Dokter sedang memeriksa keadaan Zeera, dan Shean menunggu dibelakang tidak jauh darinya.
“Tidak ada luka dalam, hanya luka luar, tapi tetap saja ini pasti terasa perih apabila terkena air sedikit atau bergerak,” ucapnya sibuk memakaikan perban pada Zeera.
“Kenapa dia bisa terluka seperti ini? Apa karena musuhmu?” liriknya pada Shean yang fokus melihat Zeera saat menahan rasa sakit ketika dipakaikan perban atau obat krim.
“Tch,” si Dokter kembali melihat Zeera karena tidak mendapat jawaban dari temannya.
Setelah pekerjaannya selesai, dia berdiri, “ Perbannya bisa diganti dua kali sehari saja, dan ini krim juga obat untuk bagian dalamnya,” Dia memberikan obat yang akan digunakan untuk Zeera.
Tap….
Dokter menyentuh bahu Shean, “Aku pergi dulu, isterimu sudah aku obati. Nanti minggu depan aku akan datang kesini lagi untuk melihat lukanya,” ucapnya membawa tas kerja.
“Edo, antar dia,” suruhnya pada Edo yang masih berdi
Malam itu, Shean tidur hanya memeluk Zeera dari belakang. Zeera yang tidur membelakangi Shean masih belum bisa tidur kembali. Entah kenapa jantungnya masih terus berdetak dengan kencang. Sedangkan Shean, sudah tertidur dengan lelap, bahkan terdengar suara dengkurannya yang pelan.Zeera melihat lengan Shean yang berada diatas perutnya. Setiap dia ingin mengangkat tangan itu, pasti akan kembali lagi keatas perutnya.“Huft..”Zeera ingin berbalik memutar tubuhnya hingga wajahnya menatap atap rumah, dan tangan suaminya masih berada diatas perut.Dia masih teringat dengan aksi Shean yang datang menolongnya. Adegan yang biasanya dia lihat di Televisi, dan terjadi padanya. Apalagi saat melihat tatapan mata suaminya yang sangat tajam dan marah mengarah pada pria yang sudah menyiksanya.Tanpa sadar, jari tangannya mengarah kebibirnya sendiri, teringat dengan ciuman dari Shean saat mereka hendak pergi dari lokasi tempatnya dibawa.“K
Dua hari kemudian, akhirnya pasangan suami isteri itu, Shean dan Zeera akan berangkat ke Jepang. Senang, bahagia dan gugup yang dirasakan Zeera sekarang. Mereka hanya membawa satu koper berukuran sedang saja. Pakaian Shean dan Zeera dalam satu koper yang sama. “Selama kami pergi, kalian jaga rumah baik-baik. Jangan membawa pacar atau selingkuhan kesini.” Shean memberi pesan. “Ya tuan Shean, mana berani kami membawa pacar kesini,” jawab salah satu pelayannya yang masih lebih muda darinya. Shean melihat Zeera, “Tidak ada yang ketinggalan lagi kan sayang? Bawa yang penting-penting saja,” tanyanya merangkul pinggang Zeera. “Iya,” jawabnya singkat, menganggukkan kepala. Ponsel Shean berdering, “Aku terima telepon dulu, kamu tunggu atau disini,” dia pergi untuk menjawab teleponnya. Zeera melihat suaminya pergi. “Bagaimana? apa ada yang mencurigakan?” “Kami tidak melihat pergerakan dari Kevin, bos. Sepertinya mereka lebih memilih diam
Zeera terbangun, belum diangkat kepalanya, masih bersandar dibahu Shean. Melihat dulu disekitarnya. Matanya mencoba melirik, disamping, dan menyadari kalau kepalanya bersandar dibahu Shean. Dai mengangkat kepalanya dengan cepat karena terkejut. Kembali dia duduk dengan posisi tegak. “Kau sudah bangun? Tidurmu nyenyak sekali.” Ucap Shean, dia memakai kacamata saat membuka laptopnya. ‘Dia memakai kacamata? Terlihat sedikit-" “Kenapa kau menatapku seperti itu? apa kau membutuhkan sesuatu? Kau haus atau lapar?” Shean melambaikan tangannya didepan wajah Zeera, karena isterinya melihat diam kearahnya. “Ti… tidak, aku tidak membutuhkan apa-apa,” jawabnya dengan cepat, mengalihkan pandangannya menuju pemandangan langit diluar jendela. Untuk sesaat mereka kembali diam, hampir semua penumpang dipesawat tidur sambil menunggu mendarat di Bandara Narita, Tokyo. Shean melepas kacamatanya, dan menutup laptop. Disandarkan kepalanya di
“Oyasuminasai sā to madamu (Selamat malam tuan dan nyonya),” sapa pria yang berdiri didepan pintu, sebagai penerima tamu. Shean hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, berjalan dengan Zeera untuk masuk kedalam restaurant. Langkah kaki Zeera mengikuti kemana Shean menggandeng tangannya, sedangkan tatapan matanya melihat sekitar, dengan takjub. Shean sengaja memilih meja makan yang lebih dekat dengan jendela. Sebelumnya Shean sudah memesan tempat khusus didekat itu, karena dia tahu, kalau Zeera ingin melihat pemandangan langit malam. Shean menarik kursi untuk Zeera duduki. Lalu dirinya mengambil posisi dia duduk, tepat dihadapan Zeera. “Bagaimana? kau suka kan tempatnya?” tanya Shean lagi. Sebenarnya dari cara Zeera melihat sekitar dengan tersenyum, Shean tahu kalau isterinya sangat menyukainya. Zeera menjawab hanya dengan anggukkan kepala, dia tidak menatap wajah Shean. “Oyasuminasai mase, Go resseki no minasam
Zeera merasa ada sesuatu yang menyentuh tubuhnya. Tapi karena matanya masih berat untuk dibuka, pelan-pelan masih diabaikan. ‘Mungkin aku hanya mimpi saja.’ Baru beberapa menit dia kembali tidur, semakin terasa sentuhan dibagian perutnya. ‘Tidak, ini bukan mimpi.’ Zeera membuka matanya lebar-lebar, melihat sekitarnya yang lampu kamarnya sudah redup. Ditambah lagi dia mendengar suara desahan yang dia kenal dari belakangnya. Zeera yang saat itu tidur menyamping membelakangi Shean. Sekarang tangan itu sudah naik kebagian da*anya. Tap… Dengan cepat Zeera menangkap tangan yang ingin meremas da*anya. “Kau belum tidur?” suara yang diiringi dengan desahan lembut, terdengar dari belakang, mengenai daun telinganya. Zeera memutar tubuhnya, melihat kebelakang yang ternyata Shean, dengan telanjang dada. Tubuhnya sangat dekat dengan tubuh Zeera. “Shean? Apa… apa yang-"
“Apa masih sakit?” tanya Shean pada Zeera. Zeera menatapnya dengan mengernyitkan dahinya. ‘Pakai nanyak lagi,’ gerutunya dalam hati. Dari raut wajah Zeera, Shean pasti tahu jawaban dari pertanyaannya, namun dia sengaja bertanya seperti itu untuk menggodanya. “Sudah jangan marah lagi, kau kan juga menyukainya. Buktinya kau ikut mendesah juga kan?” bisiknya ditelinga Zeera, meniupkan udara didaun telinganya. Zeera hanya diam saja menahan malu, tapi wajahnya sudah memerah. “Sekarang ayo kita kesana, disana banyak jajanan makanan khas Jepang, kau pasti suka,” Shean menuntun Zeera, menggenggam tangannya berjalan bersama. Mereka berdua sudah memakai pakaian tradisional Jepang, yaitu Kimono. Zeera sedikit susah berjalan karena terasa sangat sempit dibagian mata kakinya untuk melangkah. Untungnya Shean tidak terburu-buru berjalan. Zeera melihat banyak turis-turis yang juga datang, dan sama-sama memakai Kimono juga.
“Ternyata kau disini. Kenapa kau pergi menjauh dariku? Apa kau tidak tahu kalau aku mencarimu dari tadi?” Zeera dan Shean sama-sama kesal. Tapi Zeera tidak ingin mengatakan alasannya pergi meninggalkan Shean ketika sedang mengobrol dengan wanita lain. “Siapa dia?” tunjuk Shean pada Sasaki. “Dia Sasaki, aku baru mengenalnya,” jawab Zeera ketus. Zeera semakin kesal, karena Naomi masih saja merangkul lengan Shean. ‘Apa wanita ini tidak tahu kalau Shean sudah menikah? Atau Shean sendiri tidak memberitahunya?’ “Hallo, my name Sasaki. Im just little talk with her,” Sasaki mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Shean. Shean tidak mengulurkan tangannya, wajahnya semakin kesal melihat pria yang baru berkenalan dengannya. “Shean-san, doshite? (Shean, ada apa?)” panggil Naomi. Sasaki melihat Naomi, akhrinya dia tahu kalau Naomi adalah orang Jepang, sama seperti dirinya. Shean
Malam itu pasangan suami isteri itu sedang melakukan hubungan in**m. Tentu saja yang memulai lebih dulu adalah Shean. Awalnya dia hanya mencumbu menciumi Zeera, tapi karena terbawa suasana dan hasrat, akhirnya Shean melanjutkan hingga akhir. “Aku… aku sudah capek… aahh….” rintih Zeera yang masih berada dibawah tubuh Shean. “Se… sebentar… lagi, Sayang… tang… tanggung….” jawab Shean sembari mendesah. “Sebentar lagi kapan? Ini… ini sudah.. 4… kali, aku… ngantuk dan… capek,” “Ini… ini yang… terakhir… lagipula… ini kon**m yang terakhir.” Zeera pasrah menunggu suaminya menyelesaikan penyalurannya. Sejujurnya, berangsur-angsur dia memang sudah mulai menyukai dan menikmati hubungan itu, hanya saja ketika ronde pertama sampai kedua saja, kalau lewat dari itu, dia akan kesakitan dan kelelahan. Shean sangat bisa membuat suasana nakal. Setiap sentuhannya yang sangat lembut, membuat siapapun ingin di sentuh lagi. Dia tidak bermain kasar dan t
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt