"Singkirkan tanganmu." Ucap Raynar dingin.
"Kenapa kau begitu pemarah?." Alis Huli berkerut sebelum, sebuah senyuman manis nampak di wajahnya. "Apa kau begitu takut ku sentuh?" Mata Raynar mengerjap.
"Pffft... Tuan Raynar, ternyata kau benar-benar seorang penakut." Ucap wanita itu, sebelah tangannya ia gunakan untuk menutupi mulutnya. Menahan suara tawanya untuk keluar.
"Tuan Raynar, apa kau punya kelainan?, gangguan mental?." Tanya Huli.
"Singkirkan. tanganmu." Ucap Raynar lebih dingin.
Wanita pirang itu tersenyum mendengar ucapan dingin dari pangeran mahkota, "Sepertinya dua-duanya." Tebaknya seraya menegakan tubuhnya.
Gigi-gigi Raynar bergemeletak, "Singkirkan. tanganmu. dari. sana." Ucapnya penuh penekanan.
Huli menyeringai, "apa aku benar?" Tanya wanita itu. Tangannya terus mengelus, bergerak memutari perut berotot dan dada bidang milik sang lelaki.
Seet...
"Ukh..."
Perih, ringisan itu terdengar dari Ra
Tak melupakan kehadiran pangeran ke-5 yang sedari tadi bersembunyi di dinding luar goa. Rahardian tampak amat sangat terkejut begitu mendengar jeritan-jeritan tersiksa dari Raynar, juga tentang fakta kematian rekan setimnya. Sang pangeran bahkan menutupi mulutnya erat, takut suara napasnya dapat terdengar oleh lawan bicara Raynar. Rahardian tadi sempat mengintip sedikit ke dalam, dan dia mendapati bahwa seseorang di dalam goa itu, ialah sesosok wanita dengan penampilan seksi. Tak pernah terbayangkan oleh Rahardian, jika mereka akan berakhir setragis ini. Rahardian bergerak gelisah ketika mendengar bahwa kakaknya akan mendapatkan siksaan selanjutnya, walau bagaimanapun dia harus menolong si pangeran mahkota. Rahardian tahu bahwa Raynar sejatinya telah mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkannya, namun pengorbanan Raynar tak tanggung-tanggung, dia bahkan sampai rela menerima hukuman dari tindakan ceroboh sang adik.
Lautan meliputi 71% bumi. Lautan adalah perairan yang sangat dalam, luas dan misterius, banyak sekali cerita legenda tentang makhluk yang hidup di dalamnya, dan yang paling terkenal adalah kisah mengenai kehidupan Orang Laut yang di kabarkan sebagai makhluk abadi penjaga lautan. Sebuah cerita fantasi yang berasal dari imajinasi para manusia. Cerita yang tak pernah nyata, dan hanya sebatas bualan belaka. Pernahkah kalian berpikir bahwa kisah itu sungguh adanya? Mungkin pernah, ketika kalian masih seorang bocah yang dengan mudahnya ditipu oleh para orangtua. Dunia itu luas, tak sesempit pemikiran kalian. Bukankah masih banyak hal yang jadi misteri di dunia ini? Kalian para manusia, hanya bisa mempercayai apa yang kalian lihat secara langsung saja. Sedangkan jika kalian tidak melihatnya, kalian hanya akan menganggap suatu hal sebagai kebohongan saja. Sebuah opini yang nyata, bukan? Sebagian besar dari bumi adalah laut. Laut yang teramat sangat luas nan dalam. Me
"Barang murah, kualitas gak murahan." "Ayo, di beli!, di beli!." Langkah kaki pertama Syrenka, membawanya ke keramaian pasar di ibu kota kerajaan Maheswara. Di acara jalan-jalannya ini, Syrenka juga sesekali melihat pedagang-pedagang kaki lima di pinggiran jalan yang sedang asyik menjajakan dagangan mereka. Hingga Mata Syrenka tertarik dengan pedagang yang menjual berbagai aksesoris wanita. Dia pun lantas menghampiri kios tersebut. Syrenka melihat sebuah kalung berliontin giok putih dengan bentuk bulan sabit, yang menyatu dengan sebuah batu merah berbentuk bulat. "Nona mata anda sangat jeli, kalung itu memang paling laris terjual akhir-akhir ini, kalung itu bernama bulan yang memeluk matahari. Batunya juga sangatlah indah. Bisa di berikan sebagai hadiah kepada orang terkasih," jelas si pedagang. "Bulan yang memeluk matahari?" ulang Syrenka, sembari kembali memperhatikan dengan seksama liontin di k
Di saat gaun-gaun indah tersibak karena tarian pesta, saat bau rokok tercampur dengan aroma parfum serta bebauan wine, Tampaklah seorang gadis cantik dengan gaun berwarna abu muda, berhiaskan pita berwarna merah muda, yang menjuntai di ikatan pinggang, dan kedua ujung lengan gaunnya yang bermodel balon. Rambut peraknya di biarkan tergerai dengan jepitan pita berwarna senada di sisi kanan rambutnya. Sedangkan gadis itu memakai sepatu flat yang terbuat dari berlian bening, membuat sepatu transparan itu berkaulan di bawah sinaran lampu, layaknya sepatu kaca milik Cinderella. Malam ini, Berbagai tatapan mulai dari kagum, meneliti, hingga iri hanya terarah pada Syrenka, seorang gadis biasa yang tidak di ketahui asal usulnya –yang anehnya, berhasil mendapatkan posisi putri mahkota. Beberapa kali gadis itu menghela nafas, tampak kebosanan. Lantaran dia sedari tadi hanya berdiri di tengah lantai dansa, tepat di bawah gantungan lampu nan megah. "Tuan
"Kwaak...kwaak...kwaak." suara Burung Garuda yang tiba-tiba terdengar, sontak mengagetkan Syrenka dan membuat gadis itu mengambil beberapa langkah ke belakang. "Tenanglah Theo." Ucap Arga sembari mengelus perlahan helaan bulu keemasan sang burung Garuda. "Ada apa dengannya?..." Tanya Syrenka cemas, lantaran selama hidup di lautan, para duyung sangat menghindari kehadiran avies itu. Sebab para duyung menganggap, jika keberadaan burung-burung di sekitaran perairan mereka hanya untuk memangsa dan mengurangi populasi para ikan, sehingga di mata mereka hewan yang memiliki sayap itu termasuk makhluk yang kejam. "Theo belum terbiasa bertemu orang asing." Tukas si pemuda "Apakah Syarenka ingin mencoba menyapa Theo?." Tawar Arga kemudian. Syrenka tampak ragu, "Apa boleh?." "Ya, ulurkan tanganmu." walau agak gemeteran Syrenka tetap berusaha tenang, lantas gadis itu memberikan tangan kanannya, Arga mengarahkan telapak tangan Syrenka untuk lebih mendeka
Sudah beberapa saat, sejak Arga menunggu seseorang di sana, namun seseorang yang ditunggu itu belum juga memunculkan batang hidungnya, 'Kenapa Tuan Putri belum juga kembali?', batin Arga bertanya-tanya. Dia pun beranjak untuk bergegas mencari keberadaan sang tuan putri.Lalu Sebuah cahaya yang berkerlap-kelip di sudut jalan menarik perhatian Arga. Pemuda itu berjalan menghampiri, lantad dipungut nya sebuah rantai dengan bandul berbentuk matahari yang memancarkan cahaya kuning terang.Setelah itu Arga menyadari, suasana di sekitarnya sangat hening, berbeda jauh dengan keadaan di dalam istana yang masih tampak ramai dengan hiruk pikuk. Terlihat tidak ada orang lain sama sekali selain dirinya di taman tersebut."Apa dia sudah pergi?."◇❖❖◇RING! RING! RING!Kali ini bukanlah suara denting bel yang berasal dari jam menara, melainkan Suara nyaring sirena yang terdengar memenuhi ruangan pesta, sehingga ikut menarik intensitas dari para rakyat dan
"AAAAAKKH!." Tiba-tiba saja Syrenka menjerit dan berguling-guling kesakitan, lalu tampaklah garis-garis berwarna keperakan yang sedikit demi sedikit menjalari leher hingga pangkal tenggorokannya, mulai bercabang dan mengakar hingga akhirnya saling terhubung menjadi saraf-saraf yang bertaut."Syrenka!." Pekik Alhena kaget. Sedangkan Sang Raja tak bereaksi, wajahnya tanpa ekspresi. "Syrenka kenapa, ayah?." Alhena berusaha menyadarkan ayahnya agar segera bertindak."AAkh!...aa!..aa!." Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Bahkan sampai Syrenka tak dapat berteriak lagi. Suaranya tercekat, dadanya terasa sesak. Dengan bengisnya Syrenka mencakar-cakar lantai guna meluapkan segala kesakitannya."Hari ini tepat hari ke-100, semenjak Syrenka menggunakan kekuatannya untuk mengabulkan permohonan manusia itu. Kini Kutukannya sudah terwujud.""Kutukan?, apa maksudnya ayah?!." Desak Alhena semakin kebingunan."Kutukan pengendali jiwa.
Di atas sana Matahari mulai memuncak, Langit menampakkan sinaran biru cerah, awan tampak sangat ramah, dihiasi dengan kicauan burung-burung merdu dari setiap rumah.Setelah pesta perayaan yang menjelang pagi, di susul dengan kabar duka yang tiba-tiba mendatangi. Kini para penduduk di kerajaan Maheswara sudah kembali berkutik pada rutinitas keseharian mereka.Ruangan Ballroom Istana juga sudah mulai di bersihkan oleh para dayang dan beberapa pekerja. Dekorasi-dekorasi yang semulanya indah terhias pada ruangan itu mulai di lepasi dan di bongkar guna menampilkan suasana aslinya.Sementara di tepi teras di atas sebuah balkon tampak seorang pemuda tengah berbincang dengan guru pembimbingnya. "Bukankah tak terlalu gegabah mengadakan rapat dadakan seperti ini?." Tanya Wirya."Menurut saya, juga karena Raja telah mendapat banyak desakan dari para bawahannya." Balas Arga, sembari berdiri melihat pemandangan dari balik balkon. seperti biasa di bah