Nadira melangkah lesu masuk ke bagian depan apartemen. Tubuhnya entah kenapa terasa lelah. Ia menerima kunci mobil dari Feri begitu saja. Menggumamkan terima kasih dan tanpa melihat kepergiannya, ia masuk begitu saja ke bagian lobi terus mengarah menuju bagian dalam.
Wangi lembut parfum terasa begitu dekat. Nadira menoleh dan melihat sosok wanita cantik sedang berdiri dekat dengannya. Wanita itu melirik Nadira sejenak. "Anda mau buka password nya?" Tanyanya dengan bahasa Indonesia yang masih terbata. Nadira tidak mengenal wanita itu. Daripada menaruh curiga, dia membiarkan wanita itu menekan password-nya terlebih dahulu. Siapa yang tahu kalau wanita itu sebenarnya sedang mengintip-intip, menunggu seseorang dan kemudian masuk ke area dalam apartemen jika ada kesempatan lalu melakukan kejahatan. Membobol salah satu apartemen misalkan? Atau dia seorang wanita yang sedang mengejar mantan kekasih yang sudah menolaknya, mungkin?
Nadira tahu pikira
Nadira menyandarkan punggungnya di balik pintu. Napasnya berubah tak beraturan karena menahan amarah. Apa maksudnya wanita itu? ingin menyombongkan statusnya sebagai tunangan pria itu?Dan kenapa pula dia harus mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti akan berkencan? Dia benar-benar sudah gila. Alasannya benar-benar diluar nalar. Memangnya dia akan berkencan dengan siapa? Dan sekarang dia juga bingung harus pergi kemana.Baiklah. Sekarang ia sudah tertawan dengan kata-katanya sendiri. Dan jika dia tidak keluar apartemen, jelas akan semakin membuat dua sejoli itu curiga. Alhasil, ia kini tengah membuka lemari pakaiannya, mencari apa yang menurutnya pantas untuk dikenakannya sebagai orang yang hendak "berkencan".Nadira meraih dress lengan panjang dengan panjang rok yang mencapai mata kaki yang memiliki bentuk leher V, sehingga sedikitnya menunjukkan belahan dadanya yang seksi. Mengenakan make-up sederhana dan me
Nadira melemparkan handbagnya ke atas sofa begitu saja, sesaat setelahnya ia membaringkan tubuhnya disana dan menutup matanya dengan sebelah tangan.Alden yang melihat kelakuannya hanya bisa menggelengkan kepala. Pria itu berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air mineral dingin dan mendekati Nadira dan meletakkan minuman dingin itu di pipinya sehingga membuat gadis itu berjengit seketika. "So,mana janji kamu?" Tanya pria itu seraya duduk di salah satu kursi kosong disana."Apa?" Tanya Nadira tanpa sedikitpun menoleh. Ia lebih memilih memainkan botol di tangannya sebelum kemudian membukanya dan menghabiskan hampir setengahnya sebelum meletakkannya di meja kaca yang ada di depannya."Laki-laki itu.” Jawab Alden santai. Ia mengangkat sebelah kakinya dan meletakkannya di atas kaki yang lain. Membuat posisi duduk yang nyaman sebelum melanjutkan pertanyannya. “Kenapa kamu kelihatan marah banget sa
Sementara di tempat lain.Erhan mengabaikan Ezgi. Dia benar-benar marah pada wanita itu. Secara tidak langsung wanita itu telah membuat Nadira semakin menjauh. Bukannya semakin dekat. Baiklah, salah Erhan pula kenapa dia mau-maunya setuju saja mengikuti cara Ezgi.Setelah pulang kembali ke apartemen, Erhan terus menerus mengerang dalam hati. Telinganya terus menerus memantau Nadira. Berharap gadis itu pulang. Karena sungguh, jika ia melihat Nadira saat itu juga, ia akan memberondong gadis itu dengan segala pertanyaan dan akan mengakui tentang siapa itu Ezgi. Namun sampai pagi menjelang, Erhan tidak mendengar tanda-tanda keberadaan gadis itu.Erhan bahkan mengetuk pintu unit gadis itu sebelum berangkat kerja. Tapi gadis itu sama sekali tak merespon. Sehingga Erhan memastikan pada dirinya sendiri bahwa gadis itu memang tidak pulang semalam. Erhan melirik ponselnya. Lagi-lagi pesannya tak dibaca dan panggil
Alden tampak tengah menyiapkan sarapan ketika Nadira keluar kamar pagi itu. Nadira sudah menghubungi Haira, istri Alden untuk meminjam pakaiannya. Kebetulan mereka memang memiliki tinggi badan yang sama, jadi Nadira tidak terlalu kesulitan memilih pakaian yang cocok untuknya.Ia mengenakan kaos berlengan pendek berwarna putih dengan tulisan di bagian punggung dan celana jogger hitam sebetis. "Kamu mau pulang?" Tanya Alden saat melihat Nadira sudah segar. Nadira menggelengkan kepala. "Lantas? Mau kemana sepagi ini?"Nadira berjalan menuju pantry, membuka lemari es dan mencari buah-buahan yang bisa dimakannya. "Aku ada jadwal gym pagi ini dengan pelatih kebugaran." Ia meraih pisau dan membagi dua buah naga yang ditemukannya. Alden meletakkan semangkuk salad sayuran di atas meja sebagai teman sosis panggang dan telur mata sapi."Sarapanmu." Ucap pria itu sebelum menuangkan sebagian salad ke dalam piringnya sendiri.&
Dua puluh menit kemudian Nadira sudah berganti kembali mengenakan kaos dan jogger yang tadi ia kenakan saat berangkat. Dari area gym yang ada di lantai tiga. Ia naik ke lantai lima dimana ruang managemen berada. Lantai lima itu diisi oleh para staf administrasi. Dan disana pula lah letak ruang CEO agency mereka berada.Sebelumnya managernya, Fera bin Feri sudah memberitahukan bahwa pria setengah matang itu akan menunggunya disana, mereka hendak membahas sesuatu mengenai pemotretan mereka yang baru yang rencananya akan dilakukan secara berpasangan. Dan pasangan Nadira kali ini kemungkinan besar akan bersama Will lagi. Mengingat chemistry mereka ketika fashion show mereka tempo lalu berhasil.Nadira mengetuk pintu kaca hitam bertuliskan ruang CEO di hadapannya. Perintah untuk masuk ia dengar. Ketika membuka pintu, ia kembali dibuat terkejut dengan keberadaan Erhan disana. Kenapa pria itu terlihat seperti bunglon di mata Nadira? Karena belakang
Erhan berdiri seketika. Tanpa aba-aba ia menarik tangan Nadira dengan gerakan cepat. Membawanya ke salah satu ruangan dan menguncinya dari dalam. "Apa yang kamu lakukan?!" Nadira menyentakkan tangannya dari pegangan Erhan. Matanya memandang pria itu tajam."Aku yang seharusnya bertanya. Apa yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu menolak kontrak ekslusif itu tanpa sejenak pun memikirkannya?" tanya Erhan tajam."Karena itu mauku dan itu hak ku!" jawab Nadira tak kalah tajamnya."Tapi itu bukan hal yang main-main.”“Aku tahu itu bukan hal yang main-main, makanya aku menolaknya. Bukankah kalian semua sudah mendengar alasannya?”“Itu hanyalah alasan bodoh.” Elak Erhan. “Setidaknya pikirkan dulu sebelum membuat keputusan. Jangan sampai kamu menyesalinya? Atau semua ini ada urusannya denganku?""Apa maksudmu?" Nadira menatap Erhan
Sementara itu. Fera bin Feri berusaha mengejar dan mencari keberadaan Nadira. Wanita satu itu memang punya emosi yang menggebu-gebu. Namun biasanya, jika urusannya dengan pekerjaan, dia selalu menjadi orang yang paling masuk akal. Tapi ada apa dengannya kali ini?Kontrak ekslusif yang diajukan Levent itu nilainya tidak main-main. Seperti yang sudah Fera bin Feri katakan sebelumnya, bahwa nilai kontrak itu bisa menutupi seluruh biaya sekolah yang selama ini Nadira inginkan. Tapi wanita itu.. Fera hanya bisa menggelengkan kepala tak paham.Nadira ternyata masih berada di lantai yang sama. Gadis itu tengah berbicara dengan pasangan catwalk-nya. Siapa lagi jika bukan William Chandra.Pria berkebangsaan Indonesia Inggris itu sudah beberapa kali dipasangkan dengan Nadira. Dan sebenarnya chemistry diantara keduanya itu sangat cocok. Banyak orang yang menduga keduanya menjalin hubungan di belakang layar. Padahal sebenarnya
"Dimana kalian?" Tanyanya. Ia lantas bangkit berdiri dan berjalan ke ruang ganti dengan cepat. Erhan menyebutkan nama sebuah rumah sakit. Dan tanpa basa-basi Nadira menutup telepon.Fera masih berdiri mengekorinya. Pria setengah matang itu tampak bingung dengan kekalutan yang ditunjukkan Nadira. "Loe mau kemana?""Pemotretan udah kelar, kan? Gue ada urusan." Jawabnya. Ia bahkan tak segan mengganti pakaiannya di depan Fera."Tapi ada acara makan bareng, Ra." Ucap Fera dengan ragu-ragu."Loe wakilin aja. Gue mesti ke RS sekarang." Ia kemudian meraih tas nya dan berlalu pergi meninggalkan Fera yang masih harus membereskan wardrobe.Masuk ke mobilnya dan menginjak gas dalam-dalam, Nadira berdoa dalam hati semoga keadaan sahabatnya baik-baik saja.Rumah sakit yang ditujunya ia datangi dalam waktu kurang dari lima belas menit. Lima menit lebih cepat dari jangka wak
Pesta pernikahan digelar keesokan hari setelah henna night. Bukan pesta yang mewah seperti yang dibuat Nadira tempo lalu. Melainkan sebuah pesta sederhana yang hanya mengundang beberapa kerabat dan rekan penting keluarga Erhan. Orang-orang yang dikenal yang datang dari Indonesia hanyalah Meta, Ibunya, adiknya dan juga sahabat-sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu dengan para sepupu Erhan.Tidak ada kebaya, tidak ada siger, dan tidak ada musik tradisional Indonesia. Saat ini, keseluruhan pesta didominasi dengan acara internasional. Bahkan Nadira sendiri tidak mengenakan pakaian pengantin tradisional Turki, melainkan gaun mewah yang dipesan khusus untuknya dari designer langganan Dilara.“Uwoowwww, pengantin kita benar-benar cantik sekali.” Meta yang berjalan masuk mengenakan gaun berwarna navy tampak memandang Nadira dengan sorot terpukau.Nadira balik memandang sahabatnya itu dengan senyum di wajahnya. Set
TurkiKediaman Erhan tampak lebih sepi daripada biasanya. Karena apa? Karena ini adalahHenna Night.Malam Henna, yang diadakan bukan untuk orang lain, tapi untuk kekasih hatinya, Nadira.Ya, keluarga Erhan kini seluruhnya, para wanitanya, tengah berkumpul di kediaman orangtua Adskhan yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Menyisakan para pria yang tinggal di rumah dengan hanya menggigit jari saja karena tidak diperkenankan untuk hadir.Bukan diharamkan, hanya saja mengingat tradisi orang Indonesia akan pingitan, maka untuk henna night malam ini, para pria tidak diperkenankan hadir. Dan itu termasuk Erhan, Adskhan dan juga Lucas. Ketiga sepupu itu kini diam di kediaman Erhan, menjaga sepupu termuda mereka supaya tidak lari dan pergi ke tempat dimana pesta berlangsung dan melanggar perjanjian dengan calon ibu mertuanya.Erhan kembali melirik ponselnya. lantas mencebik
Bulan-bulan kemudian berlalu dengan cepat. Seperti yang sudah Erhan sarankan sebelumnya, Nadira mengambil kelas bahasa. Erhan memintanya untuk fokus belajar bahasa Italia dan Prancis. Sementara untuk bahasa Turki, pria itu mengatakan bahwa dia akan menjadi mentor Nadira secara gratis. Bahkan jika ada sesuatu yang bisa di praktekkan, pria itu mengatakan bahwa dia akan dengan senang hati memberikan contoh gratis yang seketika ditolak oleh Nadira.Dan memang waktu berlalu menyenangkan. Meskipun sebagian orang menduga bahwa hari-hari yang dilalui Nadira itu berat, tapi faktanya tidak demikian. Dia menikmati semua itu. karena Erhan selalu memanjakannya setelahnya.Bukan dengan acaramake-outseperti saat Nadira masih sehat. Pria itu bahkan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menyentuhnya selain memberikan kecupan di dahi dan pipi atau ciuman pendek saat Nadira memintanya. Tapi dengan memberikan apapun dan melakukan apapun y
Hari-hari Nadira dan Erhan mungkin terasa datar saja bagi yang memperhatikannya. Erhan bekerja, dan disela waktunya pria itu mengantarkan Nadira untuk pergi terapi. Ya, sebisa mungkin pria itu tidak pernah absen mengantarkan Nadira untuk melakukan fisioterapi. Bagi pria itu, melihat perkembangan Nadira setiap harinya merupakan kebanggan tersendiri. Setelahnya Erhan akan melakukan apapun yang Nadira inginkan. Entah itu berjalan-jalan, makan-makan, atau hanya duduk diam saja di rumah dan menonton acara di televisi. Entah itu tayangan film atau sekedar gosip. Yang jelas bagi Erhan, menghabiskan waktu bersama dengan Nadira adalah bentuk kebahagiaan.Hubungan Erhan dengan Fera bin Feri pun sudah mulai membaik. Erhan sudah bersedia membiarkan Nadira menerima video call dari Feri meskipun seringkali pria itu mencebik dan memalingkan muka dan bahkan meninggalkan Nadira untuk berbicara sendiri tanpa gangguannya.Fera yang takut akan berubah labih sep
Ya, tentu saja dia menginginkannya. Itulah jawaban dari pertanyaan dalam kepalanya. Nadira memandang pria itu dan tersenyum. “Untuk saat ini, aku mengingnkanmu.” Jawabnya lirih. Wajah Erhan kembali dibingkai senyum bahagia yang tentu saja menular pada Nadira. “Sekarang, apa kau mau memelukku?” pinta Nadira yang dijawab Erhan dengan anggukan dan kemudian lengan besarnya merengkuh tubuh Nadira lembut dan mendekap kepala Nadira di dadanya.“Seni seviyorum, Askim.” Ucap pria itu di atas kepala Nadira. “Aku mencintaimu, cintaku.” Ulang pria itu dalam bahasa yang lebih dimengerti Nadira. “Sudah malam, kembalilah tidur.” ucap Erhan tak lama kemudian seraya melepas pelukannya di tubuh Nadira.Nadira memandang pria itu dan mengedipkan mata sebagai tanda setuju. Erhan kemudian menekan tombol yang ada di sisi tempat tidur dan mengembalikan posisi ranjang pada kondisi berbaring datar.
Maap kalo banyak typo, Mimin belum sempet revisi karena pengen cepet-cepet update._____________________________________________Pria itu menarik napasnya dengan perlahan. “Jika ini membuatmu membenciku, tak masalah. Aku hanya perlu usaha lagi untuk membuatmu suka padaku.” Ucapnya dengan percaya diri yang dijawab kekehan Nadira. “Baiklah, darimana aku harus mulai?” tanyanya pada Nadira.“Dari awal?” Nadira balik bertanya.Erhan menganggukkan kepala. “Awal, ya?” ucapnya lirih. Ia kembali menarik napas panjang dan mulai bercerita. “Awal pertama pertemuan kita setelah insiden yang dialami Gisna. Apa kau ingat?” Nadira mengerutkan dahinya. Insiden? Insiden apa yang dimaksud pria itu? hal terakhir yang diingatnya tentang Gisna adalah ketidaksetujuannya atas pernikahan palsu sahabatnya itu. namun sekarang, saat melihat sahabatnya ber
"Memelukmu?" Tanya Erhan ragu. Entah kenapa mendengar permintaan gadis itu ia tiba-tiba merasa malu. Tanpa ia sadari, wajahnya memanas dan memerah seketika.Nadira memandang pria itu dengan heran. "Iya, memelukku. Kenapa? Kamu gak mau lakuin itu?" Tanyanya heran.Erhan bertingkah seperti gadis perawan yang hendak dipinang oleh pria pujaannya. Pria itu mengusap tengkuknya karena merasa kikuk. "Bukan begitu." Ujarnya lirih. "Hanya saja…""Hanya saja apa?" Tanya Nadira dengan nada menuntut."Aku takut tidak bisa menahan diri." Rengek pria itu, seperti bocah yang meminta mainan pada orangtuanya.Nadira terkekeh. Mau tak mau gadis itu memandang Erhan karena tingkah lucunya. "Jangan menertawakanku." Sergah pria itu dengan mimik cemberut. "Aku sudah menahan diri untuk tidak menyentuhmu saat kita dipingit. Dan aku juga sangat merindukanmu saat bajinga
Nadira menunggu. Di kamar inapnya yang sudah kembali sepi karena lagi-lagi, ia meminta ibunya, adiknya, Gisna dan juga sahabatnya Meta untuk pulang saja dan tak menemaninya tinggal.Mereka menolak, tentu saja. Karena mereka takut Nadira kesusahan jika membutuhkan sesuatu, terlebih jika ia memiliki kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi. Tapi lantas ia menghingatkan mereka bahwa ia menggunakan kateter urin yang meskipun terasa tak nyaman tapi harus digunakan untuk sementara waktu sampai minimal dia bisa duduk sendiri.Jam berlalu terasa lama baginya. Menunggu itu memang tidak nyaman. Dan setelah obat yang dikonsumsinya, menahan kantuk itu rasanya sangatlah susah. Tapi ia masih mencoba bertahan karena dia ingin bertemu dengan orang itu. Siapa lagi kalau bukan Erhan. Pria yang hanya akan datang padanya saat dia tidak sadar.Jam berlalu, dan tanpa sadar Nadira terbuai oleh kantuknya. Hingga kemudian dia bisa merasakan tangan s
Hari ini benar-benar melelahkan bagi Nadira. Fisik dan juga batinnya.Bagaimana tidak. setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter umum yang menanganinya. Nadira kemudian dialihkan untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog. Dia ‘dipaksa’ untuk mengingat dan menceritakan kejadian terakhir yang ada dalam kepalanya. Dan itu bukan hal yang mudah, mengingat banyaknya hal yang tidak bisa ingat dan bisa dia ingat dalam waktu bersamaan. Dan hal itu membuatnya merasakan sakit di kepala.Setelahnya ia melakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dengan tujuan untuk melihat keseluruhan organ dalam Nadira dengan lebih seksama untuk nantinya mereka melakukan penanganan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan amnesia yang Nadira miliki dan juga kelemahan otot yang membuatnya tidak bisa bergerak.“Secara keseluruhan, kondisi fisik Bu Nadira itu ada dalam keadaan prima.” Ucap dokter ahli sara