aja sih, Pak. Lagian kan kalo pas lembur suka pada nungguin. Kasihan aja gitu,” sahut gue.“Iya sih, bener. Biar bebas juga ya sama cowok lo?” tanya Pak Vino melede
Melihat kegamangan gue akhirnya Pak Vino kasih waktu gue dua hari buat berpikir. Gila! 2 hari dan status karyawan gue langsung jadi dua! Berasa punya pekerjaan utama sekaligus kerja shift di waktu yang sama. Sayangnya di perusahaan yang sama pula.Nggak mau munafik, gue tergoda dengan jumlah Dollar yang dibilang sama Pak Vino secara tersirat. Nggak mungkin kan gue cuma dapet 10 USD gitu? Akhirnya pada suatu kesempatan, gue WA Pak Vino.Gue: Malam, Pak. Ada waktu? Mau ngobrol bentar.Pak Vino: Malem, Ri. Gimana?Gue: Kalo boleh tahu, gaji saya dari Singapore Officer berapa ya?Pak Vino: Hahahaha, kirain apaan. Eh emang gue belom kasih tahu?Gue: Belom, Pak. Bapak cuma bilang beberapa USD. Kalau cuma 10 USD sih saya nggak bisa, Pak, terlalu berat gitu, tanggung jawabnya.Pak Vino: Bercanda kamu?! Nggak mungkin 10 USD lah, rate kerja di luar nggak segitu juga, bahkan buat freelance sekalipun! Jangan nyamain sama di sini, Ri. Kontrak kamu
Dua berhari berlalu begitu cepat buat gue. Rasanya baru kemarin gue minta saran sama Rindu, tapi sekarang, gue udah duduk di ruangan Pak Vino, menatap layar laptop gue yang berisi kontrak digital yang sudah dikirim oleh Singapore officer. Gue sendiri kaya nggak percaya sama apa yang gue lihat tentang upah gue sekadar cuma jadi “freelancer” itu. Gue diupah mingguan, berdasarkan report gue, sebesar 150 SGD. Tanpa report, upah gue nggak akan turun sama sekali. Upah tersebut akan ditransfer di bank lain, selain payroll gue biasanya. Mereka menunjuk beberapa bank swasta asing yang kerja sama dengan mereka. Untungnya gue punya salah satunya walaupun cuma buat nabung aja.Report gue direct ke Pak Vino. Semua tugas-tugas gue akan diberikan langsung sama Pak Vino. Report gue nggak boleh diberitahukan sama siapapun. Diketahui siapapun kecuali Pak Vino. Bahkan sekelas Pak Adnan, nggak ngebolehin tahu. Kalau ada yang sampai tahu dan bocor, gue akan diberhentikan sekaligus ole
Kalo lo ngomong pelakor itu nggak punya malu, mungkin emang beneran seperti itu. Waktu gue malam-malam mampir makan lagi bareng Beno, gue lihat Bu Cla lagi ada di sana. Kali ini dengan Pak Marjan pula. Sepertinya food park ini udah jadi tempat favorit mereka. Mereka berdua tentu saja tetap nggak peduli dan tetap datang ke situ. Walaupun memang gue juga nggak sepenuhnya yakin, apakah para penjual dan pengunjung tetap di sini mengenali Bu Cla sebagai cewek yang ditampar karena pelakor saat itu.Gue merasa, mungkin hanya gue yang tahu kejadian itu dan mengenali mereka. Ya soalnya emang kan Bu Cla juga gue kenal.Dari tempat gue duduk, gue bisa melihat keakraban mereka berdua. Akrab bangetnya emang mirip sama orang yang punya hubungan lebih. Gue sama Beno juga akrab, tapi gue nggak pernah pegang-pegang tangan dia atau kasih gesture keakraban yang berlebihan sama Beno. Dan sebaliknya, Beno juga cukup sopan sama gue. Cara bercanda Beno emang kadang nyebelin tapi dia nggak pe
Malam Senin, sebuah email masuk. Tapi email ini sengaja dikirimkan ke akun gmail gue, email pribadi yang nggak berhubungan sama kerjaan kantor. Si pengirim, yang ternyata Pak Vino memberikan tugas pertamanya sebagai Sidekick, seperti yang pernah disebutkannya.Tugas pertama gue hanya satu kalimat namun susahnya luar biasa. Gue diharuskan membuat alur permintaan budget entertainment di kantor gue. Secara real. Bukan yang ada di SOP kantor. Bingung nggak gue? secara budget entertainment ke LA yang habis ratusan juta itu aja pakai budget entertainment beberapa PID (Project ID) yang dijadikan satu, plus jatah entertainment Bu Angel. Iya, di kantor gue semua team leader dan atasan-atasannya lagi, punya budget entertainment masing-masing. Bu Angel gue denger sekitar 100 juta. Untuk Pak Vino bisa lebih, apalagi Pak Marjan. Budget itu nggak perlu pakai PID, jadi bisa dipakai kapan aja mereka mau asal ada nota atau invoice asli dan copy.Kalau semua itu masih nggak cukup, akan
Sehari sebelum keberangkatan, baik Bu Angel maupun Pak Adi, nggak tampak batang hidungnya sama sekali di kantor. Project-project Sania yang tadinya gue pegang sudah kembali ke pemiliknya. Tanpa adanya tanda terimakasih, Sania banyak mencecar kekurangan gue yang tampaknya meski pembayaran invoice tidak terlambat, dia merasa customernya kurang diperhatikan. Ya gimana sih, gue kan cuma bantuin. Dan gue sendiri punya beban untuk lebih care sama customer di project-project gue sendiri.“Lo tuh harusnya terimakasih dibantuin!” timpal Okan yang ternyata dari tadi memperhatikan perdebatan kami.“Eh, diem lo! Lo kan nggak tahu historynya,” timpal Sania yang langsung membuat Okan angkat tangan dan menjauh.“Jadi gimana ini, ada yang komplein BAST-nya belum balik lagi?” cecar Sania sambil ngeliatin gue tajam.“Gue udah tanya sama Pak Adi, dia nggak ke kantor hari ini. Tapi balik dari LA dia akan cek ulang. Sementara sih anak
Tim yang berangkat ke LA tampaknya sangat menikmati perjalanannya, karena Sania berkali-kali screenshoot status WA sampai sosial media mereka untuk dikirim ke gue. Dia agak-agak kesal nggak diajak tapi nggak mungkin juga ngajakin dia pergi. Sedangkan gue? Gue cukup senang nggak ikutan pergi. Menurut lo pergi bareng bos-bos itu enak? Yakin deh, kalo gue ikut mereka bakalan jadi babu dadakan. Ogah gue.Gue mulai sedikit banyak pergi ke divisi FA, yang isinya orang-orang super pendiam itu. Biasa, kulik-kulik. Tapi kali ini gue membawa beberapa dokumen yang seharusnya biasanya dikerjakan sama si Rahma. Dengan dalih meringankan pekerjaannya gue akhirnya yang submit nota reimbursement kerjaan gue ke sana sendiri. Rahma sih nggak keberatan dan nggak curiga cuga sama sekali. Dia malah mikir, gue cukup meringankan beban pekerjaannya.Divisi FA sunyi seperti biasanya. Kalau yang kedengeran nggak suara printer ya suara ketikan laptop. Secara otomatis, siapapun yang ke sana akan b
Menemukan celah dari SOP lama dengan real case ternyata memang banyak banget hal yang nggak sinkron. Contohnya nih ya, gue nemuin kalau misalkan nota reimbursement itu bisa diakalin pake nota-nota kosong. Sebenernya ini nggak masalah sih soalnya emang beberapa case nggak bisa terelakkan, kaya pembelian ATK di toko yang nggak ada nota, ya udah tinggal bayar gitu. Atau misalkan kaya kemaren, case gue tinta billnya udah nggak jelas. Mau nggak mau kudu bikin nota cadangan. Untungnya gue ada sempet foto bill-bill itu. Jadi nggak masalah.Celah ini biasanya dimanfaatin sama anak-anak sales yang emang tahu kalau celah tersebut bisa dimainin. Biasanya sih senior-senior yang berani. Kalau cupu kaya gue, Veve atau Nana, kayanya nggak mungkin banget punya nyali segede itu. Apalagi kami semua masih dalam status kontrak. Kaya kemarin dinner bareng-bareng, gue pikir itu pake duit pribadi Bu Angel, nyatanya, beliau ngajuin reimbursement pake budget entertainment perusahaan. Gue liat dokumen