Share

09. Rencana

Penulis: Indah DwLes
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sinar matahari terbit menerangi awan tipis jarang-jarang di langit. Hari ini sepertinya akan cerah. Angin masih bertiup dari Danau, mengacak-acak rambut Arga dengan lembut. Wangi air danau yang basah menggelitik indra pembau, membawa kesegaran hijau musim panas. 

Arga tengah menyusuri jalanan desa bersama Nehan. Kakinya mengarahkannya menuju jalanan setapak yang sudah sangat di ingatnya. Rumah-rumah keluarga yang sudah hafal di luar kepala menyembul dari balik dinding, jendela-jendelanya dibuka untuk mengalirkan udara pagi ke dalam. 

Di tiap rumah, panji-panji dinasti aneka warna berkibar-kibar ditiup angin. Merah darah marga Kumara, hijau zamrud marga kuno Pratmatya yang tiada tanding, hitam-silver marga terkemuka Wibisana. 

Gapura tinggi dan mulus, membentang lebar dari dinding-dinding pirus-emas di sektor desa. Setelah sampai di suatu pekarangan Arga secara menyelinap memasuki sebuah rumah tersudut di ujung gang. 

Rumah itu sendiri,

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Siasat Sang Penguasa   10. Rencana II

    "Oh jadi itulah sebabnya, suku kita tidak mau bekerjasama dan mematuhi peraturan kerajaan Maheswara." Celutuk Barra, pemuda tampan bersurai perak, sembari mengusap-usap Sigung peliharaan di pangkuannya.Arga tersenyum tipis, sesuai perkiraannya, Orang Kerajaan memang sudah bertindak. "Itulah sebabnya aku mengumpulkan kalian disini, karena aku tidak ingin jika suatu saat nanti, suku kita akan berakhir hancur, hanya karena kita menganggap remeh dan menutup sebelah mata atas penyabotasean ini.""Menurutku kita sebagai generasi muda dalam suku, memang harus melakukan tindakan secepat mungkin." Komentar Farra serius.Arga bangkit dengan keluwesan nan anggun. Ekspresinya tak terbaca,"Oleh sebabnya, disini aku sangat mengharapkan dedikasi kalian, sebagian sudahku rancangkan upaya apa saja yang harus kita lakukan." Arga membuka buku agendanya, dia tampak memilah-milah, "pertama, Melakukan pengamanan, dengan berjaga-jaga dan mengingat kapan saja jadwal penyer

  • Siasat Sang Penguasa   11. Pamit

    ◇❖❖◇Seusai dari pertemuan rapat tadi pagi bersama para sahabatnya, siangnya Arga melanjutkan pergi ke balai desa ingin meminta izin atas kepergiannya kepada sang kepala suku.Tok... Tok... TokArga mengetuk pelan pintu ruang belajar Eyang Abimayu, dia tampak gugup, karena ini kali pertamanya meminta izin secara resmi. Jika sebelumnya, Arga langsung melarikan diri dari desa tanpa sepengetahuan teman dan para warga. Mengakibatkan dirinya berakhir tragis. Kini demi tugas melindungi desa dan rencana balas dendamnya, dia harus bisa membuktikan kepada gurunya itu, bahwa dia bisa dipercayai dalam mengatasi masalah suku."Masuk." suaranya pelan dan tegas. Arga memasuki ruangan yang dipenuhi senjata-senjata tradisional, dengan rak-rak buku menjulang di setiap sisi. Eyang tengah sibuk membaca berkas-berkas yang menggunung, kepalanya menyembul dari tumpukan-tumpukan dokumen."Ada apa Arga?." Tanya Eyang Abimayu t

  • Siasat Sang Penguasa   12. Burung Garuda

    ◇❖❖◇Setelah mengemas dan mempersiapkan segala pembekalan, Arga siap bepergian. Semuanya berjalan dengan lancar sesuai rencananya. Namun, demi keamanan, Arga meninggalkan Nehan untuk mengurus Ibu. Dia tidak ingin identitasnya sebagai Orang Darat terbongkar, karena akan terlalu mencolok membawa seekor Harimau ke khalayak banyak.Kini Arga menyusuri hutan belantara. Setelah berpamitan dengan Eyang, ibu, beserta para sahabatnya. Kakinya akan menapaki jalan selama satu hari dua malam. Suasana hutan masih terasa sama seperti dua bulan yang lalu. Ketika dirinya masih seorang pemuda polos yang gampang dimanfaatkan.Kini setelah semua peristiwa tersebut, menjadikannya diri yang baru, dewasa, ambisius, dan penuh rencana. Dia tidak akan mudah terpengaruh lagi, walaupun harus kembali ke kandang Singa. Dia sudah menyiapkan strategi agar bisa menghukum Singa.Beberapa saat menjelajah kini Arga telah sampai di sebuah lembah, dia merasa kelelahan

  • Siasat Sang Penguasa   13. Independen

    Kini Arga, sedang mengitari pasar plaza yang ada di depan gerbang istana. Dia ingin menyempatkan diri untuk menikmati beberapa makanan lokal.Sebelum kerajaan mengubahnya menjadi guru sang pangeran, selagi dia masih bisa berjalan bebas tanpa harus menyembunyikan diri dalam balutan tudung tebal nan menggerahkan. karena di kehidupan yang lalu, dia tidak sempat untuk menjelajahi salah satu pusat perbelanjaan teramai di Kerajaan itu, apalagi hanya sekedar untuk mencicipi makanannya. Di sisi kanan dan kiri jalan nampak kios-kios penjual kaki lima yang di penuhi aneka barang lengkap, mulai dari kebutuhan pokok, barang-barang unik, hingga barang-barang magis. Para pedagang terlihat cukup sibuk untuk menjajakan barang dagangan yang dimiliki.Arga memutuskan untuk memasuki sebuah kedai teh. Kedai itu penuh ramai dengan pengunjung, untungnya masih ada satu tempat duduk kosong yang berada di ujung ruangan.Lantas Arga segera menuju kesana, t

  • Siasat Sang Penguasa   14. Pertemuan

    Gerbang istana membentang kokoh dihadapan, tampak sudah berwarna silver kecoklatan, ia terus membentang kokoh dihadapan.Meski sudah lama melindungi bangunan kastil megah itu sehingga karatan, membuktikan perjuangan panjangnya dalam menghadang teriknya mentari juga guyuran hujan. Selama bertahun-tahun melebihi masa triwulan.Menarik nafas dalam Arga, melangkahkan kakinya siap memasuki kandang lawan. Kini dia berjalan santai tanpa perlu khawatir mendapat cegatan, atau bentakan dari para penjaga. Karena kedatangannya kali ini, sudah berbekalkan Undangan surat resmi dari kerajaan.Arga menyusuri Koridor istana sendirian, dia tidak memerlukan seseorang untuk menunjukkan jalan, sebab semua memorinya masih terpasang lekat di ingatan.Semua ruangan, serta tatanan furnitur, atau bahkan beragam rangkaian bunga masih terlihat sama di benaknya.Bayangan bangunan-bangunan tampak tak terlihat di tanah, berarti posisi matahari berad

  • Siasat Sang Penguasa   15. Aliansi

    Raynar Syaron berjalan menyusuri koridor panjang istana menuju aula utama. Sepatunya berbunyi 'tuk tuk' tergesa diatas lantai es yang memantulkan gema di sepanjang dinding, jubah putih yang ditahan dua buah permata biru di bahunya tampak berdesir saat kaki itu melangkah, pakaian kebesaran kerajaan yang berwarna putih biru melekat dengan sangat pas ditubuhnya yang tegap.Lelaki itu melangkah mantap, lalu mendorong pintu tinggi aula utama dengan kedua tangan, menatap seorang pria paruh baya yang duduk di singgasana di seberang ruangan, sang raja negeri Maheswara."Anakku" sang raja memanggil Raynar dengan nada girang yang dibuat-buat sambil merentangkan tangan untuk menyambut kedatangan anaknya, "Kemarilah, nak. Kau sudah tau kita akan kedatangan tamu. Cepat. Cepat!"Sang pangeran memutar bola mata sebal, namun tetap melangkah dan berhenti di depan singgasana ayahnya, membiarkan pelayan pribad

  • Siasat Sang Penguasa   16. Putra Mahkota

    Seperti biasa, Raynar akan bangun saat para pelayan mulai berdatangan ke kamarnya, lalu dia dilayani oleh puluhan pelayan untuk mempersiapkan diri setiap harinya, sesudahnya Raynar dalam tampilan rapihnya, beranjak pergi ke istana ibunda untuk memberikan salam sebagai rutinitas paginyapermaisuri dalam balutan busana megahnya duduk di atas singgasana, dikipasi dan disuguhi buah-buahan oleh para dayang, "Salam kepada rembulan kerajaan, ibu.""Kemarilah, nak. " panggilnya dengan melambai kepada anak tunggalnya, gerakan itu menghasilkan bunyi gemericik dari perhiasan-perhiasan emas yang dikenakannya."kenapa ibu terlihat lesu, apa ibu sedang sakit?." Raynar meletakkan telapak tangannya di atas kening sang bunda, memeriksa suhu badannya. "Tidak nak, ibu hanya kurang enak badan." sanggah permaisuri, tak ingin membuat anaknya khawatir.Setelah para dayang pergi meninggalkan mereka berdua, Permaisuri menggengam tangan Raynar lantas bertanya, "Jadi bagaiman

  • Siasat Sang Penguasa   17. Kebetulan

    "Kakak, kenapa kau lama sekali..." Seorang gadis tengah duduk menyadar ke sebuah pohon besar yang tersembunyi, dirinya terlihat kesal lantaran sudah cukup lama menunggu sang kakak.Seharusnya acara perundingan itu sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu, tapi batang hidung orang yang ditunggunya masih belum terlihat juga.Gaun sutra berwarna krem dan sepatu senada yang dikenakannya terlihat basah juga kotor, akibat terkena cipratan lumpur dari hentakan kakinya, begitupun tangannya juga terlumuri noda kecoklatan tanah yang sedari tadi di main-mainkannya untuk mengusir kebosanan.Terdengar suara langkah kaki mendekat, karena kondisi khusus yang dimiliki Zea, dia tidak bisa bertemu dengan sembarangan orang. Lantas segera menyembunyikan diri di balik pepohonan besar.Sinar matahari yang tertutupi oleh pepohonan rindang di sekitar menghasilkan cahaya teduh remang-remang sehingga membuat penglihatan putri Zea tidak terlalu terfokus. Dari kejauh

Bab terbaru

  • Siasat Sang Penguasa   59. Menghentikan

    "Arga Giandra Bratajaya!." "Tuan Arga!." "Tuan Guru!." Teriakan demi teriakan terus terdengar saling sahut menyahut, menciptakan kebisangan dalam suatu lembah yang letaknya agak ke pedalaman, sehingga dulunya jarang terjamah oleh kumpulan manusia awam. Walau tenggorokan sudah terasa kering, dan suara mulai terdengar serak pun. upaya mereka belum juga terlihat tanda-tanda akan membuahkan hasil. Padahal seluruh Anggota prajurit, termasuk pimpinan jendral sudah menghabiskan waktu hampir seharian penuh untuk melakukan pencarian terhadap sang pimpinan. "Anda ada dimana, tuan Arga?." Seru Jendral lirih, Tak terbilang sudah berapa banyak pikiran yang tidak-tidak terus berseliwiran mengundang kecemasannya. Hingga Pergerakan kedua kakinya mulai melemah, sang pemilik tubuh dirasa tak mampu lagi meneruskan berjalannya. Walau lemah, dengan susah payah Jendral mencoba berpegangan pada tepian batang kayu didekat aliran, berusaha menahan bobot tubuhnya supaya tidak langsung meluncur jatuh. Na

  • Siasat Sang Penguasa   58. Sebagian Kegilaan

    Syrenka berusaha mati-matian menahan pergerakannya saat Arga berjalan mendekati tempat persembunyiannya. Nyawa Syrenka seakan ikut mengambang. Saat Arga sudah sampai tepat di depannya, keberadaan mereka berdua hanya terhalang oleh dinding batu karang saja saat ini. Hampir selangkah lagi, Arga tiba-tiba berhenti. pemuda itu menunduk, tangannya perlahan turun, lalu jemarinya menggapai sebatang tangkai Anggrek berlian dan lantas mencabutnya. "Kurasa cuma bunga ini yang ukurannya paling besar." Gumam Arga sembari menyelipkan lagi bunga dengan bentukan spesial itu. Selanjutnya Arga lekas memutar arah, pemuda itu menelusuri lagi setiap bunga guna memastikan suoaya tak ada yang terlewat. sebelum pemuda itu memutuskan untuk meninggalkan ladang Anggrek Berlian itu, dan berenang pergi ke daratan. Sedangkan syrenka hanya bisa menatapi sosok yang mulai menghilang ke permukaan itu tanpa bergeming. Dia masih tidak bisa menyangka, jika baru saja berkesempatan untuk melihat orang yang dicintainya

  • Siasat Sang Penguasa   57. Petunjuk Darinya

    Selepas mendapatkan pusaka, lantas semakin menyelam menuju ke kedalaman air. Arga sudah lama berubah pikiran, Alih-alih meminta kepunyaan milik Raja. Jika di berikan kesempatan. Walau harus mengeluarkan tenaga lebih, Arga lebih memilih mengandalkan kemampuannya untuk mengambil sendiri Anggrek Berlian itu. Karena perbandingan kualitas kesegaran Anggrek Berlian yang lama jauh berbeda di bandingkan dengan yang baru di petik. Di tambah alasan lain mengenai harga diri, ia tak sudi jika harus mendapatkan rasa iba dari Sang Raja berhati busuk itu. Arga yang sekarang sudah berubah total, dia tak sepolos dulu. Pastilah ada maksud tersembunyi, jika Arga meminta Anggrek Berlian kepadanya, dan Raja mau memberikan dengan gamplang kepunyaannya itu. Jadi Tentu saja, Arga harus memanfaatkan waktunya sekarang ini sebaik mungkin agar bisa mendapatkan obat untuk sang Ibunda. "Aku harus menemukan Anggrek Berlian itu!." Gumamnya penuh tekad. Tepat setelah Arga mengakhiri kalimatnya, pemuda itu mera

  • Siasat Sang Penguasa   56. Bukan khayalan

    Beberapa saat Lalu... |Syrenka| Dulu Ayah sering menceritakan banyak kisah mengenai legenda kaum kami. Ada satu kisah yang sangat membekas di ingatanku, yakni mengenai nasib hidup seorang putri duyung yang berakhir tragis. Karena dia berani menentang takdir, jatuh cinta dengan bangsa manusia. Setelah berkorban banyak, hingga akhirnya harus menukar suaranya yang indah dengan sepasang kaki. Ia malah harus melihat orang yang ia cintai menikah dengan orang lain. Merasa Putus asa ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke laut. Dan detik berikutnya... Ia menjadi buih. Begitulah kisah cinta melegenda para duyung yang sewaktu kecil pernah sangat aku sukai. Dulu aku sangat ingin mencoba bagaimana rasanya jatuh cinta itu. Dan kini walau dengan versi agak berbeda, berkat tak sengaja menyelamatkan seorang pemuda, diriku mulai merasakan jatuh cinta itu. Bahagia saat memikirkannya, Berdebar-debar setiap kali di dekatnya, Tersipu malu saat di perhatikannya. Perasaan seder

  • Siasat Sang Penguasa   55. Menemukan

    |Pararryon| Aku pandangi seonggok tubuh tak berdaya yang tergeletak di depanku, sudah hampir seharian kondisi Asrai belum juga ada kemajuan. Aku sudah memberikannya perawatan terbaik semampuku. "Teman terbaik... sangat susah untuk ditemukan, sukar untuk di tinggalkan, dan sulit untuk dilupakan." Aku mengedarkan pandangan berusaha mencari dari mana asal suara itu berasal. Tapi tak kutemukan siapapun, yang aku dapat hanya kehampaan. Hingga kenyataan, kembali menyadarkanku. Suara itu hanyalah bekas kenangan yang merambat keluar dari memori lamaku. Entah kenapa, dalam keadaan seperti ini. aku malah teringat akan Kata-kata polos Asrai di waktu dulu. Hatiku bergejolak, aku merasakan seperti ada sesuatu mendorong untuk keluar dari kedua mataku yang mulai memanas. Mungkin beginilah rasa kesedihan yang biasanya muncul pada diri manusia yang putus asa dan kecewa. Aku baru tahu, jika rasa kesedihan itu bisa sampai membuat perasaanku semenderita ini. Andai saja, dengan penderitaan i

  • Siasat Sang Penguasa   54. Timbal Balik

    Sejak dahulu kala, Tuhan sudah mengatur segalanya dengan penuh keseimbangan. Begitupun dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Tak ada yang berakhir sia-sia. Semuanya diberikan kelebihan, namun juga tak luput dari kekurangan. Itulah sebabnya, kita akan saling membutuhkan, saling berpasangan, saling bantu bahu- membahu, juga saling menguntungkan. Begitu juga dengan benda-benda yang tak bernyawa, masing-masing dari mereka yang memiliki manfaat, juga pasti memiliki kemudaratan. Itulah konsep keseimbangan. Hingga suatu masa, keseimbangan itu pernah hampir musnah. Pada zamannya, Alam semesta pernah berada di saat-saat tergelap dan tersuram.Semua hal itu semata-mata, disebabkan karena rasa keserakahan manusia. Awalnya semuanya berjalan dengan semestinya di dukung dengan ekosistem alam yang sempurna. Namun di antara sejuta keberadaan manusia berhati baik, pastilah ada satu manusia berhati licik. Perlahan Para manusia dengan kecerdasan mereka berlomba-lomba ingin mendominasi seisi dunia, bahk

  • Siasat Sang Penguasa   53. Sebab Sebuah Masalah

    "Bisa nanti saja bertanya nya?, selamatkan aku terlebih dulu." Jawabku ketus. Walau begitu, sebenarnya di dalam diri, hatiku ini tengah was-was. Sebab Ini kali pertamaku bertatapan langsung dan berani meminta tolong kepada manusia."Kau bisa bicara?!." Tukas anak itu, seraya memandangiku dengan tatapan terkejut, bercampur takjub seakan tak percaya.Aku mendengus, "Tentu saja, aku ini binatang suci tahu." Ucapku menyombong. Kau pasti tambah terkejut kan?. Ya, teruslah kagum padaku.•°Setelah berhasil melepaskan tandukku dengan jerih payah dan sedikit bantuan darinya. Anak itu tak langsung pulang, dia malah duduk di tepian sembari menyerangku dengan banyak pertanyaan."Oh, jadi tak sembarangan binatang bisa berbicara sepertimu ya?." Tanya anak itu lagi, matanya masih menatapku dengan berbinar-binar, seakan baru saja di pertemukan dengan sebuah benda langka yang jika di perhitungkan akan bernilai jutaan berlia

  • Siasat Sang Penguasa   52. Masa Dulu

    |Flashback On||Pararryon|Sebagai Satu-satunya hewan yang diberikan karunia untuk bisa berbicara dan memahami bahasa manusia. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh naga air seperti aku ini, hanya bisa sesekali berkeliling atau mungkin mendengarkan aktivitas ramai dari pedagang dan nelayan di atas sana. Aku yakin saat kalian membaca satu paragraf di atas. Di dalam benak, kalian pasti bertanya-tanya kemana keluarga dan koloniku?. Akan aku jawab, sebenarnya aku tak memiliki keluarga. Aku adalah satu-satunya naga air yang hidup di perairan ini, karena sejak kecil aku terpisah oleh rombongan koloniku yang bermigrasi, dan aku tertinggal disini. Hari demi hari, aku lalui seperti biasanya. Hingga di suatu hari yang cerah, "Shiela akan jaga disitu, dan kalian di bagian sana." Aku mengenali, suara cempreng itu berasal dari seorang anak manusia. "Jangan berbalik ya!." Setelah ucapan itu, aku mendengar ada suara menyerukan angka seperti sedang menghitung, juga ada yang berbicara singkat dengan

  • Siasat Sang Penguasa   51. Teringat

    |Arga|Namun tiba-tiba instingku menyuruhku untuk berbalik melawannya, dan aku mengandalkan waktu yang tepat ini untuk mengenai titik lemah Pararryon yang tengah lengah. DRAAKK!Gerakanku itu jelas, terlalu cepat dan terlalu sekilas untuk bisa di lihat oleh mata berusia tiga juta tahun miliknya. Tangan kiriku yang bebas meninju mahkota di atas kepala Pararryon, meretakkannya dengan gampang.Si naga kembali beringsut ke belakang hingga karena terkejut, meskipun punggungnya sebenarnya sudah mepet ke dinding terowongan. Kepalanya bergetar beberapa kali seperti orang menggigil. "Boleh juga, manusia. Kekuatan yang mengerikan sekali. Aku tidak pernah jadi manusia, tapi menurut penilaianku kau terhitung manusia dengan kemampuan langka, pemuda yang sangat cerdik."Aku tak terlalu mendengarkan semua kata-kata semanis madu itu, karena pandanganku masih teralihkan. Aku kini mengamati fenomena menakjubkan yang baru pertama kali aku temui di kehidupanku ini, atau bahkan satu-satunya dan tak akan

DMCA.com Protection Status